BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Puisi adalah bentuk
kesusastraan yang paling tua. Sejak kelahirannya, puisi sudah menunjukkan
ciri-ciri khas yang telah kita kenal sekarang meskipun puisi telah mengalami
perkembangan dan perubahan tahun demi tahun. Sejak di dalam konsepnya, seorang
penyair telah mengkonsentrasikan segala kekuatan bahasa dan mengkonsentrasikan
gagasan untuk melahirkan puisi. Untuk memahami puisi muncullah ciri-ciri
karakteristik puisi dan unsur-unsur yang membedakan puisi dari karya sastra yang
lainnya. Dari segi bentuk fisik yang terlihat dalam karya tulis dan dari segi
bentuk pengucapan batinnya puisi menunjukkan perbedaannya dengan prosa dan
drama.
Dalam menghadapi sebuah
puisi, kita tidak hanya berhadapan dengan unsur kebahasaan yang meliputi
serangkaian kata-kata indah, namun juga merupakan kesatuan bentuk pemikiran
atau struktur makna yang hendak diucapkan oleh penyair. Pada pokoknya puisi
dibangun oleh dua unsur pokok, yakni struktur fisik yang berupa bahasa yang
digunakan dan struktur batin atau struktur makna, yakni pikiran dan perasaan
yang diungkapkan oleh penyair. Kedua unsur tersebut merupakan kesatuan yang
saling jalin-menjalin secara fungsional. Penyair mempunyai maksud tertentu
mengapa baris-barisnya dan bait-baitnya disusun sedemikian rupa, mengapa
digunakan kata-kata, lambang, kiasan, dan lain sebagainya. Bahkan, karena yang
digunakan adalah kata-kata yang dikonsentrasikan, yang dipadatkan, maka semua
yang diungkapkan oleh penyair harus bermakna. Tidak boleh mengungkapkan sesuatu
tanpa makna dan maksud yang terkandung.
Dalam makalah ini, penulis
ingin menjabarkan mengenai analisis semiotik
yang terdapat dalam kumpulan puisi berjudul Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib.
Anilisis ini bertujuan untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam
sajak-sajak dalam sebuah puisi. Menurut Rachmat Djoko Pradopo (2012: 120-121),
menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak
karena karya sastra merupakan struktur yang bermakna dan juga memiliki sistem
tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa.
Bahasa sebagai medium karya
sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan
yang mempunyai arti. Sistem ketandaan itulah yang selanjutnya disebut dengan
semiotik.
Kumpulan puisi berjudul
Lautan Jilbab oleh Emha Ainun Nadjib ini diterbitkan pertama kali pada tahun
1989 dengan judul Syair Lautan Jilbab,
yang kemudian diperbaharui pada tahun 1991 dengan judul Lautan Jilbab. Di dalam kumpulan puisi tersebut terdapat 33 puisi
dengan tema islami yakni tentang wanita dengan berbagai judul yang sangat
menarik. Dalam makalah ini, penulis akan menganalisis beberapa puisi yang
terdapat didalam kumpulan puisi tersebut dengan menggunakan metode analisis
semiotik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), semiotik adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan
manusia. Sehingga, analisis semiotik yang dipakai penulis dalam makalah ini
ialah analisis yang bertujuan untuk menganalisa tanda dan lambang yang
berartikan makna atas bahasa yang digunakan dalam puisi-puisi Lautan Jilbab.
II.
Rumusan
Masalah
1. Siapakah
Emha Ainun Nadjib?
2. Bagaimana
analisis semiotik dalam puisi-puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi Lautan
Jilbab karya Emha Ainun Nadjib?
III.
Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dan manfaat penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui makna-makna bahasa sebagai sistem semiotik
yang digunakan dalam kumpulan puisi Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Perkembangan
Puisi di Indonesia
Dalam perkembangannya di Indonesia,
dikenal berbagai jenis tipografi dan model puisi yang menunjukkan struktur
puisi tersebut. Ciri-ciri struktur puisi dari jaman ke jaman dan dari periode
ke periode tidak hanya ditandai oleh perbedaan unsur fisik, tetapi juga oleh
struktur makna atau tematiknya. Perkembangan puisi di Indonesia diawali dengan
munculnya mantra yang merupakan puisi tertua di dunia.
Mantra terdapat di dalam
kesusastraan daerah di seluruh Indonesia yang berhubungan erat dengan sikap
religius manusia sehingga mantra bersifat sakral. Kemudian, muncullah pantun
dan syair yang merupakan jenis puisi lama yang paling terkenal. Pantun dan
syair menunjukkan ikatan yang kuat dalam struktur kebahasaan atau tipografik
atau struktur fisiknya yang bersifat anonim atau menyembunyikan penciptanya.
Pantun sendiri ialah puisi asli Indonesia, hampir di semua daerah di Indonesia
terdapat tradisi berpantun. Kemudian terdapat pula puisi jawa yang memiliki
keunikan yakni struktur fisik dan struktur batin berpadu dengan seksama yang
artinya struktur fisik tidak dapat dilepaskan dari struktur batin dan begitu
juga sebaliknya.
Selanjutnya ialah puisi baru, yakni
Angkatan Balai Pustaka yang pada penulisannya masih banyak dipengaruhi oleh
puisi lama dan Angkatan Pujangga Baru yang benar-benar menciptakan puisi baru.
Angkatan Pujangga Baru berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan-ikatan puisi
lama sekalipun ikatan itu masih sedikit terlihat pada puisi baru. Selanjutnya,
perkembangan puisi Indonesia beralih pada
Puisi Angkatan 45 yang benar-benar
terjadi revolusi dalam puisi, ikatan puisi lama sudah benar-benar ditinggalkan
dengan Chairil Anwar sebagai pelopor berdirinya bentuk puisi pada masa ini.
kemudian yang terakhir ialah puisi kontemporer dimana Sutardji Calzoum Bachri
sebagai pembaharu dunia puisi di Indonesia.
II.
Biografi
Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
atau yang biasa disapa dengan Cak Nun dilahirkan di Menturo, Sumobito, Jombang,
Jawa Timur pada tanggal 27 Mei 1953. Ia adalah putra keempat dari lima belas
bersaudara dari pasangan H.A. Lathif dan Halimah.
Setelah ia
tamat Sekolah Dasar di desanya ia melanjutkan pendidikannya di Pondok Modern
Gontor. Pada tahun 1968, ia dikeluarkan dari Pondok Gontor akibat melakukan
demo melawan pimpinan pondok karena sistem pondok yang kurang baik. Kemudian,
ia dipindahkan ke Yogyakarta dan menempuh ujian di SMP Muhammadiyah IV
Yogyakarta, kemudian dilanjutkan di SMA Muhammadiyah IV Yogyakarta. Pada masa
SMA, ia lagi-lagi berpindah sekolah di SMA 1 Yogyakarta. Hingga pendidikannya
berakhir di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang hanya
ditempuhnya dengan kurun waktu 4 bulan.
Cak Nun
mulai mempelajari sastra antara tahun
1970-1975 pada guru yang sangat dikaguminya, Umbu Landu Paranggi yang
kemudian menjadi orang yang paling berpengaruh dalam kehidupan Cak Nun. Pada
masa ini, ia menjalani proses kreatif bersama penyanyi Ebiet G. Ade, penyair
Eko Tunas, dan penulis EH. Kartanegara.
Cak Nun
mengikuti lokakarya teater di Filipina pada tahun 1980, International Writing Program di
Universitas Lowa, Amerika Serikat pada tahun 1984, Festival Penyair
Internasional di Rotterdam, Belanda pada tahun 1984, dan Festival Horizonte III
di Berlin Barat, Jerman pada tahun 1985.
Dalam
kesehariannya, Cak Nun terjun langsung di masyarakat dan melakukan
aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama,
pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensi rakyat. Kajian-kajian
islami yang diselenggarakan Cak Nun antara lain: Jamaah Maiyah Kenduri Cinta di
Jakarta, Mocopat Syafaat Yogyakarta, Padhangmbulan Jombang, Gambang Syafaat
Semarang, Bangbang Wetan Surabaya, Paparandang Ate Mandar, Maiyah Baradah
Sidoarjo, Obro Ilahi Malang, Hongkong dan Bali.
Cak Nun
juga aktif dalam dunia teater yang berawal dari jaringan kesenian melalui
Sanggar Bambu. Ia aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta
pementasan drama.
Cak Nun
telah menghasilkan puluhan karya yang terdiri dari puisi, cerpen, buku, hingga
naskah drama. Di Indonesia, namanya dikenal sebagai seorang seniman, budayawan,
penyair, pemikir. Ia adalah salah tokoh intelektual di Indonesia yang mengusung
napas islami. Menjelang jatuhnya pemerintahan Soeharto, ia merupakan salah satu
tokoh yang diundang di Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian
kalimatnya diadopsi oleh Soeharto, yakni “Ora
dadi presiden ora patheken”.
III.
Analisis
Semiotik Pada Kumpulan Puisi Lautan Jilbab
Penyangga
`Arsy
O, beribu
jilbab!
O, lautan!
Bergerak ke
cakrawala
Lautan penyangga
Beribu jilbab
perawat peradaban
Barisan ummat
terjaga dari tidur
Pergi berdayun
memasuki diri sendiri
Lautan jilbab
Bersemayam
dijagat mut mainna
Bergerak diwarga
iman, belajar menyapa dusta
Biarkan air mata
mengucur
Tapi jangan
kalian menangis
Duka
membelit-belit
Tapi kalian tak
bersedih
Kuman apa yang
kalian sandang dari tangan sejarah?
Dari abad yang
tak kenal diri sendiri?
Tangan kalian mengepal
Memukul-mukul
dada
Amarah kalian
menggumpal
Namun jiwa
lembut bagai ketiadaan
O, lautan jilbab
Bergerak ke
janji Tuhan
Dengan mulut
bisu mengajarkan keabadian
Makna dari puisi itu adalah betapa
mulia ribuan jilbab (kaum wanita), dimata Allah SWT karena disebut sebut
sebagai barisan umat yang selalu terjaga dari tidurnya dan betapa mulianya kaum
wanita yang mempunya jiwa mut mainna, pada petikan kata “O, beribu jilbab! O, lautan! Bergerak ke cakrawala” maksudnya
kekaguman yang bentuk kalimatnya terbang diatas cakrawala yang teramat tinggi.
Selanjutnya pada lirik “larutan penyangga
`Arsy beribu jilbab perawat peradaban” maksudnya `Arsy merupakan tempat
penghuni yang merawat peradaban. Pada petikan kata “lautan jilbab bersemayam dijagat mutma`innah bergerak di sorga iman,
belajar menyapu dusta” maksudnya adalah golongan wanita-wanita berjiwa
mut`mainnah serta selalu menjaga keimanan kepada Allah dan selalu meninggalkan
perbuatan buruk. Bahkan disaat duka menyelimuti dengan berbagai cobaan yang
diberikan Allah kepadanya, ia pun tak menangisinya, karena kesabaran yang
begitu luar biasa. Hal ini sesuai dengan petikan kata “biarkan air mata
mengucur, tapi jangan menangis duka membelit-belit, tapi kalian tak bersedih”
Saat amarah datang melingkupi diri ia pun tak pernah meronta dan lebih
mendekatkan diri kepada Allah. Sungguh mulia hati wanita seperti petikan puisi “Amarah kalian menggumpal, namun jiwa lembut
bagaikan ketiadaan”. Maka penutup bait ini menggambarkan betapa nikmat
Allah yang diberikan kepada hamba wanita yang selalu beriman kepadanya dengan
menuju surge yang merupakan janji Allah SWT diakherat dengan segala keabadian.
“O, lautan jilbab, bergerak ke janji tuhan dengan mulut bisu mengajarkan
keabadian” Maksudnya adalah mengajarkan tentang hikmah mencintai Allah dengan
jiwa yang suci sebagai wujud keimanan kita pada Allah.
Dapat kita simpulkan, dalam puisi
lautan penyangga ini, matriknya adalah tema terbesar dari puisi, sedangkan
matrik puisi larutan penyangga ini yaitu kemuliaan kaum wanita yang berjilbab
sebagai penghuni surga di akherat. Dan model adalah lautan berjilbab seperti di
teks sedangkan variannya adalah Beribu jilbab disebut sebagai perawat
peradaban, Bergerak ke cakrawala, terjaga di mut mainnah seperti yang tertera
di teks. Keidaklangsungan ekspresi ada
tiga yaitu pengganti arti, penyimpangan atau perusakan arti dan penciptaan
arti. Yang pertama pengantian arti contoh pada kata “Dengan mulut bisu
mengajarkan keabadian” artinya jiwa yang
suci, tidak berbicara jelek kepada orang lain, tidak ngrasani orang lain adalah
salah satu contoh wajud keimanan kita pada Allah. Salah satu majas
metafora. Selain itu kata ““Amarah kalian menggumpal, namun jiwa lembut
bagaikan ketiadaan.” itu merupakan
majas simile karna ada kata bagaikan yang
artinya walau amarah menyerbu tapi hatinya dia tak mengeluh seperti tidak
terjadi apa-apa, dia tetap mendekatkan diri kepada Allah. Contoh penciptaan
arti yaitu pada bait pertama yaitu “O,
lautan! Bergerak ke cakrawala” dan pada bait terakhir “O, lautan jilbab ,Bergerak ke janji Tuhan” selain bermakna
kekaguman kaum wanita berjilbab terbang diatas cakrawala yang amat tinggi
selain itu juga bermakna kalau kaum wanita beriman kepada Allah dan Allah
menjanjikan barang siapa beriman kepadanya akan menjadi penghuni surge di
akherat.
Pembacan heuristik adalah pembacaan
berdasarkan struktur pembacaannya bisa juga disebut pembacaan awal. Pembacaan
puisi “larutan penyangga” pembacaan “tata bahasa” ceritanya yaitu pembacaan dari awal sampai
akhir cerita secara berurutan, pembacaan ini dapat berupa synopsis. Cerita yang
beralur sorot balik yang dibaca lurus. Pembacaan secara heuristik adalah
penerangan bagian bagian secara berurutan. Dalam pembacaan heuristic ini sajak
dibaca dalam struktur kebahasaan. Untuk memperjelas arti, kata katanya di taruh
didalam kurung dan struktur kalimatnya disesuaikan dengan kalimat baku.
Bait
1
O,
(golongan) beribu jilbab! O, (seperti) lautan! Bergerak ke (atas) cakrawala
Bait 2
Lautan
penyangga, Beribu (kaum wanita) jilbab
perawat peradaban
Bait
ke 3
Barisan
ummat (yang) terjaga dari tidur(nya), Pergi berdayun (dan) memasuki diri
sendiri
Bait
ke 4
Lautan
jilbab, Bersemayam di (dalam) jagat mut mainna, Bergerak diwarga iman, belajar
menyapa dusta
Bait
ke 5
Biarkan
air mata (saja) mengucur, Tapi jangan (lah)
kalian menangis
Bait
ke 6
Kuman
apa yang kalian sandang dari tangan sejarah?, Dari abad yang tak (pernah) kenal
diri sendiri?
Bait
ke 7
Tangan
kalian mengepal, Memukul-mukul dada
Bait
ke 8
Amarah
kalian menggumpal, Namun jiwa (tetap) lembut bagai ketiadaan
Bait
ke 9
O,
lautan jilbab, Bergerak ke (dalam) janji Tuhan, Dengan mulut (yang) bisu
(lalu) mengajarkan keabadian
Sedangkan
pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan tingkat kedua setelah pembacaan
heuristik. Memberikan makna pada ketaklangsungan ucapan. Contoh pembacaan
hermeneutic pada puisi “larutan penyangga” sebagai berikut :
Bait
ke 1
O,
(golongan) beribu kaum wanita-wanita yang mengenakan jilbab! O, (seperti)
lautan! Yang begitu tenang tanpa ombak,
menyenangkan semua orang hingga Bergerak ke (atas) cakrawala
Bait
ke 2
Lautan
penyangga, Beribu (kaum wanita) mengenakan jilbab perawat bagi penghuni
peradaban di dunia maupun di akherat yang senantiasa beriman kepada Allah yang
menjalankan perintah-perintah Allah juga menjauhi larangan nya
Bait
ke 3
Barisan
ummat kaum manusia terutama bagi kaum hawa (yang) terjaga dari tidur(nya) dan
menjaga keimanannya maka bagai Pergi
berdayun (dan) memasuki diri sendiri kedalam surge milik Allah SWT.
Bait
ke 4
Lautan
golongan wanita kaum berjilbab, Bersemayam atau berjiwa di (dalam) jagat mut
mainna, Bergerak diwarga yang beriman , belajar menyapa dusta atau menghindari
perbuatan buruk yang dirang oleh Allah.
Bait
ke 5
Biarkan
air mata (saja) dari dalam hati yang
mengucur, Tapi jangan (lah) sesekali
kalian menampakkan kalau kalian menangis
Bait
ke 6
Kuman
apa yang kalian atau kaum wanita wanita sandang dari tangan sejarah nabi
Muhammad untuk berjilbab?, Dari ke sekian abad yang tak (pernah) kenal diri
sendiri?
Bait
7
Tangan
kalian mengepal, pertanda bahwa kali
bisa memegang agama dengan baik dan Memukul-mukul dada sehingga kalian bisa
berbicara dalam hati bahwa perilaku baiklah yang Allah senangi
Bait
ke 8
Boleh
saja amarah kalian menggumpal, Namun jiwa (tetap) lembut bagai ketiadaan karna
beriman kepada allah mengantarkan kita menuju surga.
Bait
ke 9
O,
lautan kaum jilbab, Bergerak ke (dalam) janji Tuhan yaitu menuju surge,
berimanlah berimanlah berimanlah , Dengan mulut (yang) bisu yang tidak
menjelekkan orang lain, yang tidak ngrasani (lalu) mengajarkan keabadian yang penuh ketenangan.
Selain
itu intelektualitas yaitu hubungan antar teks yaitu hipogram dan teks
transformasi. Teks transformasi adalah objek yang di teliti. Dalam lautan
penyangga yang di teliti adalah kaum wanita berjilbab, di puisi ini sering
menyebutkan kata “lautan jilbab” yang beriman kepada Allah untuk menggapai
surganya . sementara hipogramnya adalah pengetahuan tentang kemuliaan kaum kaum
wanita. Pengarang ingin memberitahu tentang kemualian kaum wanita yang berjilbab
bahwa senantiasa beriman kepada Allah dan nanti di akherat menggapai surganya
Merawat Rahasia
Wanita
yang memamerkan pahanya
Hendaklah
jangan tersinggung
Kalau
para lelaki memandangnya
Sebab
demikianlah hakekat tegur sapa
Siapa
ingin tak menyapa tak disapa
Tinggallah
di balik yang tertutup pintunya
Orang
berhak mengetuk dan memasukinya
Maka
dengan menonjolkan auratnya
Wanita
memberi hak kepada laki-laki siapa saja
Untuk
menatapi benda indah suguhannya
Serta
membayangkan betapa nikmat rasanya
Hendaklah
wanita mempunyai rasa sayang
Dengan
tidak menyodorkan godaan
Yang tak
ada manfaatnya kecuali untuk
dipandang
Adapun
lelaki, sampai habis usia
Hanya
bisa berkata: betapa indah wanita!
Maka
bantulah ia merawat rahasia
Yang
hanya boleh dikuakkan oleh isterinya
Puisi Emha Ainun Nadjib tersebut,
berisikan himbauan khususnya kepada wanita untuk menjaga auratnya dari
pandangan laki-laki yang bukan merupakan suaminya. Nilai religiusitas sangat
kuat dan terdapat didalam puisi tersebut . Walaupun tidak dituliskan secara
langsung, pembaca dapat memahami nilai religius tersebut yang terdapat dalam
isi keseluruhan puisi. Secara intrinsik puisi ini mencerminkan tentang
kereligiusan Emha dalam karya "Merawat Rahasia". Hal itu dikarenakan,
menurut ajaran serta akidah dalam Islam seorang wanita hendaknya memkai pakaian
yang pantas, sopan, serta menutup aurot. Salah satunya, wanita bisa memakai
jilbab yang sesuai dan telah dianjurkan di dalam islam. Sehingga dapat
dipahami, bahwa Allah memberikan anugerah yang besar kepada kaum wanita dan
menciptakan keindahan bagi seorang wanita agar mereka juga bisa untuk
menjaganya dengan baik.
Makna dari puisi tersebut adalah
bahwa wanita dianjurkan untuk menjaga aurotnya dari pandangan laki-laki yang
bukan suaminya. Allah menjaga kehormatan kaum wanita dari godaan kaum laki-laki
yang mudah tertarik dengan keindahan yang dimiliki oleh kaum wanita. Seperti
pada bait pertama hingga keempat:
"Wanita yang memamerkan pahanya
Hendaklah jangan tersinggung
Kalau para lelaki memandangnya
Sebab demikianlah hakekat tegur
sapa"
Dapat dipahami, bila laki-laki tidak
akan tergoda oleh keindahan yang dimiliki wanita apabila mereka bisa menjaga
dan menyembunyikannya. Seperti hakekat dalam bertegur sapa yang saling timbal
balik satu sama lain. Laki-laki yang memandangi apa yang ditunjukkan oleh
wanita bukanlah murni kesalahannya, seandainya saja wanita tersebut tidak
memulai untuk memamerkan sesuatu kepada laki-laki yang bukan mukhrimnya.
Kemudian:
"Siapa ingin tak menyapa tak disapa
Tinggallah di balik yang tertutup
pintunya
Orang berhak mengetuk dan
memasukinya"
Pada kutipan tersebut berkesinambungan
arti dengan kutipan yang ditulis oleh penyair pada bait berikutnya:
"Maka dengan menonjolkan auratnya
Wanita memberi hak kepada laki-laki
siapa saja
Untuk menatapi benda indah suguhannya
Serta membayangkan betapa nikmat
rasanya"
Puisi tersebut menunjukkan, bahwa
kaum laki-laki akan tergoda dengan keindahan wanita yang dengan sengaja
memamerkan keindahan dirinya. Sudah sewajibnya bila wanita hendaknya berpakaian
sepantasnya untuk menjaga mereka dari pandangan laki-laki yang bukan merupakan
suaminya. Sebab, dalam kehidupan sosial dan hal tersebut terkait dengan etika,
jika keduanya bertemu secara "tidak keberatan" maka akan terjadi
sesuatu yang nantinya akan melanggar norma dalam kehidupan masyarat. Baik
berupa norma agama, norma adat, dan norma sosial. Serta pada bait berikutnya:
"Hendaklah wanita mempunyai rasa
sayang
Dengan tidak menyodorkan godaan
Yang tak ada manfaatnya kecuali untuk
dipandang
Adapun lelaki, sampai habis usia
Hanya bisa berkata: betapa indah wanita!
Maka bantulah ia merawat rahasia
Yang hanya boleh dikuakkan oleh
isterinya"
Kutipan diatas berisikan himbauan
kepada wanita untuk tidak memamerkan keindahan yang dimiliki. Yakni, dengan
menyodorkan godaan yang tidak diperuntukkan kepada laki-laki yang bukan
merupakan suaminya. Agar, laki-laki tersebut hanya bisa berangan dan tidak
bertindak kepada hal yang dapat merusak kehormatan wanita. Menghidarkan wanita
dari nafsu laki-laki. Wanita diminta untuk menjaga keindahan tersebut, sampai
saat ia menikah. Dan berhak memperlihatkannya kepada suaminya kelak.
Dalam pembacaan heuristik ini sajak
dibaca dalam struktur kebahasaan. Untuk memperjelas arti, kata tersebut di
taruh didalam kurung dan struktur kalimatnya disesuaikan dengan kalimat baku.
Bait
1:
Wanita
(yang) memamerkan pahanya
Bait
2:
Hendak(lah)
jangan tersinggung
Bait
3:
Kalau
para lelaki memandang(nya)
Bait
4:
Sebab
demikianlah (hakekat) tegur sapa
Bait
5:
Siapa
ingin tak menyapa tak disapa
Bait
6:
Tinggallah
di balik (yang) tertutup pintunya
Bait
7:
Orang
berhak (mengetuk) dan memasukinya
Bait
8:
Maka
dengan (menonjolkan) auratnya
Bait
9:
Wanita
memberi hak kepada laki-laki siapa saja
Bait
10:
Untuk
menatapi benda indah (suguhannya)
Bait
11:
Serta
membayangkan betapa (nikmat) rasanya
Bait
12:
Hendaklah
wanita mempunyai rasa (sayang)
Bait
13:
Dengan
tidak menyodorkan (godaan)
Bait
14:
Yang
tak ada manfaatnya kecuali untuk
dipandang
Bait
15:
Adapun
lelaki, sampai habis usia
Bait
16:
Hanya
bisa berkata: betapa indah wanita!
Bait
17:
Maka
bantulah ia (merawat) (rahasia)
Bait
18:
Yang
hanya boleh (dikuakkan) oleh isterinya
Sedangkan pembacaan hermeneutik yaitu
pembacaan tingkat kedua setelah pembacaan heuristik. Memberikan makna pada
ketaklangsungan ucapan. Contoh pembacaan hermeneutic pada puisi “Merawat
Rahasia” sebagai berikut :
Bait
1:
Wanita
(yang) memamerkan pahanya pada kondisi yang tidak sepantasnya
Bait
2:
Hendak(lah)
jangan tersinggung seandainya ada yang mengetahui dan memandangi yang telah
dipamerkan
Bait
3:
Kalau
para lelaki memandang(nya) tanpa disetujui oleh wanita.
Bait
4:
Sebab
demikianlah (hakekat) seseorang saat berada pada kondisi saling tegur sapa
Bait
5:
Siapa
ingin tak menyapa tak disapa
Bait
6:
Tinggallah
di balik (yang) disembunyikan dan dijaga selama hidupa dari pandangan hawa
nafsu sehingga tertutup pintunya
Bait
7:
Orang
berhak (mengetuk) keindahan yang dipamerkan dengan sengaja dan memasukinya
Bait
8:
Maka
dengan (menonjolkan) auratnya kepada laki-laki yang bukanlah suaminya
Bait
9:
Wanita
memberi hak kepada laki-laki siapa saja
Bait
10:
Untuk
menatapi benda indah (suguhannya) berupa keindahan dan dapat merusak kehormatan
yang selama ini dijaga dari hawa nafsu laki-laki
Bait
11:
Serta
membayangkan betapa (nikmat) keindahan yang diberikan dengan sengaja untuk
menikmati rasanya
Bait
12:
Hendaklah
wanita mempunyai rasa (sayang) menjaga anugrah Tuhan yang telah diberikan.
Karena wanita adalah makhluk yang istimewa.
Bait
13:
Dengan
tidak menyodorkan (godaan) yang bersumber dari tipu muslihat setan kepada
khalayak dengan mengumbar aurot tanpa mengetahui bahaya yang ditimbulkan. Dan
sudah pasti dilarang oleh agama.
Bait
14:
Yang
tak ada manfaatnya kecuali untuk
dipandang
Bait
15:
Adapun
lelaki, sampai habis usia
Bait
16:
Hanya
bisa berkata: betapa indah wanita!
Bait
17:
Maka
bantulah ia (merawat) anugerah dari Tuhan kepadanya dan selamanya akan menjadi
(rahasia) sampai tiba waktunya saat ia telah menikah
Bait
18:
Yang
hanya boleh (dikuakkan) seluruh keindahan tersebut oleh isterinya kepada suami
yang telah menjadi mukhrimnya.
Selain itu intelektualitas yaitu
hubungan antar teks yaitu hipogram dan teks transformasi. Teks transformasi
adalah objek yang di teliti. Dalam "Merawat Rahasia" yang di teliti
adalah menjaga kehormatan wanita dari pandangan nafsu kaum laki-laki..
Sementara hipogramnya adalah pengetahuan tentang kemuliaan kaum wanita. Pengarang
ingin memberitahu tentang kemualian kaum wanita yang menutup aurotnya yang
nanti akan terhindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Hal tersebut juga
dilakukan agar wanita senantiasa beriman kepada Allah dan nanti di akherat
menggapai surganya.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Emha Ainun Najib telah
menghasilkan puluhan karya yang terdiri dari puisi, cerpen, buku, hingga naskah
drama. Di Indonesia, namanya dikenal sebagai seorang seniman, budayawan,
penyair, pemikir. Ia adalah salah tokoh intelektual di Indonesia yang mengusung
napas islami. Kumpulan puisi berjudul Lautan Jilbab oleh Emha Ainun Nadjib ini
diterbitkan pertama kali pada tahun 1989 dengan judul Syair Lautan Jilbab, yang kemudian diperbaharui pada tahun 1991
dengan judul Lautan Jilbab. Di dalam
kumpulan puisi tersebut terdapat 33 puisi dengan tema islami yakni tentang
wanita dengan berbagai judul yang sangat menarik. Kumpulan puisi ini berisi
tentang pesan moral yang secara tidak langsung mengandung tema pendidikan
kepribadian muslim, hal ini terlihat dalam setiap judul puisi yang terdapat
dalam puisi tersebut serta dapat dilihat melalui bahasa yang digunakan dalam
puisi-puisi tersebut. Puisi-puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi tersebut
menggunakan bahasa yang sangat gamblang yang menjadikan puisi ini unik, dan
bahasa itulah yang memberikan pelajaran moral dalam pembentukan karakter
seorang muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin.
2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Cetakan
Kelima. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Depdiknas.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia”. http://kbbi.web.id diakses
pada 24 Mei 2015.
Nadjib,
Emha Ainun. 1991. Lautan Jilbab. Yogyakarta:
Sippress.
Pradopo,
Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Cetakan
Ketigabelas. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Waluyo,
Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi
Puisi. Jakarta: Erlangga.
_______________.
2002. Apresiasi Puisi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Wellek,
Rene dan Austin Waren. 1995. Teori Kesusastraan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wikipedia.
“Emha Ainun Nadjib”. http://id.wikipedia.org/wiki/emha_ainun_nadjib diakses
pada 24 Mei 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar