BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Dewasa
ini, semakin banyak karya-karya sastra yang berkembang di Indonesia.
Karya-karya sastra itu mempunyai sesuatu yang khas, sehingga karya sastra selalu
berbeda. Itulah yang menjadi alasan bahwa karya-karya sastra sangat patut untuk
dipelajari atau ditelaah. Karya sastra sendiri dibagi menjadi tiga, yakni
prosa, pusisi, dan drama.
Prosa
adalah karya sastra yang berbentuk cerita yang bebas, tidak terikat oleh rima,
irama, dan kemerduan bunyi seperti puisi. Prosa dibagi menjadi 2, yakni prosa
fiksi dan prosa non fiksi.
Prosa
fiksi ialah prosa yang berupa cerita rekaan atau khayalan pengarangnya. Isi
cerita tidak sepenuhnya berdasarkan fakta. Prosa fiksi disebut juga karangan
narasi sugestif/imajinatif. Prosa fiksi atau prosa baru dapat berbentuk cerpen,
novel, dongeng, roman, esai, dan resensi. Sedangkan, prosa non fiksi ialah
karangan yang tidak berdasarkan rekaan atau khayalan pengarang tetapi berisi
hal-hal yang berupa informasi fakkual (kenyataan) atau berdasarkan pengamatan
pengarang. Prosa non fiksi disebut juga karangan semi ilmiah, seperti artikel,
tajuk rencana, opini, biografi, tips, reportase, jurnalisme baru, iklan,
pidato, dan feature.
Makalah
ini akan membahas mengenai salah satu sebuah prosa fiksi yang sangat terkenal
di Indonesia, yakni novel Atheis karya Achdijat Karta Miharja. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia novel ialah karangan prosa yang panjang dan mengandung
cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan
watak dan sifat setiap pelaku.
Makalah
berjudul “Analisis Novel Atheis Karya Achdijat Karta Miharja” ini akan
memaparkan mengenai unsur-unsur struktur cerita yang terdapat didalam novel
Atheis ini. Struktur cerita sendiri ialah unsur-unsur instrinsik yang terdapat
dalam novel. Unsur Intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari
dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra.
II.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja unsur-unsur struktur cerita dalam
novel Atheis?
III.
Tujuan
dan Manfaat
Makalah ini
bertujuan dan manfaat agar para membacanya mengetahui mengenai unsur-unsur struktur
cerita yang terdapat di dalam novel Atheis karya Achdiat Kart Mihadja. Makalah
ini juga diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengenal unsur-unsur struktur
cerita yang terdapat di dalam novel Achdiat Karta Miharja ini. Penyusun juga
berharap bahwa makalah ini akan berguna bagi pembacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
Judul : Atheis
Genre : Roman
Penulis : Achdijat Karta
Miharja
Penerbit : Balai Pustaka,
Jakarta
Cetakan Ke- : 25, 2002
Tahun Terbit
Pertama : 1949
Tebal : 232 halaman
ISBN : 979-407-185-4
II.
Sinopsis
Novel Atheis
Kisah ini diawali dengan Tokoh Aku dan Rusli membantu
Kartini berjalan keluar dari kantor Ken Petai karena Kartini tidak sanggup
berjalan tegak akibat sangat tergoncang dengan kematian mantan suaminya, Hasan.
Kemudian tokoh Aku menceritakan mengenai awal
pertemuannya dengan Hasan di rumahnya, Hasan mengatakan bahwa ia sangat ingin
berkenalan dengan tokoh Aku. Ia mengatakan bahwa dari dulu ia selalu ingin
berkenalan dengan orang yang mempunyai banyak pengalaman. Tokoh Aku
menceritakan bahwa setiap Hasan mengunjungi rumahnya, ia selalu mengenakan
mantel gabardine hijau tua yang tertutup lehernya, topi vilt hitam bermerk
Borsalino. Suatu malam, Hasan membawa sebuah portefeuile yang berisikan naskah
yang ia buat sendiri. Ia sangat ingin tokoh Aku untuk membaca naskahnya. Naskah
itu bercerita mengenai perjalanan hidup Hasan sendiri.
Naskah itu diawali dengan Hasan menceritakan kehidupan
masa kecilnya, ia dibesarkan oleh orang tua yang sangat taat dan rajin ibadah.
Orang tuanya memberikan pendidikan agama sedari ia kecil, sehingga ia tumbuh
dewasa menjadi orang yang saleh. Suatu hari, ketika Hasan akan pergi ke Bandung
untuk bekerja ia mengatakan kepada ayahnya bahwa ia ingin mempelajari ilmu yang
dianuti oleh ayah dan ibunya. Ayah dan ibunya sangat bahagia ketika Hasan
mengatakan hal tersebut.
Hasan menjadi pribadi yang sangat saleh, tidak
memikirkan duniawi, dan tidak pernah lelah untuk melakukan kewajibannya
terhadap Tuhan karena ia telah memilih untuk memiliki ilmu seperti kedua orang
tuanya. Hingga suatu hari, di tempatnya bekerja ia bertemu dengan teman lamanya
bernama Rusli. Saat itu, Rusli bersama dengan seorang wanita cantik bernama
Kartini. Hasan jatuh cinta terhadap Kartini, ia seakan melihat Rukmini gadis yang
sangat dicintai saat pertama kali bertemu dengan Kartini.
Suatu hari, Hasan mengunjungi rumah Rusli disana ia
berbincang-bincang dengan Rusli mengenai banyak hal dan betapa terkejutnya ia
ketika ia mengetahui bahwa Rusli adalah seseorang yang tidak mempercayai akan
keberadaan Tuhan. Di rumah Rusli juga ia mengetahui bahwa Kartini adalah
seorang wanita modern yang sangat bebas, seorang wanita yang selalu mengenakan
model kebaya modern bahkan ia adalah seorang wanita yang merokok. Melihat apa
yang terjadi terhadap kedua temannya, Hasan berencana untuk membuat kedua
temannya tersebut berjalan di jalan yang benar. Ia ingin membuat Hasan dan
Kartini percaya akan Tuhan kembali.
Beberapa waktu setelahnya saat Hasan, Kartini,
dan Rusli berjalan-jalan mereka bertemu
dengan teman Rusli yang bernama Anwar. Anwar adalah seorang yang atheis pula,
bahkan ia menganggap dirinya adalah Tuhan. Ia adalah seorang yang sangat
periang dan suka tertawa, semua cerita yang terlontar dari mulutnya selalu
hidup.
Semakin Hasan mengenal Kartini, Anwar, dan Rusli, ia
merasa bahwa apa yang selalu mereka obrolkan sangat menarik. Ia mulai membaca
buku-buku yang sering dibaca oleh Rusli, ia juga mulai berdiskusi mengenai
banyak hal dengan Anwar dan Rusli. Bahkan, kini Hasan tidak lagi menunaikan
kewajibannya terhadap Tuhan karena menganggap bahwa semua itu sia-sia seperti
yang dikatakan Rusli bahwa Tuhan dan agama ada karena manusia membuat mereka
ada. Hasan kini hanya melakukan kegiatan duniawi tanpa peduli akan kewajibannya
terhadap Tuhan lagi.
Hasan dan Kartini akhirnya menikah. Hasan tidak lagi
peduli terhadap keluarganya, ia tidak ingin lagi menjadi orang munafik yang
mengerjakan pura-pura melakukan kewajiban untuk menyembah Tuhan di depan orang
tuanya. Ia bahkan bertengkar dengan ayahnya dan mengatakan bahwa ia tidak ingin
lagi melakukan semua hal yang sia-sia seperti yang dilakukan kedua orang
tuanya.
Kehidupan pernikahan antara Hasan dan Kartini tidak
semulus yang diharapkan oleh Hasan, hal ini dimulai ketika Kartini membaca
surat yang dikirimkan ayah Hasan bahwa ia tidak akan merestui pernikahannya
dengan Kartini. Ayahnya mengatakan bahwa Kartini adalah wanita yang tidak
pantas untuk dinikahi dan Kartini-lah yang membuatnya murtad. Semenjak saat
itu, Kartini jarang berada di rumah. Setiap Hasan pulang dari kantor, ia tidak
pernah melihat Kartini. Mimi pembantu rumah tangga mengatakan bahwa Kartini
sedang keluar bersama Anwar, mendengar ucapan itu ia sangat marah. Ketika
Kartini pulang, ia memarahi Kartini, menamparnya, bahkan menjambak Kartini. Ia
mengatakan sumpah serapah terhadap Kartini dan menganggap bahwa Kartini
berselingkuh dengan Anwar.
Naskah yang dibaca oleh tokoh Aku berakhir. Tokoh Aku
heran ketika sudah lama Hasan tidak mengunjungi rumahnya lagi dan ia
mendapatkan kabar bahwa Hasan ditahan oleh tentara Jepang. Setelah mendapatkan
kabar tersebut, ia memutuskan untuk melanjutkan naskah buatan Hasan dengan menambahi cerita mengenai
Hasan yang ditahan. Sehingga, tokoh Aku berkeliling mencari tahu mengenai
alasan Hasan ditahan oleh tentara Jepang kepada orang-orang di sekitar Hasan.
Naskah lanjutan itu diawali dengan cerita Kartini yang
akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumahnya, diperjalanan ia bertemu dengan
Anwar. Kemudian, Kartini menceritakan mengenai Hasan yang kini mulai memukulnya
setiap ia marah. Anwar menghasut Kartini untuk meninggalkan Hasan, ia
mengatakan bahwa Hasan tidaklah pantas memukul seorang wanita apalagi istrinya.
Akhirnya, Anwar dan Kartini memutuskan untuk menginap di sebuah hotel. Tanpa
Kartini tau, ternyata Anwar hanya menyewa satu kamar dan disana Anwar hampir
memperkosa Kartini. Kartini yang telah melepaskan diri dari Anwar kemudian
berlari keluar meninggalkan Anwar di hotel.
Beberapa bulan kemudian, Hasan yang baru saja
bersembunyi karena adanya serangan dari sekutu akhirnya memutuskan untuk
tinggal di sebuah hotel. Saat ia membuka-buka buku tamu, ia bergitu terkejut
melihat tulisan “Anwar dan istri”. Hasan sangat marah setelah amat penjaga
hotel menceritakan mengenai sosok istri Anwar karena sosok itu adalah Kartini
yang saat itu masih berstatus menjadi istrinya. Ia yang awalnya lelah tiba-tiba
merasa sangat kuat lalu keluar dari hotel. Ia mengutuki semua yang terjadi
terhadapnya, mengutuk Rusli dan Anwar yang membuatnya menjadi seorang atheis
dan menyalahkan mereka. Hingga tiba-tiba ia tertembak karena dianggap sebagai
mata-mata dan setelah berguling-guling akibat tembakan itu akhirnya Hasan tak
bergerak kembali.
III.
Unsur-Unsur
Struktur Cerita Novel Atheis
- Tema
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tema adalah pokok pikiran atau dasar cerita
yang dipercakapkan, yang digunakan sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan
sebagainya.
Tema yang terdapat dalam novel ini ialah
“Kepercayaan Manusia”, alasannya adalah karena di dalam novel ini tokoh utama dan
tokoh-tokoh yang mengelilinginya memiliki watak yang sangat bertolak belakang.
Hasan sebagai tokoh utama yang pada awalnya sangat taat beribadah dan
mengabdikan hidupnya pada perintah Tuhan, kemudian akhirnya menjadi tidak
mempercayai adanya Tuhan karena terpengaruh oleh teman-temannya, yakni Rusli,
Kartini, dan Anwar. Kepercayaan manusia merupakan latar belakang terjadinya
setiap cerita dalam novel ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa novel ini
mempunyai tema “Kepercayaan Manusia”.
- Tokoh dan Penokohan
Tokoh
adalah peran yang terdapat dalam suatu karya sastra yang dapat dibedakan
menjadi tokoh utama, tokoh sampingan, tokoh protagonis, tokoh antagonis, tokoh
tritagonis dan lain sebaginya. Sedangkan, penokohan adalah merupakan sebuah
citra (perwatakan) dalam sebuah karya sastra.
Tokoh
dan penokohan yang terdapat dalam novel Atheis ini antara lain:
1) Tokoh
Aku
Memiliki watak yang baik, percaya diri, dan suka
menasihati. Hal ini dapat dibuktikan melalui:
“Tiada lain,
karena… ah entahlah saya selalu ingin berkenalan dengan orang yang telah banyak
berpengalaman hidup.”
“Bagaimana?”
tanyaku agak heran. Tapi terasa olehku, bahwa keriangan lebih terdengar dalam
bunyi suaraku itu daripada rasa keheranan. (halaman 11)
Melalui dialog dan narasi diatas kata memiliki makna
bahwa tokoh Aku sangat percaya diri karena pujian tersirat yang ditujukan
kepadanya. Kata “keriangan” juga semakin membuktikan sifat tokoh Aku yang
percaya diri.
“Yah…(berat
dia mengeluh). Terasa olehku bahwa tak lama lagi saya sendiri pun akan mengalami
segala apa yang diceriakan oleh temanku kemarin itu.”
“Kenapa
Saudara pesimistis? Janganlah Saudara berkata begitu, Saudara masih muda. Masih
kuat. Tegaklah!” (halaman 189)
Melalui dialog di atas dapat dibuktikan bahwa Tokoh
Aku merupakan tokoh yang suka menasihati, dalam dialog tersebut terlihat jelas
bahwa ia menasehati agar Hasan tidak pesimis.
2) Hasan
Memiliki watak yang rendah hati, taat beragama, , suka
mencurigai, mudah terpengaruh, dan penyemburu. Hal ini dapat dibuktikan
melalui:
Saya
mengerti. Hasan terlalu perendah hati untuk memberi jawaban yang lain bunyinya.
(halaman 14)
Melalui narasi di atas tertulis dengan jelas bahwa
tokoh Hasan memiliki sifat rendah hati.
Seperti
lima-enam bulan yang lalu aku sangat rajin beribadat, melakukan sembahyang,
puasa dan lain-lain, maka sekarang aku rajin membaca buku dan bertukar pikiran
dengan Rusli atau kawan-kawan yang lain. (halaman 128)
Melalui narasi tersebut dapat dibuktikan bahwa Hasan
dulunya merupakan orang yang sangat beribadat namun kemudian terpengaruh oleh
teman-temannya.
…Api cemburu
tiba-tiba menyala lagi. Bangkit pula aki. Kembali ke pintu… (halaman
173)
Melalui narasi di atas dapat dibuktikan bahwa Hasan
merupakan tokoh yang penyemburu.
3) Kartini
Memiliki
watak yang sangat mencintai Hasan, dan berkehidupan bebeas. Hal ini dapat
dibuktikan melalui:
Bercucuran air matanya. Ia
seakan-akan berpijak di atas dunia yang tidak dikenalnya lagi. Hampa, kosong,
serba kabur seperti di dalam mimpi. (halaman 10)
Melalui
narasi diatas dapat diketahui bahwa “ia” yang merupakan Kartini sangat rapuh
ketika Hasan meninggal, sehingga dapat diketahui bahwa Kartini sangat mencintai
Hasan.
4) Rusli
Memiliki watak yang baik, jahil, tidak mempercayai
Tuhan, dan pandai berbicara. Hal ini dapat dibuktikan melalui:
Rusli berdaya
upaya untuk membujuk-bujuknya, untuk melipurkan segala kesedihannya…(halaman
10)
Melalui narasi diatas dapat diketahui bahwa Rusli
merupakan orang yang baik, karena ia sangat berupaya agar temannya tidak sedih.
Hanya dalam
dua hal kami tidak pernah bersama-sama, yaitu kalau Rusli berbuat nakal, dan
apabila aku sembahyang. Orang tuaku melarang nakal, menyuruh sembahyang. Orang
tua Rusli tak peduli.
Dan kalau
kami bersama-sama pergi ke masjid, maka aku untuk sembahyang, sedang Rusli
untuk mengganggu khatib tua yang tuli atau untuk memukul-mukul bedug. Dan tak
jarang pula aku sendiri diganggunya dalam sembahyang, dikili-kilinya telingaku,
aku dipeluknya dari belakang, kalau aku sedang berdiri hendak melakukan rakaat
pertama. (halaman 33)
Melalui narasi singkat di atas dapat diketahui bahwa
Rusli merupakan tokoh yang jahil ketika ia kecil.
Pandai benar
Rusli bercerita, sehingga aku yang mula-mula beku terhadap film itu, sekarang
turut pula tertawa kalau Rusli tertawa, dan turut membilang “hebat” kalau Rusli
menceritakan keindahannya. (halaman 64)
Melalui narasi di atas dapat dibuktikan bahwa Rusli
merupakan orang yang pandai bercerita.
“Ah mengapa
Saudara berkata begitu? Itu pikiran kolot. Tuhan tidak ada, Saudara!” (halaman
67)
Kata Rusli
tadi, “Agama dan Tuhan adalah bikinan manusia…” (halaman 75)
Melalui dua dialog diatas dapat dibuktikan bahwa Rusli
tidak mempercayai adanya Tuhan.
5) Anwar
Memiliki watak yang periang, tidak mempercayai Tuhan,
kurang sopan, pemberani, suka menghasut. Hal ini dapat dibuktikan melalui:
Sambil
menunggu makanan, kami bercakap-cakap lagi. Anwar ternyata seorang periang.
Suka tertawa. (halaman 102)
Melalui narasi di atas dapat dibuktikan bahwa Anwar
merupakan tokoh yang periang.
“Kalau
menurut saya,” sambung Anwar, “Tuhan itu adalah aku sendiri (telunjuknya
sendiri menusuk dadanya). (halaman 104)
Melalui narasi di atas dapat dibuktikan bahwa Anwar
merupakan tokoh yang tidak mempercayai adanya Tuhan karena ia beranggapan bahwa
Tuhan ialah dirinya sendiri.
“…Hai jongos!
Mana air tehku?” (halaman 106)
Melaui dialog yang diucapkan oleh Anwar tersebut,
terlihat bahwa ia adalah orang yang tidak sopan.
…Apalagi pada
Anwar, yang sudah menjadi sifatnya untuk mendesak-desak. Dan Kartini
didesak-desaknya supaya apa yang telah terjadi itu. (halaman
200)
Melalui narasi di atas dapat dibuktikan bahwa Anwar
merupakan tokoh yang suka mendesak.
Ia sebenarnya
sudah bukan bercerita biasa lagi, melainkan menghasut melulu. Menghasut Kartini
terhadap Hasan. (halaman 202)
Melalui narasi di atas dapat dibuktikan bahwa Anwar
merupakan tokoh yang suka menghasut.
6) Orang
Tua Hasan
Memiliki watak yang religius, dan baik hati. Hal ini
dapat dibuktikan melalui:
Baik ayah
maupun ibu merasa sangat bahagia dengan anak pungutnya itu. Bukan karena mereka
seolah-oleh mempunyai anak lagi, melainkan juga oleh karena dengan demikian,
mereka itu sudah berbuat sesuatu yang diwajibkan oleh agama, ialah menolong
anak yatim. (halaman 20)
Melalui narasi di atas dapat membuktikan kedua sifat
yang dimiliki orang tua Hasan, yakni religius dan baik hati. Religius serta
baik hati dapat dilihat dari mereka yang melakukan kewajiban agamanya untuk
menolong anak yatim.
7) Pak
Artasan
Memiliki watak yang suka membentak, pintar mendongeng,
dan penakut. Hal ini dapat dibuktikan melalui:
Pak Artasan,
suara geram tadi itu, ternyata bukan saja pandai membentak, tapi juga pandai
mendongeng. (halaman 143)
Melalui narasi di atas dapat dibuktikan bahwa Pak
Artasan merupakan tokoh yang suka membentak namun pintar mendongeng.
Pak Artasan
rupanya masih agak takut-takut. (halaman 148)
Melalui narasi di atas dapat dibuktikan bahwa Pak
Artasan merupakan orang yang penakut.
8) Pak
Ahim
Memiliki watak yang penakut dan . Hal ini dapat
dibuktikan melalui:
Dari cahaya
korek api itu, nampaklah Pak Artasan dan Pak Ahim dengan muka keheran-heranan
dan agak takut, mendengar perkataan Anwar tadi.
Melalui narasi di atas dapat dibuktikan bahwa Pak Ahim
merupakan tokoh yang penakut.
- Plot/Alur
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) alur adalah rangkaian peristiwa yang direka
dan dijalin dengan seksama dan menggerakkan jalan cerita melalui kerumitan ke
arah klimaks dan penyelesaian berdasarkan sebab akibat.
Alur yang terdapat dalam novel Atheis ini ialah jenis alur sjuzet, yakni penyajian motif, susunan peristiwa yang tidak disusun
secara kronologis disebut deotomisasi/ defimilirasasi, penyimpangan sususan
peristiwa.
Alur yang terdapat dalam novel ini juga dapat disebut
sebagai alur sorot-balik (flashback), alasannya
karena tahapan alur yang terdapat dalam novel ini tidak disusun secara
berurutan melalui tahap pengenalan-tahap
pemunculan konflik-tahap
peningkatan konflik-tahap
klimaks-tahap
penyelesaian, melainkan
diawali melalui tahap penyelesaian-tahap pengenalan-tahap
permunculan konflik-tahap peningkatan konflik-tahap klimaks.
Berikut
adalah tahapan-tahapan alur yang terdapat dalam novel Atheis:
3.1 Tahap
Penyelesaian
Tahap penyelesaian merupakan tahap
yang pertama dalam alur novel Atheis, hal ini dapat dibuktikan dengan bab awal
dalam novel ini yang membahas mengenai kematian Hasan, dimana diceritakan bahwa
Kartini sangat terpukul akan kematian
Hasan yang sangat ia cintai dan tokoh Aku serta Rusli berusaha untuk
menenangkan Kartini.
3.2 Tahap
Pengenalan
Tahap pengenalan ini terdapat dalam
bab II, III, dan IV dalam novel. Bab II menceritakan mengenai Hasan yang datang
di rumah tokoh Aku, kemudian Hasan yang memberikan naskah buatannya kepada
tokoh Aku. Bab II merupakan bagian dimulainya cerita Hasan, dimana Hasan berubah
menjadi “tokoh Aku”. Dalam bab III ini, merupakan pengenalan kedua, dimana
dalam bab ini menceritakan kehidupan masa kecil Hasan dan kedua orang tuanya.
Bab IV menceritakan mengenai pertemuan Hasan dengan Rusli, teman masa kecilnya.
Dalam bab ini Hasan juga bertemu dengan Kartini, seorang wanita modern dan
bebas. Dalam bab ini diceritakan mengenai karakter Rusli serta Kartini, dan
Hasan yang mulai dekat dengan keduanya.
3.3 Tahap
Permunculan Konflik
Tahap permunculan konflik ini muncul
pada bab V-VIII, dimana dalam bab V ini muncullah tokoh baru, yakni Anwar, ia
seorang yang atheis sama seperti Rusli dan Kartini bahkan ia menganggap dirinya
sendiri adalah Tuhan. Bab VI-VIII menceritakan mengenai Hasan yang mulai tertarik
dengan paham yang dipercayai oleh Rusli, bahkan ia mulai membaca dan bertukar
pikiran mengenai buku-buku Rusli. Dalam bab VI-VIII ini Hasan sudah tidak
mempercayai Tuhan, ia merasa bahwa semua yang dikatakan oleh Rusli dan Anwar
adalah benar.
3.4 Tahap
Peningkatan Konflik
Tahap peningkatan konflik ini
terdapat pada bab IX-XI, dimana konflik meningkat dimulai dari Hasan dan Anwar
yang mengunjungi kampung halaman Hasan, kemudian Hasan mulai berseteru dengan
kedua orang tuanya. Hasan terang-terangan bahwa ia tidak ingin lagi menjadi
seperti kedua orang tuanya yang melakukan hal yang sia-sia. Kemudian
peningkatan konflik ini diakhiri dengan Hasan yang akhirnya memutuskan untuk
menikah dengan Kartini.
3.5 Tahap
Klimaks
Tahap Klimaks ini terdapat pada bab
XII hingga akhir, atau bab XV. Tahap klimaks ini dimulai dari Kartini yang
membaca surat yang diberikan oleh ayah Hasan, yang menyebutkan bahwa ayahnya
tidak merestui Hasan menikah dengan wanita seperti Kartini. Ayah Hasan
mengatakan dalam surat tersebut bahwa Kartini ialah wanita yang merusak Hasan.
Suasana semakin menegangkan saat Hasan mengetahui bahwa Kartini sering pergi
bersama Anwar saat ia tidak ada di rumah, karena api cemburu akhirnya ia bertengkar
hebat dengan Kartini bahkan hingga memukul
Kartini. Tahap klimaks ini diakhiri dengan Hasan yang tertempak oleh tentara
Jepang.
- Latar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), latar
adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam
karya sastra. Latar sendiri dibagi menjadi 2, yakni latar fisik dan latar
sosial.
4.1 Latar Fisik
Latar fisik, dibagi menjadi 2, yakni latar tempat dan latar waktu.
Berikut adalah latar tempat dan latar waktu yang terdapat dalam novel Atheis:
a. Latar
Tempat
Latar tempat yang terdapat dalam novel Atheis antara
lain:
1. Kantor
Ken Petai
Sempoyongan
Kartini keluar dari sebuah kamar dalam kantor
Ken Petai.
2. Rumah
tokoh Aku
Ketika itulah
perkenalanku mulai dengan seorang laki-laki yang memerkukan datang pada suatu
sore ke rumahku.
3. Panyeredan
Pada suatu
hari, ketika aku sudah dewasa dan kebetulan berpakansi ke Panyeredan, berkatalah aku kepada Ayah…
4. Rumah
Hasan
Ayah sedang
membaca kitab “Illya Ulum Adin” di serambi muka, ketika delman berhenti di muka
rumahku. (“rumahku”
dalam narasi tersebut berartikan rumah Hasan karena adanya perubahan “tokoh
aku” dalam cerita)
5. Langgar
(Musala)
Masa bulan
puasa aku ikut sembahyang terawih di langgar.
6. Kebon Manggu
Sambil
mendayung ke Gang Kebon Manggu,
bertanya-tanyalah aku dalam hati,…
7. Rumah
Rusli
Tepat jam
setengah lima seperti telah dijanjikan, aku tiba di rumah Rusli.
8. Rumah
Bibi, tempat kos Hasan
Sampai di rumah, aku terus bergegas ke kamar
mandi. Bunyi tabuh telah menghilang, ketika aku masih mendayung di jalan Raden
Dewi. (“rumah” dalam narasi tersebut berartikan rumah bibi
yang ditinggali Hasan saat ia berada di
Bandung)
9. Rumah
Kartini
“Ada!” sahut
si Mimi, ketika kami sudah sampai di rumah
Kartini.
10. Restoran
… kata Anwar,
ketika mereka lewat ke sebuah restoran
kecil.
11. Bioskop
Di bioskop perhatianku tidak genap.
12. Gerbong
Kereta Api
Kereta api
merayap-rayap, seakan-akan segan ditumpangi orang-orang atheis seperti kami.
13. Hotel
…Ia bergegas
keluar hotel.
14. Stasiun
Stasiun
Bandung sudah samar-samar diselimuti oleh senja…
b. Latar
Waktu
Latar waktu yang terdapat dalam novel Atheis antara
lain:
1. Pagi
Hari
Subuh-subuh
benar mereka sudah berangkat dari rumah hendak memburu kereta api yang paling pagi.
2. Siang
Hari
Tapi ya,
karena masih siang, tentu tidak akan
mencurigakan apa-apa, pikirku selanjutnya.
3. Sore
Hari
Sore
itu kawan-kawan berkumpul di rumah Rusli.
4. Malam
Hari
Malam
itu aku merasa kecewa, karena sudah masak kuidam-idamkan akan berkunjung ke
rumah Rusli…
5. Bulan
Februari
“Anwar dengan
istri, pedagang, dari Jakarta, hendak ke
Tasikmalaya, tanggal 15 Februari,
kamar nomor 8, untuk beberapa malam.”
6. Jumat
Malam (Kamis)
“…Wah
kebetulan sekali sekarang kan malam
jumat juga…”
7. Hari
Jumat
Pada hari
kedua, sepulang berjumat dari
masjid…
8. Hari
Sabtu
Hari sabtu, kantor-kantor pemerintah hanya
bekerja sampai jam satu siang.
9. Hari
Minggu
…mereka
membicarakan soal-soal yang bisa menimbulkan perasaan yang kurang senang bagiku
atau perbedaan yang mengganggu suasana hari Minggu itu.
4.2 Latar Sosial
Latar sosial dapat juga
berartikan latar suasana, latar suasana yang terdapat dalam novel Atheis antara
lain:
1. Menyedihkan, yaitu ketika Hasan meninggal.
Hasan
ternyata telah meninggal dunia. Beberapa menit yang lalu hal itu baru
diketahui oleh Karini.
2. Menegangkan, yakni ketika Hasan bertengkar dengan
Kartini.
Baru saja pintu itu setengah terbuka, aku sudah menubruk ke dalam seperti
seekor harimau yang sudah lapar mau menyergap mangsanya.
Tar! Tar! Kutempeleng Kartini.
“Aduh!” pekiknya, sambil menutup pipinya yang kanan dengan tangannya.
Kujambak rambutnya! Kurentakkan dia dengan sekuat tenaga, sehingga ia jatuh
tersungkur ke lantai. Kepalanya berdentar kepada daun pintu. Menjerit-jerit
minta ampun.
3. Menakutkan, yakni ketika Hasan dan Anwar pergi ke
kuburan.
“Ke kuburan itu. Cari si Jambrong. Saya mau ketemu dengan dia!”
Gila kawan ini, pikirku.
“Ah saya takut, Raden!” jawab Pak Artasan terus terang. Demikianlah pula
kata Pak Ahim.
- Sudut Pandang
Sudut
pandang (point of view) adalah cara
pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita atau dari sudut mana pengarang
memandang ceritanya.
Sudut
pandang yang digunakan dalam novel Atheis ini adalah sudut pandang campuran,
yakni menggunakan sudut pandang orang pertama bukan utama, sudut pandang orang
pertama pelaku utama, dan sudut pandang orang ketiga mahatahu. Sudut pandang
orang pertama bukan utama terdapat dalam bab I, II, dan XIII dimana tokoh aku
hanya sebagai tokoh yang menceritakan mengenai tokoh lain, yakni tokoh Hasan.
Sudut pandang orang pertama pelaku utama terdapat dalam bab III-XII, dimana
semua cerita yang terdapat didalamnya hanya dalam pandangan tokoh aku yang
merupakan tokoh Hasan. Dan sudut pandang orang ketiga mahatahu terdapat dalam
bab XIV-XV, dimana dalam kedua bab itu penulis menggambarkan semua peristiwa
yang terjadi seakan-akan melihat secara langsung semua peristiwa yang terjadi didalamnya.
- Gaya Bahasa
Achdiat Karta Miharja memakai
gaya bahasa campuran dalam novel Atheis ini, hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya beberapa penggunaan bahasa Belanda dan bahasa Jepang dalam dialog
antartokohnya seperti:
“Terlalu zeg! Bakeru!”
“zeg” dalam
dialog tersebut merupakan bahasa belanda, sedang “bakeru” merupakan bahasa
Jepang.
Contoh yang
lainnya ialah dalam narasi di bawah ini:
Entahlah, benar juga rupanya kata pepatah Belanda “in de nood leert men
bidden.”
Selain
mengunakan bahasa campuran, penulis juga menggunakan beberapa majas yang
membuat novel ini semakin menarik, yakni:
·
Majas Perumpamaan
Majas perumpamaan adalah majas yang membandingkan
suatu hal dengan hal yang lain. Dalam novel Atheis majas ini terlihat dalam
kutipan:
Rupanya perkataan ayah itu laksana jari yang
melepaskan cangkolan gramopon yang baru diputar. (halaman 17)
·
Majas Hiperbola
Majas hiperbola adalah majas yang mengandung
pernyataan yang dilebih-lebihkan. Dalam novel Atheis majas ini terlihat dalam
kutipan:
Semua kelihatannya sangat lesu, serupa dengan onggokan
daging juga yang tak berdaya apa-apa. (halaman 7)
- Amanat
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) amanat adalah gagasan yang mendasari karya
sastra, yaitu sebuah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau
pendengar.
Amanat
yang terkandung dalam novel Atheis ini antara lain:
1.
Janganlah mudah terpengaruh ucapan
yang menjeremuskan.
2.
Jadilah orang yang percaya diri,
sehingga dapat memilih mana yang baik dan buruk.
3.
Janganlah menjadi orang yang
menentang keinginan orang tua.
4.
Janganlah berprasangka buruk terhadap
orang lain sebelum mengetaui kebenarannya.
5.
Jangan mudah mengikuti orang lain
karena belum tentu orang lain itu benar.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Novel Atheis karya Achdiat Karta Miharja ini
merupakan novel yang sangat patut untuk dianalisis, novel ini merupakan novel
yang sangat menarik dan sangat patut untuk dibaca. Keunikan novel ini terlihat
dari karakter tokoh, gaya bahasa, dan sudut pandang yang digunakan didalamnya.
Achdiat Karta Miharja berhasil membuat semua tokoh yang terdapat novel ini
menjadi hidup dan membawa pembaca untuk larut didalam ceritanya. Gaya bahasa
yang tegas dan apa adanya membuat pembaca mudah untuk masuk kedalam ceritanya. Sudut
pandang campuran yang digunakan juga mampu menarik pembaca dan membuat pembaca
penasaran, sehingga bertekad untuk membaca hingga akhir novel Atheis ini.
Achdiat Karta Miharja juga memberikan amanat-amanat secara tersirat yang
membuat pembaca akan berhati-hati dalam pergaul dan mempercayai suatu hal.
REFERENSI
Atterkesy.
“Makalah Analisis Novel Atheis Karya
Achdiat K. Miharja”. http://atterkesy.blogspot.com
diakses pada 10 Juni 2015 pukul 11.47 WIB.
Depdikbud.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)”. http://kbbi.web.id
diakses pada Mei 2015.
Depdikbud.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)”. http://kbbi.web.id
diakses pada Juni 2015.
Miharja,
Achdiat K.. 2002. Atheis. Yogyakarta:
PT Bentang Pustaka.
Negoro,
Firdaus Adi. “Analisis Novel Atheis by Achdiat K. Miharja”. http://miracleofindonesia45.blogspot.com diakses
pada 10 Juni 2015 pukul 11.49 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar