BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa menjalankan
informasinya sebagai alat informasi dan komunikasi. Fungsi ini akan tercapai
apabila pendengar atau pembaca memahami informasi yang disampaikan oleh penulis
atau pembaca. Fungsi informatif dan komunikatif tersebut dapat dipelajari dalam
ilmu sintaksis, yakni ilmu yang membahas mengenai proses pembuatan kalimat.
Salah satu kajian yang akan dibahas dalam sintaksis adalah frasa.
Menurut Parera, frasa
dapat diartikan sebagai suatu konstruksi yang dapat dibentuk oleh dua kata atau
lebih, baik dalam bentuk sebuah pola dasar kalimat maupun tidak. Frasa termasuk
dalam kumpulan kata nonpredikatif, dalam artian frasa tidak memiliki predikat.
Hal itulah yang membedakan antara frasa dengan klausa dan kalimat. Frasa dapat
digolongkan ke dalam beberapa klasifikasi, yakni berdasarkan distribusi unsur
pembentuknya, kedudukan unsur-unsurnya, serta kategori kata yang menjadi unsur
pusat.
Makalah ini akan
membahas mengenai klasifikasi frasa berdasarkan distribusi unsur pembentuknya,
yakni frasa endosentris dan eksosentris. Selain itu, dalam makalah ini akan
dibahas mengenai frasa endosentris dan jenis-jenisnya, pengertian dari
jenis-jenis frasa tersebut dan perbedaan yang dimiliki oleh jenis-jenis frasa
endosentris.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah yang dimaksud
dengan frasa endosentrik dan eksosentrik?
2. Apa sajakah
jenis-jenis frasa endosentris?
3. Apakah perbedaan dari
frasa koordinatif dan apositif?
1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan
untuk menjelaskan klasifikasi frasa berdasarkan distribusi unsur pembentuknya secara
terperinci sehingga pembaca memahami klasifikasi frasa dengan baik.
1.4 Manfaat
Manfaat yang akan
didapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Pembaca
memahami definisi frasa endosentris dan eksosentris
2.
Pembaca
mengetahui klasifikasi frasa endosentris
3.
Pembaca
mengetahui dan memahami perbedaan antara
frasa koordinatif dan apositif.
BAB II
ISI
2.1 Definisi Frasa Endosentris dan
Eksosentris
2.1.1 Frasa Endosentris
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), frasa endosentris adalah frasa yang keseluruhannya
mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan salah satu konstituennya.
Suatu frasa disebut sebagai frasa
endosentris apabila satuan konstruksi frasa itu berdistribusi dan berfungsi
sama dengan salah satu anggota pembentuknya (Parera, 2009: 55).
Frasa endosentris adalah frasa yang
berhulu, yang berpusat, atau headed
phrase (Whitehall dalam Tarigan, 1993: 97), yaitu frasa yang mempunyai
fungsi yang sama dengan hulunya (Tarigan, 1993: 97).
2.1.2 Frasa Eksosentris
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), frasa eksosentris adalah frasa yang keseluruhannya
tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan salah satu konstituennya.
Suatu frasa disebut sebagai frasa
eksosentris apabila satuan konstruksi frasa itu tidak berperilaku sintatik sama
dengan satu anggota pembentuknya (Parera, 2009: 56).
Frasa eksosentris adalah frasa yang
tidak berhulu, tidak berpusat atau non-headed
(Whitehall dalam Tarigan, 1993: 94) ataupun noncentered (Cook dalam Tarigan, 1993: 94). Sehingga, frasa
eksosentris disebut juga relater-axis
phrase atau frasa relasional (Bloch dalam Tarigan, 1993: 94).
2.2
Jenis-jenis Frasa Endosentris dan
Eksosentris
Secara sederhana, pembagian jenis-jenis frasa (konstruksi frasa) dapat
dilihat pada bagan berikut:
2.2.1 Jenis-jenis Frasa Endosentris
Berdasarkan tipe strukturnya, frasa
endosentris ini dibagi menjadi 2, yakni:
a. Frasa Beraneka Hulu (multiple head)
Dibagi menjadi:
1)
Frasa
Koordinatif
Frasa ini disebut juga dengan frasa serial, yakni frasa yang
hulu-hulunya mempunyai referensi yang berbeda-beda.
Frasa koordinatif dibagi menjadi 4, yakni:
a.
Frasa
koordinatif nominal, yakni gabungan dua atau lebih frasa yang bertipe nominal.
Contohnya: Kakek dan nenek saya sudah
berusia 80 tahun.
b.
Frasa
koordinatif verbal, yakni gabungan dua atau lebih frasa tau kata yang bertipe
verba. Contohnya: Mereka bercanda dan
bergurau dengan riang gembira.
c.
Frasa
koordinatif adjektival, yakni gabungan dua atau lebih frasa tau kata yang
bertipe adjektif. Contohnya: Gadis itu cantik,
ramah, dan sopan.
d.
Frasa
koordinatif adverbial, yakni gabungan dua atau lebih frasa tau kata yang
bertipe adverbia. Contohnya: Kami membuat rencana itu dengan teratur dan terperinci.
2)
Frasa
Apositif
Yakni frasa yang hulu-hulunya mempunyai referensi yang sama. Frasa
apositif umumnya bersifat nominal.
Contohnya:
Pak Amat, tukang pangkas itu, sudah meninggal.
Si Inem, pelayan cantik itu, pintar sekali memasak.
Kalian, kaum Kartini, harus berjuang mengangkat derajat
kaum wanita.
b. Frasa Modifikasi (modifier head)
Dibagi menjadi:
1)
Frasa
Modifikasi Nominal
Yakni frasa modifikatif yang hulunya berupa nomina atau kata benda.
Contohnya:
Orang kuat harus melindungi orang lemah.
2)
Frasa
Modifikasi Verbal
Yakni frasa modifikatif yang hulunya berupa verba atau kata kerja.
Contohnya:
Nanti sore sara akan berangkat ke
Medan.
3)
Frasa
Modifikasi Adjektival
Yakni frasa modifikatif yang hulunya berupa adjektif atau kata keadaan.
Contohnya:
Ayah saya lebih tua daripada
ibu saya.
4)
Frasa
Modifikasi Adverbial
Yakni frasa modifikatif yang hulunya berupa adverbial atau kata
keterangan.
Contohnya:
Nenek tiba kemarin sore di
Bandung.
2.2.1 Jenis-jenis Frasa Eksosentris
Berdasarkan posisi penghubung yang mungkin
terdapat di dalamnya, maka frasa eksosentris atau frasa relasional dapat dibagi
menjadi 3, yakni:
1)
Frasa
Preposisi
Yakni
frasa yang penghubungnya menduduiki posisi di bagian depan.
Contohnya:
di rumah
ke
Bandung
dari
sawah
untuk
mereka
kepada
ibu
dengan
pesawat
bagi
nusa
demi
keadilan
buat
kakanda
keharibaan
ibunda
2)
Frasa
Posposisi
Biasa
disebut post-position yakni frasa
yang penghubungnya menduduki posisi di bagian belakang. Frasa ini tidak
terdapat dalam bahasa Indonesia. Salah satu bahasa yang memiliki frasa
posposisi adalah bahasa Jepang.
Contohnya:
kara “dari” à Sitamati
kara, kaetta ‘saya kembali ke
kota ramai”
3)
Frasa
Preposposisi
Disebut
juga dengan pre-post-position yakni
frasa yang penghubungnya menduduki posisi di bagian depan dan di bagian
belakang. Frasa ini juga tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Salah satu
bahasa yang menggunakan frasa ini adalah bahasa Karo.
Contohnya:
i juma nari ‘dari ladang’
2.3 Perbedaan Frasa Koordinatif dan
Apositif
Frasa Koordinatif
|
Frasa Aposotif
|
Hulu-hulunya memiliki referensi yang
berbeda-beda.
|
Hulu-hulunya memiliki referensi yang sama.
|
Merupakan gabungan
kata dimana gabungan katanya bisa lebih dari dua selama kata tersebut
memiliki hubungan yang sama dan memiliki derajat yang sama dengan kata
sebelumnya.
|
Merupakan kata pengganti dari kata sebelumnya,
dimana kata selanjutnya biasanya menerangkan mengenai kata sebelumnya. Jadi
bisa lebih dari satu kata pengganti jika memang suatu kata tersebut memiliki banyak
kata pengganti.
|
Kedudukan dari kata pertama dan selanjutnya
dapat dipertukarkan tempatnya.
|
Kedudukan dari kata pertama dan pengganti
tidak dapat dipertukarkan karena kata pertama biasanya merupakan subjek
kalimat.
|
Dalam suatu kalimat kedudukannya dapat
menjadi subjek, predikat, objek, dan keterangan.
|
Dalam suatu kalimat kedudukannya biasanya
menjadi subjek atau objek kalimat saja.
|
Gabungan katanya dapat bertipe nomina, verba,
adjektival, dan adverbial.
|
Gabungan katanya umunya bertipe nominal.
|
Identik dengan penggunaan kata “dan”
|
Identik dengan penggunaan koma
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Klasifikasi frasa
berdasarkan distribusi unsur pembentuknya dibagi menjadi dua, yakni frasa
endosentris dan frasa eksosentris. Perbedaan yang terlihat dalam kedua frasa
tersebut terletak pada ada tidaknya pusat frasa. Frasa endosentris memiliki
pusat inti dan frasa eksosentris tidak memiliki inti. Frasa endosentris terbagi
menjadi dua, yakni beraneka hulu (frasa koordinatif dan apositif) dan
modifikatif. Sedangkan frasa eksosentris terbagi menjadi tiga, yakni preposisi,
preposposisi, dan posposisi.
3.2 Saran
Semua contoh yang telah dijelaskan
di atas tadi harus diuji kembali dalam sebuah klausa atau kalimat. Sehingga
dengan cara ini barulah dapat ditentukan apakah dan manakah dari unsur
pembentuk frasa itu yang menjadi pusat.
Perera, J.D.
2009. Dasar-dasar Analisis Sintaksis. Cetakan
Ke-12. Jakarta: Erlangga.
Tarigan,
Henry Guntur. 1993. Pengajaran Sintaksis.
Cetakan Kesepuluh. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar