Seperti
yang telah diketahui bahwa, objek filologi ialah naskah-naskah yang mengandung
teks sastra atau sastra tradisional, yaitu sastra yang dihasilkan masyarakat
yang masih dalam keadaan tradisional, masyarakat yang belum menghasilkan
pengaruh budaya Barat secara intensif. Untuk memahami teks-teks tersebut
diperlukan kajian dengan mempelajari bahasa atau istilah yang terdapat dalam
teks serta memahami kehidupan masyarakat tersebut. Akibat hal tersebut,
filologi memerlukan ilmu-ilmu bantu yang erat hubungannya dengan bahasa,
masyarakat serta budaya yang melahirkan naskah dan ilmu sastra, untuk
mengungkapkan nilai-nilai sastra yang terkandung didalamnya. Alat-alat bantu
filologi, yaitu:
1.
Linguistik
Bantuan linguistik terhadap
filologi sudah terlihat dari awal perkembangannya karena pada awalnya
linguistik sangat mengutamakan bahasa tulis, termasuk didalamnya bahasa naskah,
bahkan studi bahasa sampai abad ke-19 dikenal dengan nama folologi.
Cabang-cabang linguistik yang dianggap dapat membantu filologi antara lain,
yaitu:
a. Etimologi
Setiap pengkajian bahasa teks selalu ada yang bersifat
etimologis. Hal ini mudah dimengerti karena bahasa-bahasa naskah Nusantara
banyak yang mengandung kata serapan dari bahasa asing yang dalam perjalanan
hidupnya mengalami perubahan bentuk dan kadang-kadang juga perubahan arti.
Itulah sebabnya kaa semacam itu, untuk pemahaman teks perlu dikaji sejarahnya.
b. Sosiolinguistik
Mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara
perilaku bahasa dan perilaku masyarakat, sehingga sosiolinguitik sangat
bermanfaat untuk menekuni bahasa teks, misalnya ada tidaknya unda usuk bahasa, ragam bahasa, alih
kode, yang kaitannya dengan konvensi masyarakat pemakai bahasa. Hal inilah yang
diharapkan dapat membantu pengungkapan keadaan sosiobudaya yang terkandung
dalam naskah.
c. Stilistika
Diharap dapat membantu filologi dalam pencarian teks
asli atau mendekati aslinya dan dalam penentuan usia teks karena stilistika
berfungsi untuk menyelidiki bahasa sastra, khususnya gaya bahasa.
2.
Pengetahuan
Bahasa-Bahasa yang Mempengaruhi Bahasa Teks
Bahasa-bahasa yang
mempengaruhi naskah Nusantara, yaitu bahasa Sansekerta, Tamil, Arab, Persi dan
bahasa daerah lain yang serumpun dengan bahasa naskah. Pada naskah yang awalnya
berupa teks lisan nampak adanya pengaruh bahasa Barat. Karena pengaruh bahasa
Tamil, Persi, dan Barat terhadap bahasa naskah sangat sedikit, maka untuk
telaah teks atau pemahaman teks dipandang tidak diperlukan pendalaman
bahasa-bahasa tersebut. Lain dengan bahasa Sansekerta dan bahasa Arab yang
pengaruhnya sangat besar terhadap bahasa naskah Nusantara, sehingga kedua
bahasa tersebut perlu didalami. Bahasa-bahasa daerah Nusantara juga perlu
dipahami karena sangat erat kaitannya dengan bahasa-bahasa yang terdapat dalam
naskah Nusantara.
3.
Paleografi
Palografi adalah ilmu
macam-macam tulisan kuna yang mempunyai dua tujuan, yakni menjabarkan tulisan
kuna karena beberapa tulisan kuna sangat sulit untuk dibaca dan menempatkan
berbagai peninggalan tertulis dalam rangka perkembangan umum tulisannya dan
atas dasar itu menentukan waktu dan tempat terjadinya tulisan tertentu. Hal ini
sangat penting untuk mempelajari tulisan tangan karya sastra yang biasanya
tidak menyebutkan bilamana dan dimana suatu karya ditulis, serta siapa
pengarangnya. Perlu pula diperhatikan ciri-ciri lain seperti interpungsi;
panjang dan jarak baris, bahan naskah, ukuran, tinta dan sebagainya.
Dari jenis tulisan , bentuk
huruf, dan ciri-ciri khas tulisan tangan tertentu dapat dirunut kembali daerah
asal, waktu penulisan teks, apakah teks tersebut ditulis sekali jadi, atau pada
waktu yang berlainan, ditulis oleh seorang atau beberapa orang, dan sebagainya.
Data tersebut memberikan bahan guna perkiraan sejarah terjadinya teks dan
seluk-beluknya untuk penafsiran yang tepat. Sehingga, paleografi memberikan
sumbangan yang sangat penting bagi filologi.
4.
Ilmu Sastra
Bahwa banyak naskah
Nusantara yang mengandung teks sastrawi, yaitu teks yang berisi cerita rekaan
(fiksi). Untuk menangani teks sastrawi, filologi memerlukan metode-metode
pendekatan yang sesuai dengan sifat objeknya ialah metode pendekatan ilmu
sastra.
Ilmu sastra telah dipelajari
sejak zaman Aristoteles, Buku Poetika, hasil teori sastra yang paling awal.
Dalam memperlihatkan perkembangan ilmu sastra sepanjang masa, Abrams (1953)
oleh Teew dinilai telah berhasil dengan baik dan tepat. Berdasarkan cara
menerangkan dan menilai karya-karya sastra, Abrams membedakan tipe-tipe
pendekatan (kritik) tradisional, menjadi empat:
(1) Pendekatan
mimetik: menonjolkan aspek-aspek refensial, acuan karya satra, kaitannya dengan
dunia nyata.
(2) Pendekatan
pragmatik: menonjolkan pengaruh karya sastra terhadap pembaca atau
pendengarnya.
(3) Pendekatan
ekspresif: menonjolkan penulis karya sastra sebagai penciptanya.
(4) Pendekatan
objektif: menonjolkan karya sastra sebagai struktur otonom, lepas dari latar
belakang sejarahnya dan dari diri dan alat penulisnya.
Ketiga pendekatan pertama
diatas termasuk pendekatan yang oleh Wellek Warren (1956) disebut pendekatan
ekstrinsik, yaitu pendekatan yang menerangkan karya sastra lewat latar
belakangnya, keadaan sekitarnya, dan sebab-sebab luarnya, sedangkan pendekatan
yang keempat termasuk pendekatan yang disebut pendekatan instrinsik, yaitu
pendekatan yang berusaha menafsirkan dan menganalisis karya sastra dengan
teknik dan metode yang diarahkan kepada dan berasal dari karya sastra itu
sendiri.
Pada filologi, para ahlinya
lebih banyak menggunakan pendekatan ekstrinsik meskipun para ahli juga mulai
menggunakan pendekatan instrinsik.
5.
Hindu, Buddha,
dan Islam
Penjelajahan terhadap
naskah-naskah Nusantara lewat katalogos dan karya-karya ilmiah memberikan kesan
bahwa naskah-naskah tersebut diwarnai oleh pengaruh-pengaruh agama Hindu, Buddha,
dan Islam. Misalnya naskah-naskah Jawa Kuna yang tampak terpengaruh oleh agama
Hindu dan Buddha, serta naskah-naskah Melayu yang diwarnai oleh agama Islam.
Sehingga, pengetahun tentang agama Hindu, Buddha dan Islam harus benar-benar
diperhatikan sebagai bekal penanganan sebagian besar naskah-naskah Nusantara,
yaitu terutama naskah-naskah yang berisi keagamaan yang biasanya disebut sastra
kitab.
6.
Sejarah
Kebudayaan
Khazanah sastra Nusantara
disamping diwarnai oleh pengaruh agama Hindu, Buddha, dan Islam juga
memperlihatkan adanya pengaruh sastra klasik India, Arab dan Persi. Pengaruh
karya klasik India seperti Ramayana dan Mahabarata muncul dalam sastra lama Nusantara, misalnya dalam
sastra Jawa Kuna. Sedangkan pengaruh sastra klasik Arab dapat dilihat dari
naskah satra kitab yang diwarnai oleh agama islam yang didapat dari Arab.
Sehingga, sangat penting bagi ahli filologi untuk mempelajari sejarah budaya
India, Arab dan Persi guna mengetahui pertumbuhan dan perkembangan unsur-unsur
budaya yang terdapat di Nusantara dengan melakukan pendekatan historis
karya-karya lama Nusantara tersebut.
7.
Antropologi
Penggarapan naskah tidak
dilepaskan dari konteks masyarakat dan budaya yang melahirkannya. Untuk
keperluan tersebut, filologi dapat memanfaatkan kajian atau metode antropologi
sebagai suatu ilmu yang berobjek penyelidikan manusia dipandang dari segi
fisiknya, masyarakatnya dan kebudayaannya. Masalah yang pautannya dengan
antropologi misalnya sikap masyarakat terhadap naskah yang sekarang masih
hidup, terhadap naskah yang dimilikinya, apakah naskah itu dipandang keramat
atau sebagai benda biasa.
8.
Foklor
Foklor masih merupakan ilmu
yang relatif baru karena semula dipandang sebagai bagian antropologi. Sebagai
nama kolektif yang memperlihatkan jangkauan yang sangat luas, hampir menyentuh
setiap aspek kehidupan tradisional, foklor telah ada sejak pertengahan abad
ke-19. Unsur-unsur budaya yang dirangkumnya secara garis besar dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu golongan unsur budaya yang materinya bersifat lisan,
misalnya mitologi, legenda, cerita asal usul (dunia, nama tempat, binatang,
dsb), cerita pelipur lara, dongeng, mantera, tahayul, teka teki, peribahasa,
drama tradisional dan golongan unsur budaya yang berupa upacara-upacara,
misalnya upacara-upacara yang mengiringi kelahiran, perkawinan, kematian.
Dengan demikian, yang kaitannya sangat erat dengan filologi adalah terutama
golongan pertama. Golongan ini mencakup unsur-unsur budaya yang biasa disebut
sastra lisan, terutama sastra lisan yang termasuk cerita rakyat.
Foklor erat kaitannya dengan
filologi karena banyak teks lama yang mencerminkan unsur-unsur foklor, misalnya
teks-teks yang termasuk jenis sastra sejarah atau babad. Sehingga, untuk
menangani teks-teks atau naskah-naskah semacam itu diperlukan latar belakang
pengetahuan foklor.
Sebagai kesimpulan, dapat
dikemukakan bahwa penggarapan naskah-naskah lama Nusantara dengan baik
memerlukan bekal teori dan pengetahuan bahasa, sastra, agama dan sosiobudaya
bangsa yang melahirkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar