"Tidak ada manusia yang tidak terikat dengan rasa ingin tahu. Tidak ada keingintahuan yang tak terikat dengan ambisi. Meski ada orang yang mengetahui keberadaannya, tapi tidak akan ada manusia yang percaya bahwa tempat itu benar-benar ada."
Akhirnya aku untuk pertama kalinya menamatkan bukunya seniorku tercintah, CrysRahel. Deru Sewindu: Kisah Gigir Giri-giri ini kudapatkan secara grates! Mana dapat tanda tangan pula hahaha. Buku ini kubaca setelah 2 bulan kumendapatkannya, cukup cepat dia berpindah dari rak TBR hahaha.
Deru Sewindu punya beberapa cerpen dengan beragam tema. Meski begitu, aku menemukan satu kesamaan: semua membuatku kesal! Hahaha. Kesal karena Mbak Elly memilih untuk memakai akhir menggantung! Memang menyebalkan, pun begitu itu cerdas nan menarik.
Kalau bisa kukatakan, buku ini menggabungkan antara genre sastra dan populer yang pas. Aku tidak bisa sepenuhnya merasa buku ini sastra karena cukup mudah dipahami. Meski begitu, ada kalanya aku dibuat pusing layaknya diksi khas buku sastra yang dipilih.
Aku suka cara Mbak Elly memilih sudut pandang yang memang jarang dipilih oleh penulis populer; orang pertama pemeran pendukung. Penulis yang menggunakan sudut pandang ini selalu membuatku tertarik. Selain bikin tambah penasaran, aku jadi ingin tahu bagaimana sosok "aku" akhirnya mengetahui seluk beluk kisah yang ia gambarkan. Ada cerpen yang pakai sudut pandang orang ketiga juga, tapi gak banyak.
Dari berbagai cerpen, tentunya aku mempunyai satu cerpen favoritku. Aku dengan lantang akan bilang kalau Kotak Surat dan Semesta Cerita Anonim menjadi pilihanku. Cerpen yang tak terlalu panjang tapi MENARIK LUAR BIASA.
Ketika baca ini, aku tiba-tiba mengingat cerita Mbak Elly Februari lalu, dia bilang kalau Equilibrium karya Pak Bramantio membuatnya belajar banyak dalam menulis. Sesungguhnya, aku bisa merasakannya di sini. Ada vibes memupuk amarahku ketika baca Deru Sewindu haha, mirip sekali dengan perasaan murka saat baca Equilibrium hahaha.