ANALISIS
KARAKTER TOKOH PADA NASKAH DRAMA AA-II-UU MELALUI DIALOG ANTARTOKOH DAN
KAITANNYA DENGAN KONDISI MASA KINI
Alfa
Sayyidah
Aa-Ii-Uu
merupakan sebuah naskah drama yang ditulis oleh Arifin C. Noer pada tahun 1994.
Naskah drama ini bertemakan pertentangan antara orang tua dan anak. Drama ini
menceritakan tentang orang tua Uu yang menentangnya untuk melanjutkan
pendidikan dijurusan sejarah. Karakter-karakter tokoh dalam naskah drama ini
terlihat sangat jelas dalam dialog-dialog antartokoh, dimana dialog-dialog
tersebut mencerminkan sebuah pertentangan yang sampai sekarang masih terjadi.
Pertentangan mengenai orang tua yang memaksakan kehendaknya pada sebuah pilihan
untuk meneruskan studi seorang anak yang hingga sekarang masih sering terjadi.
Arifin C. Noer menjadikan naskah drama ini sangat patut untuk diapreasi lebih
karena isi cerita yang terdapat dalam drama yang masih bisa disesuaikan dengan
kehidupan dan kondisi masa kini. Arifin C. Noer mampu memberikan sebuah cerita
yang dapat diterima dalam kurun waktu yang sangat lama karena isi dalam naskah
drama Aa-Ii-Uu tersebut sangat relevan dengan kehidupan dan kondisi masa kini.
Kata kunci:
karakter tokoh, dialog, drama
Pendahuluan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, drama adalah
komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan
watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan.
Istilah
“drama” dan “teater” dibawa oleh kebudayaan Barat. Dimana asal “drama” dan “teater” kedua
pengertian ini berasal dari upacara agama, yaitu pemujaan dewa. Drama sudah
mengandung arti “kejadian”, “risalah”, “karangan” dalam zaman Aeschylus
(525—456 SM). Sedangkan Theatron, yang diturunkan dari kata theaomai “dengan
takjub memandang”, mewakili tiga pengertian: 1) gedung pertunjukan, panggung;
2) publik auditorium; 3) karangan
tonil.
Sebuah drama pada umumnya menyangkut dua aspek, yakni aspek
cerita sebagai bagian dari sastra, dan yang kedua adalah aspek
pementasan yang berhubungan erat dengan seni lakon atau teater. Kedua aspek
di atas walaupun sepintas lalu seperti dapat terpisah, yang satu berupa naskah
dan yang lain berupa pementasan, namun pada dasarnya merupakan suatu totalitas.
Artinya, sewaktu naskah tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi
pementasannya dan sewaktu pementasan tidak dapat menghindari dari garis umum
naskah.
Drama
mempunyai tiga dimensi: sastra, gerakan, dan ujaran. Oleh karena
itu, naskah drama tidak disusun khusus untuk dibaca sebagaimana prosa atau
puisi, tetapi sejak awal dalam penciptaan naskah drama telah dipertimbangkan
kemungkinan naskah drama dapat diterjemahkan ke dalam penglihatan, suara, dan gerak
laku. Drama memberi pengaruhemosional yang lebih kuat dibandingkan
dengan karya sastra yang lain. Hal ini disebabkan, drama dengan segala
peristiwa yang ditampilkan langsung dapat dilihat oleh penonton.
Bagi
sebagian besar orang, menonton drama lebih menyenangkan dan menghasilkan
pengalaman yang lebih lama diingat dibandingkan dengan membaca novel. Hal ini
disebabkan oleh konsentrasi dan intensitas emosi yang tercipta karena melihat
dan mendengar langsung peristiwa-peristiwa itu terjadi.
Drama
disusun dengan suatu keterbatasan. Ia dibatasi oleh dua konvensi, yaitu: intensitas
dan konsentrasi. Kedua konvensi ini ada karena mempertimbangkan
kemungkinan daya atau kemampuan mengikuti pementasan publik drama. Drama telah
mengalami “pemerasan” bagian-bagian penting sedemikian rupa sehingga hanya
hal-hal yang memberi efek emosional “Luar Biasa” yang ditampilkan.
Keterbatasan
pemain-pemain secara fisik. Salah satu keterbatasan drama secara fisik kalau
dibandingkan dengan karya sastra yang lain adalah: drama hanya menyangkut
masalah manusia dan kemanusiaan semata. Drama memiliki keterbatasan
pemanfaatan objek material. Drama memiliki keterbatasan bukan saja dari segi
artistik, tetapi juga dari segi kepantasan. Drama dibatasi oleh keterbatasan
intelegensia rata-rata penonton. Misalnya, cerita yang memberikan
unsur-unsur susila dalam prosa unsur tersebut dapat ditampilkan dengan
kata-kata bahkan dapat dijelaskan secara detail dan dalam puisi juga terkadang
dapat menggunakan unsur tersebut, sedangkan drama tidak bisa menampilkan
unsur-unsur tersebut karena “tidak pantas” untuk dipertontonkan. Selain itu, drama juga memiliki episode dan jumlah alur yang
terbatas.
Salah satu penulis naskah
drama yang Indonesia miliki ialah Arifin C. Noer. Ia lahir di Cirebon pada
tanggal 10 Maret tahun 1941. Ia memulai karir dibidang seni sejak ia masih
duduk di bangku SMP, dimana saat itu ia rutin mengirimkan cerpen-cerpen
buatannya pada majalah mingguan, ia juga rutin mengirimkan naskah sandiwara dan
puisi karangannya pada RRI Cirebon. Di bangku kuliah, Arifin C. Noer mulai
memfokuskan kegiatannya pada bidang seni peran, ia bergabung dengan teater
Muslim dan menerbitkan karya pertamanya berjudul “Mega: Sandiwara Tiga Bagian”
pada tahun 1966.
Karya-karyanya semakin banyak
dipublikasikan setelah Arifin C. Noer mendirikan Tater Ketjil di Jakarta,
bahkan tidak sedikit karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing.
Karya-karya Arifin C. Noer dianggap sangat menarik dan ia dianggap sebagai
pengembang seni teater eksperimental yang menjadikan rupa-rupa teater Indonesia
sebagai sumber kreativitas. Karya-karya Arifin C. Noer tidak dapat diragukan
lagi, karya-karyanya telah mendapatkan banyak penghargaan baik penghargaan
lokal maupun internasional.
Lulusan Fakultas Sosial
Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta ini dikenal sebagai sastrawan yang
membela kaum miskin. Arifin C. Noer meninggal pada usia ke 54 karena penyakit
kanker dengan memberikan karya dan konsep teater eksperimentalnya yang banyak
digunakan sebagai pedoman teater masa kini.
Salah satu naskah drama karya
Arifin C. Noer yang masih relevan pada kehidupan dan kondisi masa kini ialah
naskah drama berjudul “Aa-Ii-Uu” yang terbit untuk pertama kalinya pada tahun
1994 oleh PT Temprina. Naskah drama ini merupakan salah
satu drama yang dipandang sarat muatan kritik sosial dimana naskah drama ini yang menggambarkan
tentang sikap orang tua yang seringkali memaksakan kehendaknya pada
anak-anaknya, termasuk dalam hal pendidikan.
Ada beberapa alasan yang melandasi
dipilihnya karya Arifin C. Noer sebagai bahan penelitian. Salah satu alasannya
adalah bahwa naskah-naskahnya menarik minat para teaterawan dari generasi yang
lebih muda sehingga karyanya banyak dipentaskan di mana-mana. Karya-karyanya
telah memberi sumbangan yang besar bagi perkembangan seni peran di Indonesia (Ensiklopedia
Tokoh Indonesia, 2005).
Drama Aa-Ii-Uu mencerminkan pandangan dunia
Arifin C. Noer terhadap kondisi sosial di Indonesia pada tahun 1990-an. Pada
saat itu pemikiran masyarakat,
khususnya para orang tua, memandang bahwa pendidikan yang mampu menghasilkan
pekerjaan dengan nilai komersial tinggi lebih baik dibandingkan dengan
pendidikan humaniora. Pandangan keliru seperti inilah yang dikritis oleh Arifin
C. Noer melalui tokoh ”Uu” dalam karyanya yang dibuat pada tahun 1994 tersebut.
Naskah drama berjudul Aa-Ii-Uu
ini menceritakan tentang tentang tokoh Uu yang
digambarkan sebagai seorang siswa SMA yang akan menghadapi ujian dan ia ingin
melanjutkan pendidikannya di jurusan sejarah. Pemilihan jurusan yang diambil
oleh tokoh Uu tentu saja ditentang oleh ayahnya serta keluarganya yang lain,
mereka menganggap bahwa jurusan tersebut tidak memiliki nilai komersial seperti
jurusan ekonomi ataupun farmasi yang ditempuh oleh kakak-kakaknya, Aa dan Ii.
Pandangan bahwa jurusan yang dipilih oleh tokoh Uu tidak bernilai ekonomi tidak
hanya datang dari keluarga Uu. Teman-teman Uu bahkan mengatakan bahwa Uu akan
menambah angka kemiskinan dengan memilih jurusan tersebut. Uu yang tidak
menyerah akhirnya memberontak dan mengurung dirinya dalam dan enggan untuk
bertemu dengan siapapun kecuali ibunya, ia bahkan menolak untuk makan. Ayahnya
berusaha mencari cara untuk membujuk Uu keluar, dimulai dari mendatangkan Oom
dan Tante Uu, kemudian meyakinkan ibu Uu dan lain sebagainya. Sampai kemudian
ibu Uu termakan oleh ucapan ayah, oom, dan tante Uu sehingga suatu malam ia
menceritakan dongeng kepada Uu yang menjadikan Uu seperti robot. Disinilah
konflik muncul, dimana semua orang dibingungkan oleh tingkah Uu yang kemudian
diikuti oleh kakak-kakaknya yang berperilaku sama. Hingga, keluarga Uu
mendatangkan sebuah dukun untuk menyembuhkan mereka. Drama ini diakhiri dengan
persetujuan keluarga Uu untuk memilih jurusan yang ia sukai.
Pembahasan
Naskah drama Aa-Ii-Uu
merupakan naskah drama yang berisikan mengenai pendapat Arifin C. Noer akan
kondisi sosial pada tahun 1990-an, dimana tokoh-tokoh dalam naskah drama ini
dibuat sedemikian menarik sehingga mendapatkan karakter yang benar-benar sesuai
dengan karakter orang tua pada masa kini.
Dalam naskah drama ini,
diceritakan bahwa tokoh Ayah (Bapak Rustam) merupakan orang yang sangat pintar
berbicara namun sangat keras kepala, suka memaksakan kehendak, menganggap hanya
pemikirannyalah yang benar. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui dialog
antartokoh yang terdapat pada babak pertama bagian ketiga berikut ini:
Bapak : Yak! Zaman sekarang memang
zamannya pedagang. Dan zaman yang akan datang…
Ibu : … zamannya robot-robot
dan angka-angka. Menjijikkan sekali.
Bapak : Kamu boleh bilang
menjijikkan tapi yang pasti bukan zamannya pengkhayal-pengkhayal.
Ibu : Mulai ngaco. Bagaimana
bisa kamu menyebut ahli sejarah sebagai pengkhayal?
Bapak :
Karena buat saya orang yang bekerja sia-sia, yang tidak menghasilkan uang
berarti pengkhayal konyol. Boleh saja orang semacam itu hidup kalau mereka bisa
hidup tanpa usus dan perut besar. (halaman
11)
Ayah dalam naskah ini juga
mempunyai karakter membanding-bandingkan, sebuah karakter yang benar-benar
sangat banyak dimiliki oleh para ayah pada masa sekarang. Hal tersebut dapat
dilihat pada babak pertama bagian ketiga sebagai berikut:
Bapak : Aa, Ii duduk. Kalian boleh
menyumbangkan pikiran atau menyatakan sikap kalian dalam diskusi ini.
Aa : Diskusi apa ini? Kok
resmi amat bicaranya.
Bapak : sebagai seorang ekonom
lebih baik kamu duduk dulu. Prinsip-prinsip ekonomi kamu barangkali akan
memperkuat tesis papa. Juga kamu Ii, sekalipun tidak langsung sebagai calon
apoteker, kamu pasti akan bisa membuat mamamu melek terhadap kenyataan-kenyataan
sekarang.
…
Bapak : Karena ukuran-ukuran yang
menguntungkan. Tepat! Karena kepintaran Lidia secara ekonomis menguntungkan
atau diharapkan akan bisa menguntungkan untuk rumah tangga kalian. Begitu, kan?
Aa : Saya kira.
Bapak : Kamu betul-betul seorang
realis yang mengagumkan. Tidak sia-sia
kamu jadi anak saya. Sekarang Ii.
Ii : Saya kan belum punya
calon suami.
Bapak : Semut pun tahu itu dan
papa tidak akan menanyakan soal itu. Pertanyaan papa sederhana saja. Kenapa
kamu memilih lapangan farmasi?
Ii : Karena Ii suka.
…
Bapak :
Luar biasa. Kalian betul-betul benih masa depan yang siap. Nah Ma, kamu sudah
dengar sendiri pernyataan mereka tentang zaman mereka nanti. Kalau diusut
secara logis dasar dan cara berpikir mereka jelas-jelas mencerminkan bentuk dan
sifat hubungan kita masa depan, yaitu hubungan yang dingin yang selalu
dilandasi ukuran komersial.
Dalam dialog tersebut diatas
merupakan sebuah contoh sebuah realita masa kini yang benar-benar terjadi dan
tidak hanya terdapat dalam sebuah naskah drama saja. Pada masa kini, seorang
ayah dianggap sebagai sebuah kepala yang semua anggota keluarga harus menuruti
keinginannya. Anak dianggap durhaka bila ia tidak menuruti keinginan ayahnya,
sehingga secara terpaksa anak harus mengikuti keinginan ayahnya dan
mengesampingkan impiannya sendiri.
Tidak hanya tokoh Ayah yang
karakternya relevan dengan kehidupan masa kini, karakter Ibu (Ibu Rustam) juga
sangat relevan dengan masa kini. Ibu diceritakan mempunyai karakter yang sangat
menyayangi anaknya, mampu memberikan apapun untuk anak-anaknya, namun ia sangat
mudah untuk dipengaruhi dan dibodohi akibat rasa sayangnya kepada anaknya. Hal
tersebut dapat dibuktikan melalui dialog antartokoh yang terdapat pada babak
pertama bagian kedelapan berikut ini:
Oom : Lima tahun atau tepatnya
seribu delapan ratus dua puluh lima hari Uu berkeliling memasuki kantor demi
kantor, namun tidak satu pun kantor yang sudi membuka pintunya.
Bapak : Bahkan jendelanya pun
tidak.
Tante : Bahkan pintu pagarnya
sekalipun, pintu belakangnya, pintu wesenya.
Oom : Semua pintu! Ahli sejarah
dan sejenisnya telah dianggap penderita sampar dan dijauhi masyarakat.
Ibu : Uu nasibmu!
…
Ibu : Lalu bagaimana
solusinya?
Oom : Bunuh diri dan mayatnya
yang terkapar di Jalan Thamrin itu sama sekali tidak disentuh orang dan dalam
satu jam sudah rata dengan aspal jalan itu dilindas oleh kendaraan-kendaraan
yang lewat tak putus-putus.
Ibu : Bahkan mayatnya tidak
berharga?
Oom : Sama sekali.
Ibu :
Tidak! Tidak boleh jadi itu! Kita harus mencegah sebelum peristiwa naas itu
betul-betul terjadi. Kita tidak boleh diam. (halaman 42-43)
Dewasa, realita yang terjadi
yang sesuai dengan dialog tersebut tidak sepenuhnya sama. Pada masa kini,
seorang ibu tidak dengan mudah dipengaruhi oleh perkataan seperti yang terdapat
dalam naskah drama ini, namun dipengaruhi dengan hasil nyata yang diperlihatkan
oleh anak orang lain. Pada masa sekarang, ibu-ibu termakan oleh tipu daya
televisi yang selalu menunjukkan bahwa anak yang hebat dan membanggakan adalah
anak yang menjadi pemimpin perusahaan, dokter, banker, dan lain sebagainya.
Pada dialog-dialog antartokoh
diatas merupakan sebuah problematika kehidupan yang masih sering terjadi
disebuah keluarga, dimana orang tua memaksakan kehendaknya kepada anak. Hal
tersebut masih terjadi hingga kini, tidak sedikit anak-anak yang menjalankan
pendidikannya atas paksaan orang tua. Sehingga, naskah drama yang dibuat pada
tahun 1994 ini masih sangat relevan dan sangat sesuai dengan masa kini yang
telah memasuki abad ke-22.
Pada masa kini, pendidikan
anak-anak bahkan masih belum mendapatkan kebebasan sesuai minat dan keinginan
seorang anak. Orang tua masih sering menurunkan tangannya untuk ikut campur
dalam memilih masa depan anak, sehingga anak tidak lagi sebuah subjek yang
menuliskan dan menata kehidupan masa depannya melainkan sebuah objek yang hanya
menjalankan urutan-urutan kehidupan yang telah dituliskan orang tua.
Selain orang tua,
karakter-karakter tokoh yang sangat relevan dengan kehidupan masa kini adalah
karakter-karakter dari teman SMA Uu. Mereka adalah Berlin, Sitegal, Ketua Kelas,
dan lain-lain. Mereka bersifat meremehkan, hal tersebut terbukti dari dialog
antartokoh pada babak pertama bagian keempat sebagai berikut:
Berlin :
Yang lucu tidak ada! Yang ada tragis!
Sitegal :
Memilih kok Jurusan Sejarah. Kok ndak jurusan silat saja.
Uu :
Kalau saya mau saya pilih jurusan silat. Memangnya kenapa? Yang penting kan
mau.
Berlin :
Mau sih boleh saja mau. Saya juga banyak maunya.
Ketua :
Sebentar. Uu, bagaimana saya tetap dan akan selalu menjadi bekas ketua kelas
kita. Jadi sedikit banyak saya punya saran pasti akan berharga. Begini.
Seseorang :
Mudah-mudahan dia insaf.
Yang lain : Milih kok daerah gundul. (halaman 15)
Dari dialog antartokoh diatas
telihat betapa teman-teman Uu meremehkan pilihan yang dipilih Uu, mereka
seakan-akan telah melihat Uu gagal di masa depan. Pada masa kini, pertemanan
seperti ini masih seringkali terjadi bahkan pada masa kini tidak terlalu
kentara seperti yang terdapat dalam naskah ini. Pada masa sekarang, teman
sering kali menyemangati pilihan yang dipilih oleh temannya, memberikan
dukungan penuh untuk temannya agar percaya diri pada jurusan yang dipilihnya,
namun dibelakang temannya tersebut ia justru menjelek-jelekkan pilihan jurusan
temannya, mengatai pilihan jurusan temannya adalah jurusan paling bodoh yang
pernah didengar. Pertemanan kini justru jauh lebih renggang bila dibandingkan
naskah drama ini, meskipun begitu masih terdapat kesamaan sekalipun tidak
secara persis.
Arifin C. Noer yang menuliskan
naskah drama ini pada tahun 1990-an telah memberikan gambaran yang sangat jelas
bagaimana psikologi anak yang dapat terganggu hanya karena paksaan dari orang
tua dan ejekan dari teman-temannya. Arifin C. Noer memberikan amanat-amanat
terserirat dalam naskah drama ini dengan selingan-selingan komedi yang semakin
membuat drama ini sangat menarik.
Simpulan
Drama adalah komposisi syair atau prosa yang
diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku
(akting) atau dialog yang dipentaskan. Salah satu penulis naskah drama di
Indonesia adalah Arifin C. Noer dan salah satu karyanya ialah Aa-Ii-Uu yang
diterbitkan pertama kali oleh PT Temprina pada tahun 1994.
Arifin C. Noer berhasil menjadikan
naskah drama Aa-Ii-Uu menjadi sebuah naskah drama yang sangat patut untuk
diapreasi lebih karena isi cerita yang terdapat dalam drama yang masih bisa disesuaikan
dengan kehidupan dan kondisi masa kini. Arifin C. Noer mampu memberikan sebuah
cerita yang dapat diterima dalam kurun waktu yang sangat lama karena isi dalam
naskah drama Aa-Ii-Uu tersebut sangat relevan dengan kehidupan dan kondisi masa
kini.
Referensi
Noer,
Arifin C..2006. Aa-Ii-Uu. Jakarta: PT
Pustaka Utama Grafiti.
Wikipedia.
“Arifin C. Noer”. http://id.wikipedia.org/arifin-c-noer diakeses pada 1 Juni 2015
pukul 21.39 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar