Senin, 18 Februari 2019

Sejarah Perkembangan Foklor

Foklor disebut sebagai tradisi lisan (oral tradition) karena merupakan sebagian kebudayaan yang penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata atau lisan. Namun, tradisi lisan yang ada dalam foklor tidak sempit namun sangat luas. Foklor merupakan penelitian dwitunggal, dimana peneliti tidak hanya terbatas pada tradisinya (lore) melainkan juga manusianya (folk).
Istilah foklor dikenalkan oleh William John Thoms, seorang ahli kebudayaan antik. Ia memperkenalkan istilah foklor pada sebuah artikelnya dalam bentuk surat terbuka dalam majalah The Athenaeum No.982, tanggal 22 Agustus 1846 dengan menggunakan nama samara Ambrose Merton. Dalam surat terbuka itu, Thoms mengakui bahwa dialah yang menciptakan istilah folklore untuk sopan santun Inggris, takhayul, balada, dan sebagainya dari masa lampau, yang sebelumnya disebut dengan istilah antiquities, popular antiquities, atau popular literature. Minat mengenai hal tersebut timbul di Inggris pada masa kebangkitan romantisme dan nasionalisme abad ke-19.
Istilah culture yang dikenalkan 19 tahun (1865) setelah istilah folklore oleh E.D Tylor berhasil menggeser istilah folklore untuk diidentifikasikan dengan kebudayaan pada umumnya, sehingga folklore hanya digunakan untuk arti kebudayaan khusus yakni kebudayaan yang diwariskan melalui lisan. Istilah culture telah mendapatkan kesepakatan dalam dunia antropologi, sedangkan folklore masih timbul pertentangan yang sengit di dunia foklor sendiri. Sehingga, para ahli foklor di dunia ada tiga macam kubu, yakni:
a.       Ahli foklor humanitis (humanistic folklorist) yang berlatar belakang ilmu bahasa dan kesusastraan dimana para ahli ini yang tetap memegang ketat definisi WilliammJohn Thoms. Sehingga, mereka lebih mementingkan aspek lore daripada folk dalam penelitian mereka.
b.      Ahli foklor antropologi (anpological folklorist) yang berlatar belakang ilmu antropologi dimana para ahli ini umumnya hanya mementingkan aspek folk daripada lore dalam penelitian mereka.

c.       Ahli foklor modern yang berlatar belakang ilmu-ilmu interdisipliner, dimana para ahli ini memiliki pandangan yang terletak ditengah-tengah para ahli foklor yang lain. Sehingga, dalam penelitiannya mereka, mereka tidak hanya meneliti salah satu dari folk atau lore tetapi meneliti keduanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar