Postmodern merupakan kategori yang
menjelaskan siklus sejarah baru yang dimulai sejak tahun 1875 dengan
berakhirnya dominasi Barat, surutnya individualism, kapitalisme dan
kritianitas, serta kebangkitan kebudayaan non-barat.
Pada perkembangan selanjutnya, istilah
postmodern dilembagakan dalam konstelasi pemikiran kefilsafatan oleh Francois
Lyotard dalam bukunya The Postmodern
Condition: A Report on Knowledge (1984). Buku ini berisi tentang
perubahan-perubahan di bidang ilmu pengetahuan dalam masyarakat industri maju
akibat pengaruh teknologi baru. Akibat pengaruh teknologi baru yaitu teknologi
informasi, maka prinsip kesatuan ontologis yang selama ini mendasari ide dasar
filsafat modern sudah tidak lagi relevan dengan realitas kontemporer. Prinsip homology (kesatuan ontologis) tersebut
akan bergeser seiring dengan pengaruh dahsyatnya teknologi informasi. Untuk
itu, prinsip tersebut harus dideligitimasi
oleh ‘paralogi’ atau ide ‘pluralis’. Tujuannya agar kekuasaan, termasuk
kekuasaan oleh ilmu pengetahuan, tidak lagi jatuh pada sistem totaliter.
Dalam konteks ini, JF Lyotard berusaha
mengintroduksi suatu pemahaman bahwa postmodern merupakan suatu periode dimana
segala sesuatu itu didelegitimasikan. Bagi Lyotard, nihilisme, anarkisme, dan
pluralism ‘permainan bahasa’ menjadi merajalela tidaklah menjadi masalah, sebab
disisi lain, kondisi ini menunjukkan situasi munculnya kepekaan baru terhadap
perbedaan-perbedaan dan keberanian melawan segala bentuk totaliterisme.
Postmodernisme merupakan suatu ikhtiar yang
tidak pernah berhenti untuk mencari kebenaran, eksperimentasi dan revolusi
kehidupan secara terus-menerus. Postmodernisme adalah sebuah gerakan global
renaissans atas renaisans; pencerahan atas pencerahan. Dalam prespektif yang
demikian, postmodernisme diartikan sebagai ketidakpercayaan terhadap segala
bentuk narasi besar, penolakan filsafat metafisis, filsafat sejarah dan segala
bentuk pemikiran yang mentotalisasi.
Terminologi postmodernisme juga bisa
didekati melalui dua segi, pertama, melihat postmodernisme sebagai periodisasi
dan kedua, postmodernisme sebagai epistemologi. Postmodernime sebagai
periodisasi ditandai dengan munculnya ‘diferensiasi’ dalam dunia modern, dan
‘de-deferensiasi’ pada dunia postmodern. Diferensiasi bisa dilihat dari
jelasnya batas-batas antarbangsa, antaragama, antarras, antarsuku. Dikotomi
imperalisme-kapitalisme, negara maju-negara berkembang, kulit putih-kulit berwarna
adalah contoh yang bisa memberikan legitimasi terhadap diferensiasi. Sedangkan,
de-diferensiasi adalah sebuah periode dimana batas-batas tadi semakin samar.
Segala bentuk dikotomi menjadi sangat problematik pada era ini, karena semuanya
serba bercampur.
Sedangkan postmodernisme sebagai
epistemologi yang dibawa oleh Lyotard ditandai oleh keragaman argument. Menurut
Lyotard, postmodernisme berarti pencarian ketidakpastian (instabilities). Kalau pengetahuan modern mencari kestabilan melalui
meetodologi, dengan ‘kebenaran’ sebagai titik akhir pencarian, maka pengetahuan
postmodern ditandai oleh runtuhnya kebenaran, rasionalitas dan obyektivitas.
Namun, mengenai terminologi postmodernisme
harus dibedakan dengan postmodernitas, karena keduanya mengacu pada konteks
yang berbeda. Postmodernisme menunjuk pada kritik-kritis filosofis atas
gambaran dunia, epistemologi dan ideologi-ideologi modern. Sedangkan
postmodernitas lebih menunjukkan pada situasi dan tata sosial produk teknologi
informasi, globalisasi, fragmentasi gaya hidup, konsumerisme yang berlebihan,
delegurasi pasar uang dan sarana publik, usangnya konsep negara bangsa dan
penggalian kembali inspirasi-inspirasi tradisi.
Terminologi postmodern terlalu susah untuk
dibatasi oleh satu dua pengertian, karena justru akan kontraproduktif dengan
semangat dasar dari postmodern untuk tidak ‘terpikat’ pada pengertian, karena
dikuatirkan berkembang menjadi suatu grand
narrative. Tidak adanya consensus diantara pemikir postmodern tersebut
memang menyulitkan untuk memberikan pengertian yang tepat mengenai postmodern
dengan segala ruang lingkupnya. Akan tetapi, satu kenyataan yang tidak bisa
ditolak adalah bahwa semangat lahirnya postmodern merupakan sesuatu peninjauan
kembali atas gejala kritis akibat penerapan model berpikir rasionalitas dalam
kebudayaan Barat modern.
Kelahiran postmodernisme tidak bisa
dilepaskan oleh situasi krisis yang menimpa proyek modernism dengan segala
hasil-hasilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar