Jumat, 30 Maret 2018

Analisis Karakter Tokoh pada Naskah Drama Aa-Ii-Uu melalui Dialog Antartokoh dan Kaitannya dengan Kondisi Masa Kini


ANALISIS KARAKTER TOKOH PADA NASKAH DRAMA AA-II-UU MELALUI DIALOG ANTARTOKOH DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI MASA KINI
Alfa Sayyidah

Aa-Ii-Uu merupakan sebuah naskah drama yang ditulis oleh Arifin C. Noer pada tahun 1994. Naskah drama ini bertemakan pertentangan antara orang tua dan anak. Drama ini menceritakan tentang orang tua Uu yang menentangnya untuk melanjutkan pendidikan dijurusan sejarah. Karakter-karakter tokoh dalam naskah drama ini terlihat sangat jelas dalam dialog-dialog antartokoh, dimana dialog-dialog tersebut mencerminkan sebuah pertentangan yang sampai sekarang masih terjadi. Pertentangan mengenai orang tua yang memaksakan kehendaknya pada sebuah pilihan untuk meneruskan studi seorang anak yang hingga sekarang masih sering terjadi. Arifin C. Noer menjadikan naskah drama ini sangat patut untuk diapreasi lebih karena isi cerita yang terdapat dalam drama yang masih bisa disesuaikan dengan kehidupan dan kondisi masa kini. Arifin C. Noer mampu memberikan sebuah cerita yang dapat diterima dalam kurun waktu yang sangat lama karena isi dalam naskah drama Aa-Ii-Uu tersebut sangat relevan dengan kehidupan dan kondisi masa kini.
Kata kunci: karakter tokoh, dialog, drama

Pendahuluan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan.
Istilah “drama” dan “teater” dibawa oleh kebudayaan Barat. Dimana asal “drama” dan “teater” kedua pengertian ini berasal dari upacara agama, yaitu pemujaan dewa. Drama sudah mengandung arti “kejadian”, “risalah”, “karangan” dalam zaman Aeschylus (525—456 SM). Sedangkan Theatron, yang diturunkan dari kata theaomai “dengan takjub memandang”, mewakili tiga pengertian: 1) gedung pertunjukan, panggung; 2) publik auditorium;  3) karangan tonil.
Sebuah drama pada umumnya menyangkut dua aspek, yakni aspek cerita sebagai bagian dari sastra, dan yang kedua adalah aspek pementasan yang berhubungan erat dengan seni lakon atau teater. Kedua aspek di atas walaupun sepintas lalu seperti dapat terpisah, yang satu berupa naskah dan yang lain berupa pementasan, namun pada dasarnya merupakan suatu totalitas. Artinya, sewaktu naskah tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu pementasan tidak dapat menghindari dari garis umum naskah.



Drama mempunyai tiga dimensi: sastra, gerakan, dan ujaran. Oleh karena itu, naskah drama tidak disusun khusus untuk dibaca sebagaimana prosa atau puisi, tetapi sejak awal dalam penciptaan naskah drama telah dipertimbangkan kemungkinan naskah drama dapat diterjemahkan ke dalam penglihatan, suara, dan gerak laku. Drama memberi pengaruhemosional yang lebih kuat dibandingkan dengan karya sastra yang lain. Hal ini disebabkan, drama dengan segala peristiwa yang ditampilkan langsung dapat dilihat oleh penonton.
Bagi sebagian besar orang, menonton drama lebih menyenangkan dan menghasilkan pengalaman yang lebih lama diingat dibandingkan dengan membaca novel. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi dan intensitas emosi yang tercipta karena melihat dan mendengar langsung peristiwa-peristiwa itu terjadi.
Drama disusun dengan suatu keterbatasan. Ia dibatasi oleh dua konvensi, yaitu: intensitas dan konsentrasi. Kedua konvensi ini ada karena mempertimbangkan kemungkinan daya atau kemampuan mengikuti pementasan publik drama. Drama telah mengalami “pemerasan” bagian-bagian penting sedemikian rupa sehingga hanya hal-hal yang memberi efek emosional “Luar Biasa” yang ditampilkan.
Keterbatasan pemain-pemain secara fisik. Salah satu keterbatasan drama secara fisik kalau dibandingkan dengan karya sastra yang lain adalah: drama hanya menyangkut masalah manusia dan kemanusiaan semata. Drama memiliki keterbatasan pemanfaatan objek material. Drama memiliki keterbatasan bukan saja dari segi artistik, tetapi juga dari segi kepantasan. Drama dibatasi oleh keterbatasan intelegensia rata-rata penonton. Misalnya, cerita yang memberikan unsur-unsur susila dalam prosa unsur tersebut dapat ditampilkan dengan kata-kata bahkan dapat dijelaskan secara detail dan dalam puisi juga terkadang dapat menggunakan unsur tersebut, sedangkan drama tidak bisa menampilkan unsur-unsur tersebut karena “tidak pantas” untuk dipertontonkan. Selain itu, drama juga memiliki episode dan jumlah alur yang terbatas.
Salah satu penulis naskah drama yang Indonesia miliki ialah Arifin C. Noer. Ia lahir di Cirebon pada tanggal 10 Maret tahun 1941. Ia memulai karir dibidang seni sejak ia masih duduk di bangku SMP, dimana saat itu ia rutin mengirimkan cerpen-cerpen buatannya pada majalah mingguan, ia juga rutin mengirimkan naskah sandiwara dan puisi karangannya pada RRI Cirebon. Di bangku kuliah, Arifin C. Noer mulai memfokuskan kegiatannya pada bidang seni peran, ia bergabung dengan teater Muslim dan menerbitkan karya pertamanya berjudul “Mega: Sandiwara Tiga Bagian” pada tahun 1966.
Karya-karyanya semakin banyak dipublikasikan setelah Arifin C. Noer mendirikan Tater Ketjil di Jakarta, bahkan tidak sedikit karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Karya-karya Arifin C. Noer dianggap sangat menarik dan ia dianggap sebagai pengembang seni teater eksperimental yang menjadikan rupa-rupa teater Indonesia sebagai sumber kreativitas. Karya-karya Arifin C. Noer tidak dapat diragukan lagi, karya-karyanya telah mendapatkan banyak penghargaan baik penghargaan lokal maupun internasional.
Lulusan Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta ini dikenal sebagai sastrawan yang membela kaum miskin. Arifin C. Noer meninggal pada usia ke 54 karena penyakit kanker dengan memberikan karya dan konsep teater eksperimentalnya yang banyak digunakan sebagai pedoman teater masa kini.
Salah satu naskah drama karya Arifin C. Noer yang masih relevan pada kehidupan dan kondisi masa kini ialah naskah drama berjudul “Aa-Ii-Uu” yang terbit untuk pertama kalinya pada tahun 1994 oleh PT Temprina. Naskah drama ini merupakan salah satu drama yang dipandang sarat muatan kritik sosial dimana naskah drama ini yang menggambarkan tentang sikap orang tua yang seringkali memaksakan kehendaknya pada anak-anaknya, termasuk dalam hal pendidikan.
Ada beberapa alasan yang melandasi dipilihnya karya Arifin C. Noer sebagai bahan penelitian. Salah satu alasannya adalah bahwa naskah-naskahnya menarik minat para teaterawan dari generasi yang lebih muda sehingga karyanya banyak dipentaskan di mana-mana. Karya-karyanya telah memberi sumbangan yang besar bagi perkembangan seni peran di Indonesia (Ensiklopedia Tokoh Indonesia, 2005).
Drama Aa-Ii-Uu mencerminkan pandangan dunia Arifin C. Noer terhadap kondisi sosial di Indonesia pada tahun 1990-an. Pada saat itu pemikiran masyarakat, khususnya para orang tua, memandang bahwa pendidikan yang mampu menghasilkan pekerjaan dengan nilai komersial tinggi lebih baik dibandingkan dengan pendidikan humaniora. Pandangan keliru seperti inilah yang dikritis oleh Arifin C. Noer melalui tokoh ”Uu” dalam karyanya yang dibuat pada tahun 1994 tersebut.
Naskah drama berjudul Aa-Ii-Uu ini menceritakan tentang tentang tokoh Uu yang digambarkan sebagai seorang siswa SMA yang akan menghadapi ujian dan ia ingin melanjutkan pendidikannya di jurusan sejarah. Pemilihan jurusan yang diambil oleh tokoh Uu tentu saja ditentang oleh ayahnya serta keluarganya yang lain, mereka menganggap bahwa jurusan tersebut tidak memiliki nilai komersial seperti jurusan ekonomi ataupun farmasi yang ditempuh oleh kakak-kakaknya, Aa dan Ii. Pandangan bahwa jurusan yang dipilih oleh tokoh Uu tidak bernilai ekonomi tidak hanya datang dari keluarga Uu. Teman-teman Uu bahkan mengatakan bahwa Uu akan menambah angka kemiskinan dengan memilih jurusan tersebut. Uu yang tidak menyerah akhirnya memberontak dan mengurung dirinya dalam dan enggan untuk bertemu dengan siapapun kecuali ibunya, ia bahkan menolak untuk makan. Ayahnya berusaha mencari cara untuk membujuk Uu keluar, dimulai dari mendatangkan Oom dan Tante Uu, kemudian meyakinkan ibu Uu dan lain sebagainya. Sampai kemudian ibu Uu termakan oleh ucapan ayah, oom, dan tante Uu sehingga suatu malam ia menceritakan dongeng kepada Uu yang menjadikan Uu seperti robot. Disinilah konflik muncul, dimana semua orang dibingungkan oleh tingkah Uu yang kemudian diikuti oleh kakak-kakaknya yang berperilaku sama. Hingga, keluarga Uu mendatangkan sebuah dukun untuk menyembuhkan mereka. Drama ini diakhiri dengan persetujuan keluarga Uu untuk memilih jurusan yang ia sukai.

Pembahasan
Naskah drama Aa-Ii-Uu merupakan naskah drama yang berisikan mengenai pendapat Arifin C. Noer akan kondisi sosial pada tahun 1990-an, dimana tokoh-tokoh dalam naskah drama ini dibuat sedemikian menarik sehingga mendapatkan karakter yang benar-benar sesuai dengan karakter orang tua pada masa kini.
Dalam naskah drama ini, diceritakan bahwa tokoh Ayah (Bapak Rustam) merupakan orang yang sangat pintar berbicara namun sangat keras kepala, suka memaksakan kehendak, menganggap hanya pemikirannyalah yang benar. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui dialog antartokoh yang terdapat pada babak pertama bagian ketiga berikut ini:
Bapak  : Yak! Zaman sekarang memang zamannya pedagang. Dan zaman yang akan datang…
Ibu       : … zamannya robot-robot dan angka-angka. Menjijikkan sekali.
Bapak  : Kamu boleh bilang menjijikkan tapi yang pasti bukan zamannya pengkhayal-pengkhayal.
Ibu       : Mulai ngaco. Bagaimana bisa kamu menyebut ahli sejarah sebagai pengkhayal?
Bapak  : Karena buat saya orang yang bekerja sia-sia, yang tidak menghasilkan uang berarti pengkhayal konyol. Boleh saja orang semacam itu hidup kalau mereka bisa hidup tanpa usus dan perut besar. (halaman 11)
Ayah dalam naskah ini juga mempunyai karakter membanding-bandingkan, sebuah karakter yang benar-benar sangat banyak dimiliki oleh para ayah pada masa sekarang. Hal tersebut dapat dilihat pada babak pertama bagian ketiga sebagai berikut:
Bapak  : Aa, Ii duduk. Kalian boleh menyumbangkan pikiran atau menyatakan sikap kalian dalam diskusi ini.
Aa       : Diskusi apa ini? Kok resmi amat bicaranya.
Bapak  : sebagai seorang ekonom lebih baik kamu duduk dulu. Prinsip-prinsip ekonomi kamu barangkali akan memperkuat tesis papa. Juga kamu Ii, sekalipun tidak langsung sebagai calon apoteker, kamu pasti akan bisa membuat mamamu melek terhadap kenyataan-kenyataan sekarang.
Bapak  : Karena ukuran-ukuran yang menguntungkan. Tepat! Karena kepintaran Lidia secara ekonomis menguntungkan atau diharapkan akan bisa menguntungkan untuk rumah tangga kalian. Begitu, kan?
Aa       : Saya kira.
Bapak  : Kamu betul-betul seorang realis yang mengagumkan. Tidak sia-sia  kamu jadi anak saya. Sekarang Ii.
Ii          : Saya kan belum punya calon suami.
Bapak  : Semut pun tahu itu dan papa tidak akan menanyakan soal itu. Pertanyaan papa sederhana saja. Kenapa kamu memilih lapangan farmasi?
Ii          : Karena Ii suka.
Bapak  : Luar biasa. Kalian betul-betul benih masa depan yang siap. Nah Ma, kamu sudah dengar sendiri pernyataan mereka tentang zaman mereka nanti. Kalau diusut secara logis dasar dan cara berpikir mereka jelas-jelas mencerminkan bentuk dan sifat hubungan kita masa depan, yaitu hubungan yang dingin yang selalu dilandasi ukuran komersial.
Dalam dialog tersebut diatas merupakan sebuah contoh sebuah realita masa kini yang benar-benar terjadi dan tidak hanya terdapat dalam sebuah naskah drama saja. Pada masa kini, seorang ayah dianggap sebagai sebuah kepala yang semua anggota keluarga harus menuruti keinginannya. Anak dianggap durhaka bila ia tidak menuruti keinginan ayahnya, sehingga secara terpaksa anak harus mengikuti keinginan ayahnya dan mengesampingkan impiannya sendiri.
Tidak hanya tokoh Ayah yang karakternya relevan dengan kehidupan masa kini, karakter Ibu (Ibu Rustam) juga sangat relevan dengan masa kini. Ibu diceritakan mempunyai karakter yang sangat menyayangi anaknya, mampu memberikan apapun untuk anak-anaknya, namun ia sangat mudah untuk dipengaruhi dan dibodohi akibat rasa sayangnya kepada anaknya. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui dialog antartokoh yang terdapat pada babak pertama bagian kedelapan berikut ini:
Oom    : Lima tahun atau tepatnya seribu delapan ratus dua puluh lima hari Uu berkeliling memasuki kantor demi kantor, namun tidak satu pun kantor yang sudi membuka pintunya.
Bapak  : Bahkan jendelanya pun tidak.
Tante   : Bahkan pintu pagarnya sekalipun, pintu belakangnya, pintu wesenya.
Oom    : Semua pintu! Ahli sejarah dan sejenisnya telah dianggap penderita sampar dan dijauhi masyarakat.
Ibu       : Uu nasibmu!
Ibu       : Lalu bagaimana solusinya?
Oom    : Bunuh diri dan mayatnya yang terkapar di Jalan Thamrin itu sama sekali tidak disentuh orang dan dalam satu jam sudah rata dengan aspal jalan itu dilindas oleh kendaraan-kendaraan yang lewat tak putus-putus.
Ibu       : Bahkan mayatnya tidak berharga?
Oom    : Sama sekali.
Ibu       : Tidak! Tidak boleh jadi itu! Kita harus mencegah sebelum peristiwa naas itu betul-betul terjadi. Kita tidak boleh diam. (halaman 42-43)
Dewasa, realita yang terjadi yang sesuai dengan dialog tersebut tidak sepenuhnya sama. Pada masa kini, seorang ibu tidak dengan mudah dipengaruhi oleh perkataan seperti yang terdapat dalam naskah drama ini, namun dipengaruhi dengan hasil nyata yang diperlihatkan oleh anak orang lain. Pada masa sekarang, ibu-ibu termakan oleh tipu daya televisi yang selalu menunjukkan bahwa anak yang hebat dan membanggakan adalah anak yang menjadi pemimpin perusahaan, dokter, banker, dan lain sebagainya.
Pada dialog-dialog antartokoh diatas merupakan sebuah problematika kehidupan yang masih sering terjadi disebuah keluarga, dimana orang tua memaksakan kehendaknya kepada anak. Hal tersebut masih terjadi hingga kini, tidak sedikit anak-anak yang menjalankan pendidikannya atas paksaan orang tua. Sehingga, naskah drama yang dibuat pada tahun 1994 ini masih sangat relevan dan sangat sesuai dengan masa kini yang telah memasuki abad ke-22.
Pada masa kini, pendidikan anak-anak bahkan masih belum mendapatkan kebebasan sesuai minat dan keinginan seorang anak. Orang tua masih sering menurunkan tangannya untuk ikut campur dalam memilih masa depan anak, sehingga anak tidak lagi sebuah subjek yang menuliskan dan menata kehidupan masa depannya melainkan sebuah objek yang hanya menjalankan urutan-urutan kehidupan yang telah dituliskan orang tua.
Selain orang tua, karakter-karakter tokoh yang sangat relevan dengan kehidupan masa kini adalah karakter-karakter dari teman SMA Uu. Mereka adalah Berlin, Sitegal, Ketua Kelas, dan lain-lain. Mereka bersifat meremehkan, hal tersebut terbukti dari dialog antartokoh pada babak pertama bagian keempat sebagai berikut:
Berlin         : Yang lucu tidak ada! Yang ada tragis!
Sitegal        : Memilih kok Jurusan Sejarah. Kok ndak jurusan silat saja.
Uu              : Kalau saya mau saya pilih jurusan silat. Memangnya kenapa? Yang penting kan mau.
Berlin         : Mau sih boleh saja mau. Saya juga banyak maunya.
Ketua         : Sebentar. Uu, bagaimana saya tetap dan akan selalu menjadi bekas ketua kelas kita. Jadi sedikit banyak saya punya saran pasti akan berharga. Begini.
Seseorang  : Mudah-mudahan dia insaf.
Yang lain    : Milih kok daerah gundul. (halaman 15)
Dari dialog antartokoh diatas telihat betapa teman-teman Uu meremehkan pilihan yang dipilih Uu, mereka seakan-akan telah melihat Uu gagal di masa depan. Pada masa kini, pertemanan seperti ini masih seringkali terjadi bahkan pada masa kini tidak terlalu kentara seperti yang terdapat dalam naskah ini. Pada masa sekarang, teman sering kali menyemangati pilihan yang dipilih oleh temannya, memberikan dukungan penuh untuk temannya agar percaya diri pada jurusan yang dipilihnya, namun dibelakang temannya tersebut ia justru menjelek-jelekkan pilihan jurusan temannya, mengatai pilihan jurusan temannya adalah jurusan paling bodoh yang pernah didengar. Pertemanan kini justru jauh lebih renggang bila dibandingkan naskah drama ini, meskipun begitu masih terdapat kesamaan sekalipun tidak secara persis.
Arifin C. Noer yang menuliskan naskah drama ini pada tahun 1990-an telah memberikan gambaran yang sangat jelas bagaimana psikologi anak yang dapat terganggu hanya karena paksaan dari orang tua dan ejekan dari teman-temannya. Arifin C. Noer memberikan amanat-amanat terserirat dalam naskah drama ini dengan selingan-selingan komedi yang semakin membuat drama ini sangat menarik.

Simpulan
Drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Salah satu penulis naskah drama di Indonesia adalah Arifin C. Noer dan salah satu karyanya ialah Aa-Ii-Uu yang diterbitkan pertama kali oleh PT Temprina pada tahun 1994.
Arifin C. Noer berhasil menjadikan naskah drama Aa-Ii-Uu menjadi sebuah naskah drama yang sangat patut untuk diapreasi lebih karena isi cerita yang terdapat dalam drama yang masih bisa disesuaikan dengan kehidupan dan kondisi masa kini. Arifin C. Noer mampu memberikan sebuah cerita yang dapat diterima dalam kurun waktu yang sangat lama karena isi dalam naskah drama Aa-Ii-Uu tersebut sangat relevan dengan kehidupan dan kondisi masa kini.

Referensi
Noer, Arifin C..2006. Aa-Ii-Uu. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
Wikipedia. “Arifin C. Noer”. http://id.wikipedia.org/arifin-c-noer diakeses pada 1 Juni 2015 pukul 21.39 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar