Rabu, 28 Maret 2018

Postmodernisme JF Loyard


Postmodern merupakan kategori yang menjelaskan siklus sejarah baru yang dimulai sejak tahun 1875 dengan berakhirnya dominasi Barat, surutnya individualism, kapitalisme dan kritianitas, serta kebangkitan kebudayaan non-barat.
Pada perkembangan selanjutnya, istilah postmodern dilembagakan dalam konstelasi pemikiran kefilsafatan oleh Francois Lyotard dalam bukunya The Postmodern Condition: A Report on Knowledge (1984). Buku ini berisi tentang perubahan-perubahan di bidang ilmu pengetahuan dalam masyarakat industri maju akibat pengaruh teknologi baru. Akibat pengaruh teknologi baru yaitu teknologi informasi, maka prinsip kesatuan ontologis yang selama ini mendasari ide dasar filsafat modern sudah tidak lagi relevan dengan realitas kontemporer. Prinsip homology (kesatuan ontologis) tersebut akan bergeser seiring dengan pengaruh dahsyatnya teknologi informasi. Untuk itu, prinsip tersebut harus dideligitimasi oleh ‘paralogi’ atau ide ‘pluralis’. Tujuannya agar kekuasaan, termasuk kekuasaan oleh ilmu pengetahuan, tidak lagi jatuh pada sistem totaliter.
Dalam konteks ini, JF Lyotard berusaha mengintroduksi suatu pemahaman bahwa postmodern merupakan suatu periode dimana segala sesuatu itu didelegitimasikan. Bagi Lyotard, nihilisme, anarkisme, dan pluralism ‘permainan bahasa’ menjadi merajalela tidaklah menjadi masalah, sebab disisi lain, kondisi ini menunjukkan situasi munculnya kepekaan baru terhadap perbedaan-perbedaan dan keberanian melawan segala bentuk totaliterisme.
Postmodernisme merupakan suatu ikhtiar yang tidak pernah berhenti untuk mencari kebenaran, eksperimentasi dan revolusi kehidupan secara terus-menerus. Postmodernisme adalah sebuah gerakan global renaissans atas renaisans; pencerahan atas pencerahan. Dalam prespektif yang demikian, postmodernisme diartikan sebagai ketidakpercayaan terhadap segala bentuk narasi besar, penolakan filsafat metafisis, filsafat sejarah dan segala bentuk pemikiran yang mentotalisasi.
Terminologi postmodernisme juga bisa didekati melalui dua segi, pertama, melihat postmodernisme sebagai periodisasi dan kedua, postmodernisme sebagai epistemologi. Postmodernime sebagai periodisasi ditandai dengan munculnya ‘diferensiasi’ dalam dunia modern, dan ‘de-deferensiasi’ pada dunia postmodern. Diferensiasi bisa dilihat dari jelasnya batas-batas antarbangsa, antaragama, antarras, antarsuku. Dikotomi imperalisme-kapitalisme, negara maju-negara berkembang, kulit putih-kulit berwarna adalah contoh yang bisa memberikan legitimasi terhadap diferensiasi. Sedangkan, de-diferensiasi adalah sebuah periode dimana batas-batas tadi semakin samar. Segala bentuk dikotomi menjadi sangat problematik pada era ini, karena semuanya serba bercampur.
Sedangkan postmodernisme sebagai epistemologi yang dibawa oleh Lyotard ditandai oleh keragaman argument. Menurut Lyotard, postmodernisme berarti pencarian ketidakpastian (instabilities). Kalau pengetahuan modern mencari kestabilan melalui meetodologi, dengan ‘kebenaran’ sebagai titik akhir pencarian, maka pengetahuan postmodern ditandai oleh runtuhnya kebenaran, rasionalitas dan obyektivitas.
Namun, mengenai terminologi postmodernisme harus dibedakan dengan postmodernitas, karena keduanya mengacu pada konteks yang berbeda. Postmodernisme menunjuk pada kritik-kritis filosofis atas gambaran dunia, epistemologi dan ideologi-ideologi modern. Sedangkan postmodernitas lebih menunjukkan pada situasi dan tata sosial produk teknologi informasi, globalisasi, fragmentasi gaya hidup, konsumerisme yang berlebihan, delegurasi pasar uang dan sarana publik, usangnya konsep negara bangsa dan penggalian kembali inspirasi-inspirasi tradisi.
Terminologi postmodern terlalu susah untuk dibatasi oleh satu dua pengertian, karena justru akan kontraproduktif dengan semangat dasar dari postmodern untuk tidak ‘terpikat’ pada pengertian, karena dikuatirkan berkembang menjadi suatu grand narrative. Tidak adanya consensus diantara pemikir postmodern tersebut memang menyulitkan untuk memberikan pengertian yang tepat mengenai postmodern dengan segala ruang lingkupnya. Akan tetapi, satu kenyataan yang tidak bisa ditolak adalah bahwa semangat lahirnya postmodern merupakan sesuatu peninjauan kembali atas gejala kritis akibat penerapan model berpikir rasionalitas dalam kebudayaan Barat modern.

Kelahiran postmodernisme tidak bisa dilepaskan oleh situasi krisis yang menimpa proyek modernism dengan segala hasil-hasilnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar