Review: Madre | Dee Lestari


"Dan, kini aku kembali menjadi aku, siapa pun itu, aku tak tahu. Aku hidup. Aku utuh. Itu saja."

Dee Lestari lagi-lagi membuatku terlena dengan tulisannnya. Aku tak bisa memahaminya, kenapa sangat indah diksi yang digunakannya dalam menulis. Sungguh, memang sebuah kehormatan karena bisa hidup dan menikmati karyanya.

Sebenarnya, Madre cukup kupandang sebelah mata. Sama halnya yang kurasakan sebelum membaca Filosofi Kopi dulu. Untuk kedua karya itu, aku berpikir "Apa yang bisa membuat cerpen begitu luar biasanya memang?". Tentunya, pendapatku salah besar. Sekali lagi.

Setelah jatuh hati dengan Filosofi Kopi, aku dibuat terlena dengan Madre. Asli, cerpen pertama sudah membuatku antusias bukan main karena amat seru! Aku tak habis pikir, kok bisa Dee menciptakan Tansen dengan segala pikiran laki-lakinya ketika ia perempuan?

Aku juga mencintai bagaimana aku selalu belajar hal-hal baru setiap kali membaca karya Dee. Aku kembali membuka dunia yang tak pernah kusangka akan kunikmati perjalanannya. Aku amat mencintai perjalanan Madre kembali bangkit. Lalu ehem, aku berakhir pergi ke toko roti dekat rumah karena merindukan sensasi muffin di mulutku hahaha.

Tak cuma Madre, berbagai karya lain juga menarik perhatianku. Dee memang jagonya menuliskan cerpen dan prosa dengan diksi tak biasa tapi pas, Entah berapa kali aku dibuat geleng-geleng kepala dan tertawa karena rangkaian kata yang dipilihnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama