Rabu, 28 Maret 2018

Pemikiran Jurgen Habermas


Jurgen Habermas, adalah seorang filsuf kontemporer juga seorang pemikir sosial yang lahir di Dusseldorf, Jerman pada tanggal 18 Juni 1929. Habermas melihat beberapa tendensi menindas dari tradisi sebagaimana secara terbuka telah diserang oleh Postmodernisme, karenanya dia menolak pendekatan transendental dan idealistik atas rasio. Habermas ingin menyajikan sebuah konsep rasio yang akan dapat dijadikan pijakan evaluasi terhadap norma-norma sosial. Sangat menghentak nurani dan pikiran Habermas, bagaimana sebuah kebudayaan yang memunculkan tradisi berpikir Kant hingga Marx yang didominasi oleh tema pembebasan dan realisasi kebebasan dapat menjadi lahan subur bagi munculnya Hitler dan nazisme. Habermas membangun teorinya atas dasar keprihatinannya pada problematika ilmu-ilmu sosial dan keterlibatannya dalam teori kritis mazhab Frankfurt.
Jurgen Habermas menyuarakan konteks "modernitas yang mengalami pertentangan dengan dirinya sendiri", Habermas menaruh perhatian pada persoalan publik serta kekuatan non-kekerasan yang terkandung dalam argumen yang lebih baik, yang ia sebut diskursus praktis rasional. Setiap orang seharusnya bisa mengambil posisi setuju atau tidak terhadap statemen-statemen mengenai dunia dan cara dunia itu dipahami, baik statemen itu berkaitan atau tidak berkaitan dengan duna-dunia alamiah, masyarakat, ataupun dengan statemen-statemen itu sendiri.
Dalam Knowledge and Human Interes, Habermas juga mengungkapkan bahwa pandangan yang ada mengenai kerja terlalu sempit, karena hanya merujuk pada hubungan manusia dengan alam, serta terlampau idealis, karena didasarkan pada pandangan yang sering kali tersembunyi mengenai penyatuan subjek yakni sebagain manusia pekerja dengan sendiri agar mampu mewujudkan proyek kebebasan sepenuhnya. Bagi Habermas, solusi untuk kedua sisi persoalan tersebut, sebagian bisa dicari pada filsafat bahasa sehari-hari.
Sehingga bahasa yang mengandaikan adanya intersubjektivitas; kita mengobjektivitaskan diri kita sendiri sebagai insan sosial melalui penggunaan bahasa dan hal ini senantiasa berada dalam konteks keterkaitan dengan yang lain. Bahasa sekaligus berfungsi sebagai sarana untuk berinteraksi sosial dapat diciptakan. Dengan bahasa pula, peraturan-peraturan sosial dipelajari, diuji, ditolak, dan dikritik sebagai problem-problem sosial.
Habermas ingin menyajikan sebuah konsep rasio yang akan dapat dijadikan pijakan evaluasi terhadap norma-norma sosial. Seluruh proyek Habermas mengarah pada pembebasan manusia atas segala bentuk penindasan, termasuk sekalipun penindasan itu dilakukan dalam dan atas nama ‘rasionalitasmodern’. Bahwa dalam pandangan publik warisan yang berupa rasio praktis, yakni rasio yang berkaitan dengan persoalan-persoalan tentang norma-norma sosial dan praktik-praktik etis serta bagaimana keduanya dibentuk untuk dipertanggungjawabkan dan dinilai, sudah dianggap tak layak lagi sebagai dasar modernitas.
Habermas mengemukakan argumennya terus-menerus mengenai rasio yang sepintas lalu tampak ditemukan oleh filsuf pencerahan, bahwa sebetulnya tidak sama dengan proyek rasio pengkalkulasi. Dikatakan sepintas lalu karena, bagi Habermas, persoalan mempertahankan rasionalitas sekarang ini bukan sekedar berkaitan dengan maknanya, namun juga perihal bagaimana ia harus didasarkan- dan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bagaimana rasionalitas itu dikaitkan dengan peneguhan-diri spesies manusia.
Habermas juga menawarkan tentang demokrasi deliberatif yang mengkritik pendahulunya dalam memahami rasionalisasi hanya sebagai praksis kerja. Padahal, Hegel sendiri membagi praksis jadi dua bagian: kerja dan komunikasi. Mengenai demokrasi deliberatif yakni mengutamakan penggunaan tata cara pengambilan keputusan yang menekankan musyawarah dan penggalian masalah melalui dialog dan tukar pengalaman di antara para pihak dan warganegara.

Secara sederhana, demokrasi deliberatif disimbolkan dengan adanya ruang untuk pendapat atau kritik bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa adanya pandang bulu. Hal ini bertujuan agar segala sisi kemanusiaan dapat dipahami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar