Jumat, 23 Maret 2018

Ilmu Bantu Filologi



Seperti yang telah diketahui bahwa, objek filologi ialah naskah-naskah yang mengandung teks sastra atau sastra tradisional, yaitu sastra yang dihasilkan masyarakat yang masih dalam keadaan tradisional, masyarakat yang belum menghasilkan pengaruh budaya Barat secara intensif. Untuk memahami teks-teks tersebut diperlukan kajian dengan mempelajari bahasa atau istilah yang terdapat dalam teks serta memahami kehidupan masyarakat tersebut. Akibat hal tersebut, filologi memerlukan ilmu-ilmu bantu yang erat hubungannya dengan bahasa, masyarakat serta budaya yang melahirkan naskah dan ilmu sastra, untuk mengungkapkan nilai-nilai sastra yang terkandung didalamnya. Alat-alat bantu filologi, yaitu:
1.      Linguistik
Bantuan linguistik terhadap filologi sudah terlihat dari awal perkembangannya karena pada awalnya linguistik sangat mengutamakan bahasa tulis, termasuk didalamnya bahasa naskah, bahkan studi bahasa sampai abad ke-19 dikenal dengan nama folologi. Cabang-cabang linguistik yang dianggap dapat membantu filologi antara lain, yaitu:
a.       Etimologi
Setiap pengkajian bahasa teks selalu ada yang bersifat etimologis. Hal ini mudah dimengerti karena bahasa-bahasa naskah Nusantara banyak yang mengandung kata serapan dari bahasa asing yang dalam perjalanan hidupnya mengalami perubahan bentuk dan kadang-kadang juga perubahan arti. Itulah sebabnya kaa semacam itu, untuk pemahaman teks perlu dikaji sejarahnya.
b.      Sosiolinguistik
Mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku masyarakat, sehingga sosiolinguitik sangat bermanfaat untuk menekuni bahasa teks, misalnya ada tidaknya unda usuk bahasa, ragam bahasa, alih kode, yang kaitannya dengan konvensi masyarakat pemakai bahasa. Hal inilah yang diharapkan dapat membantu pengungkapan keadaan sosiobudaya yang terkandung dalam naskah.



c.       Stilistika
Diharap dapat membantu filologi dalam pencarian teks asli atau mendekati aslinya dan dalam penentuan usia teks karena stilistika berfungsi untuk menyelidiki bahasa sastra, khususnya gaya bahasa.

2.      Pengetahuan Bahasa-Bahasa yang Mempengaruhi Bahasa Teks
Bahasa-bahasa yang mempengaruhi naskah Nusantara, yaitu bahasa Sansekerta, Tamil, Arab, Persi dan bahasa daerah lain yang serumpun dengan bahasa naskah. Pada naskah yang awalnya berupa teks lisan nampak adanya pengaruh bahasa Barat. Karena pengaruh bahasa Tamil, Persi, dan Barat terhadap bahasa naskah sangat sedikit, maka untuk telaah teks atau pemahaman teks dipandang tidak diperlukan pendalaman bahasa-bahasa tersebut. Lain dengan bahasa Sansekerta dan bahasa Arab yang pengaruhnya sangat besar terhadap bahasa naskah Nusantara, sehingga kedua bahasa tersebut perlu didalami. Bahasa-bahasa daerah Nusantara juga perlu dipahami karena sangat erat kaitannya dengan bahasa-bahasa yang terdapat dalam naskah Nusantara.

3.      Paleografi
Palografi adalah ilmu macam-macam tulisan kuna yang mempunyai dua tujuan, yakni menjabarkan tulisan kuna karena beberapa tulisan kuna sangat sulit untuk dibaca dan menempatkan berbagai peninggalan tertulis dalam rangka perkembangan umum tulisannya dan atas dasar itu menentukan waktu dan tempat terjadinya tulisan tertentu. Hal ini sangat penting untuk mempelajari tulisan tangan karya sastra yang biasanya tidak menyebutkan bilamana dan dimana suatu karya ditulis, serta siapa pengarangnya. Perlu pula diperhatikan ciri-ciri lain seperti interpungsi; panjang dan jarak baris, bahan naskah, ukuran, tinta dan sebagainya.
Dari jenis tulisan , bentuk huruf, dan ciri-ciri khas tulisan tangan tertentu dapat dirunut kembali daerah asal, waktu penulisan teks, apakah teks tersebut ditulis sekali jadi, atau pada waktu yang berlainan, ditulis oleh seorang atau beberapa orang, dan sebagainya. Data tersebut memberikan bahan guna perkiraan sejarah terjadinya teks dan seluk-beluknya untuk penafsiran yang tepat. Sehingga, paleografi memberikan sumbangan yang sangat penting bagi filologi.

4.      Ilmu Sastra
Bahwa banyak naskah Nusantara yang mengandung teks sastrawi, yaitu teks yang berisi cerita rekaan (fiksi). Untuk menangani teks sastrawi, filologi memerlukan metode-metode pendekatan yang sesuai dengan sifat objeknya ialah metode pendekatan ilmu sastra.
Ilmu sastra telah dipelajari sejak zaman Aristoteles, Buku Poetika, hasil teori sastra yang paling awal. Dalam memperlihatkan perkembangan ilmu sastra sepanjang masa, Abrams (1953) oleh Teew dinilai telah berhasil dengan baik dan tepat. Berdasarkan cara menerangkan dan menilai karya-karya sastra, Abrams membedakan tipe-tipe pendekatan (kritik) tradisional, menjadi empat:
(1)   Pendekatan mimetik: menonjolkan aspek-aspek refensial, acuan karya satra, kaitannya dengan dunia nyata.
(2)   Pendekatan pragmatik: menonjolkan pengaruh karya sastra terhadap pembaca atau pendengarnya.
(3)   Pendekatan ekspresif: menonjolkan penulis karya sastra sebagai penciptanya.
(4)   Pendekatan objektif: menonjolkan karya sastra sebagai struktur otonom, lepas dari latar belakang sejarahnya dan dari diri dan alat penulisnya.
Ketiga pendekatan pertama diatas termasuk pendekatan yang oleh Wellek Warren (1956) disebut pendekatan ekstrinsik, yaitu pendekatan yang menerangkan karya sastra lewat latar belakangnya, keadaan sekitarnya, dan sebab-sebab luarnya, sedangkan pendekatan yang keempat termasuk pendekatan yang disebut pendekatan instrinsik, yaitu pendekatan yang berusaha menafsirkan dan menganalisis karya sastra dengan teknik dan metode yang diarahkan kepada dan berasal dari karya sastra itu sendiri.
Pada filologi, para ahlinya lebih banyak menggunakan pendekatan ekstrinsik meskipun para ahli juga mulai menggunakan pendekatan instrinsik.

5.      Hindu, Buddha, dan Islam
Penjelajahan terhadap naskah-naskah Nusantara lewat katalogos dan karya-karya ilmiah memberikan kesan bahwa naskah-naskah tersebut diwarnai oleh pengaruh-pengaruh agama Hindu, Buddha, dan Islam. Misalnya naskah-naskah Jawa Kuna yang tampak terpengaruh oleh agama Hindu dan Buddha, serta naskah-naskah Melayu yang diwarnai oleh agama Islam. Sehingga, pengetahun tentang agama Hindu, Buddha dan Islam harus benar-benar diperhatikan sebagai bekal penanganan sebagian besar naskah-naskah Nusantara, yaitu terutama naskah-naskah yang berisi keagamaan yang biasanya disebut sastra kitab.

6.      Sejarah Kebudayaan
Khazanah sastra Nusantara disamping diwarnai oleh pengaruh agama Hindu, Buddha, dan Islam juga memperlihatkan adanya pengaruh sastra klasik India, Arab dan Persi. Pengaruh karya klasik  India seperti Ramayana dan Mahabarata muncul dalam sastra lama Nusantara, misalnya dalam sastra Jawa Kuna. Sedangkan pengaruh sastra klasik Arab dapat dilihat dari naskah satra kitab yang diwarnai oleh agama islam yang didapat dari Arab. Sehingga, sangat penting bagi ahli filologi untuk mempelajari sejarah budaya India, Arab dan Persi guna mengetahui pertumbuhan dan perkembangan unsur-unsur budaya yang terdapat di Nusantara dengan melakukan pendekatan historis karya-karya lama Nusantara tersebut.

7.      Antropologi
Penggarapan naskah tidak dilepaskan dari konteks masyarakat dan budaya yang melahirkannya. Untuk keperluan tersebut, filologi dapat memanfaatkan kajian atau metode antropologi sebagai suatu ilmu yang berobjek penyelidikan manusia dipandang dari segi fisiknya, masyarakatnya dan kebudayaannya. Masalah yang pautannya dengan antropologi misalnya sikap masyarakat terhadap naskah yang sekarang masih hidup, terhadap naskah yang dimilikinya, apakah naskah itu dipandang keramat atau sebagai benda biasa.

8.      Foklor
Foklor masih merupakan ilmu yang relatif baru karena semula dipandang sebagai bagian antropologi. Sebagai nama kolektif yang memperlihatkan jangkauan yang sangat luas, hampir menyentuh setiap aspek kehidupan tradisional, foklor telah ada sejak pertengahan abad ke-19. Unsur-unsur budaya yang dirangkumnya secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu golongan unsur budaya yang materinya bersifat lisan, misalnya mitologi, legenda, cerita asal usul (dunia, nama tempat, binatang, dsb), cerita pelipur lara, dongeng, mantera, tahayul, teka teki, peribahasa, drama tradisional dan golongan unsur budaya yang berupa upacara-upacara, misalnya upacara-upacara yang mengiringi kelahiran, perkawinan, kematian. Dengan demikian, yang kaitannya sangat erat dengan filologi adalah terutama golongan pertama. Golongan ini mencakup unsur-unsur budaya yang biasa disebut sastra lisan, terutama sastra lisan yang termasuk cerita rakyat.
Foklor erat kaitannya dengan filologi karena banyak teks lama yang mencerminkan unsur-unsur foklor, misalnya teks-teks yang termasuk jenis sastra sejarah atau babad. Sehingga, untuk menangani teks-teks atau naskah-naskah semacam itu diperlukan latar belakang pengetahuan foklor.

Sebagai kesimpulan, dapat dikemukakan bahwa penggarapan naskah-naskah lama Nusantara dengan baik memerlukan bekal teori dan pengetahuan bahasa, sastra, agama dan sosiobudaya bangsa yang melahirkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar