Kalimat
|
Wacana
|
Terdiri dari minimal subjek dan predikat.
Contohnya: Ibu sedang makan
S P |
Dapat terdiri dari satu huruf
saja. Contohnya lambang S yang berartikan ‘dilarang berhenti’.
|
Tidak harus memiliki tujuan,
karena semua rangkaian kata dapat disebut kalimat selama kalimat tersebut
memiliki fungsi subjek dan predikat.
|
Harus memiliki tujuan yang jelas.
Tujuan tersebut dapat berupa menjelaskan, mengomentari, mengkritik, dsb.
|
Menjadi praktik komunikasi jika
kalimat tersebut diucapkan dan memiliki intonasi yang jelas. Jika tidak
diucapkan (hanya tertulis) maka kalimat tersebut tentu tidak dapat disebut
praktik komunikasi.
|
Merupakan praktik komunikasi. Hal
ini sehubungan dengan tujuan yang merupakan ciri dari sebuah wacana. Dimana
komunikasi berlangsung karena petutur dan penutur ingin menyampaikan maksud
atau tujuan.
|
Tidak terikat dengan konteks,
topik, kohensi, dan koherensi. Sehingga, makna yang terkandung dalam suatu
kalimat akan sama pada situasi, kondisi, budaya yang berbeda.
|
Terikat dengan konteks, topik,
kohesi, dan koherensi. Sehingga, setiap orang, budaya, situasi, kondisi yang
berbeda dapat menimbulkan makna wacana yang berbeda-beda pula.
|
Konsep kalimat hanya mengacu pada
bahasa yakni sintaksis.
|
Konsep wacana terbagi menjadi 2,
yakni konsep bahasa serta konsep sosial.
|
Kalimat hanya memiliki 2 bentuk,
yakni tulisan (rangkaian kata-kata) dan ungkapan (kalimat yang diucapkan
menggunakan intonasi tertentu).
|
Wacana juga memiliki 2 bentuk,
tulisan dan ungkapan. Namun, dalam segi tulisan wacana tidak hanya berisikan
rangkaian kata. Rangkaian gambar juga dapat disebut sebagai wacana selama ia
memiliki tujuan yang jelas.
|
Wacana berdasarkan
Fungsinya
Wacana
berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 4, yakni wacana langsung, wacana tidak
langsung, wacana pembeberan atau ekspositori, dan wacana penuturan atau
naratif.
a. Wacana langsung
Wacana langsung yakni wacana yang langsung
menjabarkan mengenai tujuannya. Sehingga, tujuannya terlihat secara jelas dalam
sekali baca.
Contoh:
Adikku sangat cerdas, ia bahkan dapat membaca diusia 4 tahun. Ketika
orang tuaku mencoba untuk mengecek IQ-nya ternyata ia memiliki IQ superior.
Wacana diatas bertujuan untuk menyampaikan
bahwa adik sang Aku sangat cerdas, dimana tujuan wacana tersebut sudah terlihat
secara jelas.
b. Wacana tidak langsung
Wacana tidak langsung yakni wacana yang cara
penjabarannya sedikit bertele-tele. Sehingga, tujuannya terlihat setelah kita
memahami makna wacana tersebut.
Contoh:
Orang tuanya bahkan tidak pernah menyangka anak yang baru berusia 4
tahun dapat membaca dengan lancar. Tentu mereka bangga dikaruniai anak seperti
itu, dan kebanggaan itu bertambah ketika dibuktikan dengan IQ sang anak yang
diatas rata-rata anak normal.
Wacana diatas bertujuan untuk menyampaikan
bahwa anak berusia 4 tahun tersebut sangat cerdas. Namun, tujuan tersebut akan
terlihat dengan menarik kesimpulan dari wacana tidak dapat terlihat secara
jelas.
c. Wacana pembeberan atau ekspositori
Wacana pembeberan atau ekspositori yakni wacana
yang menjelaskan rincian dari suatu hal. Sehingga, tujuannya seringkali untuk
mengajak khalayak mencoba hal-hal yang terdapat dalam wacana tersebut.
Contoh:
Restoran sushi baru itu memberikan diskon untuk 100 pelanggan pertama
setiap harinya. Berbagai macam sushi yang cukup murah menjadikan restoran itu
cepat mendapatkan pelanggan tetap. Sushi yang dihidangkan pun selalu dalam
kondisi baru dan memiliki paduan warna yang sangat menggiurkan.
Wacana diatas bertujuan untuk mengajak
masyarakat untuk mencoba sushi disalah satu restoran sushi yang baru buka.
d. Wacana penuturan atau naratif
Wacana penuturan atau daratif yakni wacana
untuk mendeskripsikan sesuatu. Sehingga, tujuan wacana naratif yakni memberikan
informasi kepada masyarakat tentang hal-hal yang terdapat dalam wacana
tersebut.
Contoh:
Dewasa ini, rumah-rumah berjajar tidak lagi menimbulkan keakraban. Jika
dahulu, orang-orang yang bertetangga akan saling bertegur sapa agaknya saat ini
hal tersebut sulit ditemui. Sibuk akan pekerjaan menjadi alasan hal tersebut
terjadi.
Wacana diatas bertujuan untuk menjelaskan bahwa
pada masa kini masyarakat terkadang tidak mengenal tetangganya sendiri.
Iklan sebagai Wacana
Iklan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan berita pesanan untuk
mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang
ditawarkan; atau merupakan pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau
jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa (seperti surat kabar dan
majalah) atau di tempat umum.
Menurut
pengertian iklan sendiri telah menyebutkan bahwa iklan memiliki tujuan
tertentu, selain hal tersebut iklan dapat disebut wacana karena iklan memiliki
ciri-ciri wacana yakni memiliki tujuan, pesan, tanda-tanda, serta fakta-fakta.
Misalnya
iklan Sprite yang ada di televisi.
Berikut penjabaran wacana iklan tersebut:
a. Tujuan
Iklan tersebut bertujuan untuk mengajak
konsumen untuk membeli sprite.
b. Pesan
Pesan yang disampaikan dalam iklan tersebut
yakni bahwa sprite adalah minuman
soda yang menyegarkan.
c. Tanda-tanda
-
Verba: Menggunakan kalimat “setelah melihat iklan
ini, kamu jadi haus dan ingin minum sprite”
kalimat tersebut sangat persuatif dan menunjukkan bahwa iklan ini masuk
dalam jenis wanaca langsung. Selain itu, tagline
yang digunakan yakni “Sprite nyatanya
nyegerin” juga semakin membuat orang yang melihat iklan tersebut penasaran
untuk mencoba.
-
Non-verba:
Video yang memperlihatkan segelas sprite dingin
yang diputar dari mulai gelas kosong, diisi es batu, hingga diisi sprite. Video yang terlihat sangat nyata
seperti orang menuangkan minuman juga sangat persuatif untuk membuat orang yang
melihat iklan tersebut mengkonsumsi sprite.
Dari
penjabaran diatas, maka dapat dibuktikan bahwa iklan merupakan salah satu
contoh dari wacana.
Referensi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar