Masih kuingat beberapa tahun lalu aku mengatakan kalau dia adalah salah satu teman terbaik yang kupunya. Bukti nyata bahwa laki-laki dan perempuan bisa bersahabat. Tentu tidak sepenuhnya murni, aku pernah menyukainya di masa lalu. Masa ketika terlalu banyak waktu kuhabiskan dengannya.
Tahun lalu, aku berhenti menganggapnya temanku yang berharga. Dengan susah payah. Terlalu besar kekecewaan yang kurasakan atas apa yang dia lakukan. Kepercayaanku telah patah dan sepertinya aku tak lagi punya lem untuk melekatkannya lagi.
Aku ingat seorang sahabat terbaikku berkata, "Aku sudah mengira dia sejahat itu, tapi menurutmu tidak. Aku tak mungkin berkata sebaliknya." Aku ingat aku menangis tersedu karena kehilangan seorang teman, mungkin untuk selamanya.
Dulu, aku selalu mengatakan "Dia mungkin jahat, tapi dia baik kepadaku." Sekarang, mataku seakan menemukan kacamata yang pas. Aku menyadari betapa jahatnya dia kepadaku. Berkali-kali dia patahkan hatiku yang rapuh. Namun, aku mempunyai stok lem hati tak terbatas. Kulekatkan berkali-kali hatiku dan membuatnya semakin rapuh.
Ketika mataku terbuka, kusadari stok lemku menghilang tanpa bekas untuknya. Sesekali teman-teman mengaku mengasihaninya, teman lainnya enggan membicarakannya. Sama-sama terluka.
Kadang, kukatakan, "Untuk apa mengasihaninya ketika dia tak mengasihaniku?". Sesungguhnya, itu mantra untukku sendiri. Mengingatkanku berulangkali untuk tak membeli stok lem berhargaku untuknya. Mengingatkanku lagi bahwa dadaku masih sakit setiap kali memikirkannya.
Aku seorang pendendam. Aku tidak ingin memaafkanmu, temanku. Biarkan aku memakimu seumur hidupku setiap kali aku merindukanmu.
Tags
hati hari diri