Senin, 18 Februari 2019

Kritik atas Hukum Bunyi


Kritik mengenai metode Indo-Eropa:
1.      Aliran Neo-Linguistica (Italia) menyerang Junggrammatiker dengan alasan idealisme dimana menurut mereka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mencipta sendiri tanpa terikat oleh hukum-hukum atau peraturan-peraturan tertentu. Sehingga, bahasa tidak dapat diatur atau diredusir dalam rumus-rumus atau hukum-hukum tertentu karena bahasa merupakan hasil idelisme dalam diri tiap manusia yang selalu berkembang sesuai daya cipta manusia.
2.      Aliran N.Marr (Rusia) menolak hukum bunyi dari segi materialisme, dimana menurutnya rumus-rumus yang dikemukakan Junggrammatiker terlalu abstrak sifatnya dan tidak mengindahkan soal-soal sosial dalam masyarakat. Secara singkat, menurutnya manusia tidak boleh diikat oleh hukum-hukum atau kaidah-kaidah tertentu.
Meskipun begitu, kedua aliran ini tidak berhasil mengganti dasar pikiran Junggrammatiker karena tak berhasil membuat rumus-rumus yang lebih baik. Sehingga, prinsip Indo-Eropa itu masih dipakai.
Korespondensi Bunyi
Istilah hukum bunyi mengandung tendensi adanya ikatan yang ketat, sehingga istilah tersebut diganti menjadi korespondesnsi fonemis (phonemic correspondence atau kesepadanan bunyi). Segmen-segmen yang berkorespondesni bagi glos yang sama, baik dari segi bentuk maupun makna, dalam bermacam-macam bahasa, diperbandingkan satu sama lain, hasil perbandingan itu disusun menjadi satu perangkat korespondensi. Tiap fonem yang terdapat dalam posisi yang sama dimasukkan dalam satu perangkat korespondensi. Dalam sebuah glos dapat diperoleh sejumlah perangkat koresponsensi, sesuai dengan besar atau panjangnya segmen dari bahasa-bahasa yang diperbandingkan.
Untuk mengkongkretkan bagaimana prinsip perbandingan tersebut diterapkan dalam kenyataan, pertama diperlihatkan teknik perbandingan yakni dengan dipilih kesepuluh bilangan utama, yang merupakan kata-kata pembentuk suatu perangkat yang memiliki kermiripan satu sama lain. Sehingga nanti akan ditemukan kesamaan antara kesepuluh bilangan utama yang bukan bersifat kebetulan melankan memperlihatkan suatu pantulan dari perkembangan yang sama.
Semakin banyak data yang diperbandingakan maka semakin banyak kemungkinan untuk memperoleh perangkat korespondensi fonemisnya. Suatu perangkat korespondensi fonemis tidak hanya diperoleh dari satu pasang melainkan harus diturunkan dari seluruh kemungkinan yang dapat diperoleh dari bahasa-bahasa yang diperbandingkan.
Pembentukan Korespondensi Fonemis
a.    Rekurensi Fonemis
Rekurensi fonemis (phonemic recurrence) yaitu  prosedur untuk menemukan perangkat bunyi yang muncul secara berulang-ulang dalam sejumlah pasang kata yang lain. Untuk menetapkan secara pasti bahwa terdapat korespondensi fonemis, maka perlu dibuktikan bahwa ada rekurensinya, yaitu bahwa tiap perangkat itu akan muncul kembali dalam pasangan-pasangan yang lain.
b.    Ko-okurensi
Ko-okurensi (co-occurence) yaitu gejala-gejala tambahan yang terjadi sedemikian rupa pada kata-kata kerabat yang mirip bentuk dan maknanya, sehingga dapat mengaburkan baik kemiripan bentuk-maknanya maupun koresnpondensi fonemisnya dengan kata-kata lain dalam bahasa kerabat lainnya. Sehingga, dalam menetapkan korespondensi fonemis harus diperhatikan pula apakah sepasang kata yang tampaknya tidak sama itu sebenarnya mengandung gejala lain yaitu ko-okurensi, yaitu gejala-gejala yang timbul dalam kata itu sehingga sudah mengubah bentuk kata itu. Bila ada, maka kedua kata itu tetap dimasukkan dalam kata yang identik atau mirip.
c.    Analogi

Analogi adalah suatu proses pembentukan kata mengikuti contoh-contoh yang sudah ada. Analogi dapat muncul dalam suatu situasi peralihan yang lain, dalam hubungan dengan bahasa-bahasa non-kerabat. Pola perubahan antara baasa kerabat dapat dipakai sebagai daar untuk mengubah bentuk-bentuk dari bahasa non-kerabat sehingga dapat diterima dalam bahasa sendiri. Pembentukan baru berdasarkan analogi bisa terjadi dalam bahasa-bahasa kerabat, atau juga dalam bahasa sendiri, baik pada morfem dasar maupun pada morfem terikat, sehingga tampaknya seolah-olah ada semacam kemiripan bentuk karena warisan. Jadi, dalam menetapkan korespondensi fonemis harus diperhatikan masalah analogi. Apakah kata-kata yang dipakai dalam perbandingan itu tidak dibentuk berdasarkan prinsip analogi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar