Senin, 18 Februari 2019

Penerapan Karya Puisi ‘’Ketika Etika Politikus Masuk dalam Kakus’’ dengan Teori Etika, Estetika, dan Logika

BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar belakang
            Karya sastra merupakan suatu bentuk pencapaian dari pemikiran pengarang dalam memahami suatu masalah di sekitar pengarang. Salah satu bentuk karya tersebut adalah puisi. Puisi menurut Watt-Dunton (Situmorang, 1980) adalah ekpresi yang konkret dan bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama. Puisi mencerminkan apa yang terdapat di dalam pikiran seseorang. Puisi karya Thomas Haryanto Sukiran yang berjudul Ketika Etika Politikus Masuk Kakus merupakan salah satu puisi yang menggunakan pendekatan ekspresif.
            Isi puisi dapat diangkat dari permasalahan yang terdapat di dalam masyarakat sekitar mulai deari segi sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama. Pada makalah ini akan dibahas mengenai puisi yang berjudul “Ketika Etika Politikus Masuk Kakus” sebagai bahan kajian teori etika estetika.
I.2 Rumusan masalah
            Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah teori etika, estetika, dan logika itu?
2. Bagaimana teori etika, estetika, dan logika diterapkan dalam karya sastra?

I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. untuk memahami teori etika, estetika, dan logika
2. untuk mengetahui penerapan teori etika, estetika, dan logika dalam karya sastra


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Etika, Estetika, dan Logika
            Secara etimologis, etika berasal dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan. Istilah lain yang dianggap sama adalah moral, secara etimologis berasal dari kata mos atau mores (latin). Moral digunakan untuk tingkah laku yang sedang dinilai, sedangkan etika merupakan pengkajian sistem nilai. Dengan kalimat lain, moral memberikan penilaian secara praktis, penilaian pada tempat tertentu (lokal dan temporal), sedangkan etika memberikan pada penilaian secara universal. Etika bersifat sosial, nilai-nilainya besebarkan melalui antar hubungan individu dalam masyarakat. Secara historis bermula dalam adat kebiasaan, tradisi dan konvensi, kemudian dalam sistem kepercayaan dan sistem religius. Etika kemudian menjadi suatu ilmu pengetahuan tersendiri, sebagai bagian dari ilmu filsafat.
            Secara etimologis estetika berasal dari bahasa yunani yaitu aistheta yang diturunkan dari aisthe yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan pikiran, dalam bahasa inggris (aesthethices) berarti studi tentang keindahan. Orang yang sedang menikmati keindahan disebut aistheta, sedangkan dalam pengertian luas berarti kepekaan untuk menanggapi suatu objek, kemampuan pencerapan indah, sebagai sensitifitas. Istilah lain yang digunakan adalah beauty (inggris), beuthe (perancis), bellus (latin) yang berarti sesuatu yang baik, sifat yang baik, keutamaan, dan kebajikan.
            Logika berasal dari kata logos (latin) berarti sabda, perkataan. Secara etimologis logika bermakna sebagai lelucon, dongeng, dan perumpamaan. Namun, sekarang ini lebih banyak dimaksudkan sebagai ilmu berpikir, atau cara penalaran secara tepat. Definisi lain menyebutkan bahwa logika adalah teori untu mencapai suatu kesimpulan secara deduktif. Pengertian luasnya yakni menyangkut perdebatan sistematis dalam usaha mnemukan kesimpulan, dan bagaimana kesimpulan tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah. Secara hitoris logika termasuk filsafat, sebagai seni berpikir. Logika berkaitan dengan penggunaan bahasa. Oleh karena itu, logika disebut juga ilmu pembahasan dan pembahasaan.
            Dalam hubungan antara etika, estetika, dan logika dikategorikan sebagai ilmu-ilmu normatif sebab berhubungan dengan benar dan salah, baik dan buruk, indah dan tidak indah.
Hakikat karya sastra adalah keindahan sebagai akibat dari pemanfaatan unsur-unsur bahasanya, melalui aspek stilistika dan keseimbangan komposisi antar unsurnya yang tergambar dalam totalitas karya tersebut, maka digunakan tolak ukur berupa keindahan bahasa itu sendiri. Tujuan karya sastra adalah positif. Oleh karena itu apapun yang dikemukakan di dalamnya bertujuan untuk memberi pencerahan kepada pembaca. Karya sastra harus dibaca sebagai karya sastra, sebagai fiksi, sebagai imanjinasi, dan seistem simbol, bukan ilmu pengetahuan. Karya sastra juga bukan nasihat, pedoman, dan bentuk aturan lainnya. Oleh karena itu, apabila di dalam suatu karya sastra terdapat lukisan tentang tokoh-tokoh jahat, maka harus dipahami dalam aspek yang terkandung di baliknya, aspek yang menyebabkan terjadinya kejahatan dana akibat dari kejahatan tersebut.
            Karya sastra memiliki hubungan yang ambigu dengan pengarang dalam teori kontemporer peranan pengarang justru ditolak dan dianggap anonimitas. Sama halnya dengan hubungan antara karya sastra dengan etika maupun dengan logika. Masyarakat lama menganggap bahwa fungsi utama karya sastra adalah mengungkap masalah-masalah kebenaran. Berbeda dengan masyarakat modern yang telah mampu membedakan kebenaran secara faktual. Puisi karya Thomas Haryanto Sukiran merupakan karya puisi yang lahir dari seorang masyarakat modern. Berikut adalah puisi Karya Thomas Haryanto Sukiran:

Ketika Etika Politikus Masuk Kakus
Ketika logika politik dikritik bertubi-tubi
Maka pikiran yang sesat dilanggengkan
Dibudidaya dijungkirbalikkan hingga tak berdaya
Bahasa menjadi alat menipu rakyat
Hutang berlebihan dikata pendapatan pembangunan
Anggaran yang terang benderang kurang dikata berimbang
Tangkap orang tanpa tatap dikata mengamankan
Menyiksa dikata mendidik
Memporak-porandakan perekonomian dikata membuat jalan masa depan
Ketika etika politika masuk kakus
Menjadi tikus
Betapapun dibungkus

2.2 Penerapan Teori Etika, Estetika, dan Logika dalam karya sastra
            Karya puisi dari Thomas Haryanto Sukiran yang berjudul “Ketika Etika Politikus Masuk dalam Kakus” berkaitan dengan teori etika karena karya puisi yang ditulis oleh Thomas Karyanto Sukiran tidak mencerminkan adanya etika. Sedangkan dalam teori Etika sendiri merupakan kaidah yang diiterapkan dalam norma-norma atau aturan yang berlaku. Karya  puisi ini mencerminkan kehidupan duniawai yang jelas adanya bahwa sering terjadi korupsi. Thomas Haryanto Sukiran hanya menulis puisi yang sudah jelas dimengerti masyarakat. Thomas tidak memberikan solusi terhadap masalah korupsi. Thomas hanya memberikan contoh para koruptor ketika sedang beraksi dan hanya merugikan masyarakat khususnya masyarakat Indonesia. Puisi tersebut dapat dimaknai bahwa koruptor semakin hari tidak semakin berkurang tetapi setiap tahun malah banyak koruptor-koruptor dengan jabatan sebagai orang tinggi atau orang penting. Orang politik harusnya lebih memahami seluk beluk kelakuan masyarakatnya dan tidak mengambil hak kepada orang bawah yang seharusnya itu memang menjadi tanggung jawab pemerintah. Seorang politikus penghasilannya lebih besar daripada orang yang tidak mempunyai pangkat. Negara Indonesia memperkaya sumber daya alamnya tetapi sumber daya manusia tidak dijalankan oleh masing-masing individu. Justru sumber daya manusia yang dimiliki oleh masyarakat Indoenesia adalah sumber daya manusia yang lemah. Masyarakat Indonesia lebih mementingkan penghasilan yang besar daripada harkat martabat yang digunakan.
Maka dari itu, koruptor tidak pernah berkurang malah makin banyak di setiap tahunnya. Etika pada puisi karya Thomas Haryanto Sukiran ini tidak menunjukkan sikap etika pada masyarakatnya dan bertentangan pada hasil solusinya. Etika bersifat sosial, nilai-nilainya besebarkan melalui antarhubungan individu dalam masyarakat. Secara historis bermula dalam adat kebiasaan, tradisi dan konvensi, kemudian dalam sistem kepercayaan dan sistem religius.
            Teori Estetika berarti studi tentang keindahan. Karya puisi Thomas Haryanto Sukiran yang berjudul “Ketika Etika Politikus Masuk dalam Kakus” memiliki estetika yang dapat kami nikmati yakni pada penggunaan kata yang digunakan oleh Thomas. Kata-kata yang digunakan oleh Thomas adalah kata-kata yang berupa tanggapan Thomas dan mendeskripsikan bagaiaman koruptor pada saat ini. kami merasakan sekali bahwa koruptor di Indonesia semakin marak dan merugikan masyrakat-masyarakat kecil di Indonesia. Penggunaan kata yang digunakan oleh Thomas tidak membosankan dan menjadi ciri khas Thomas ketika menulis karya puisi. Karya-karya puisi yang ditulis oleh Thomas kebanyakan tentang politik-politik.
 Orang yang sedang menikmati keindahan disebut aistheta, sedangkan dalam pengertian luas berarti kepekaan untuk menanggapi suatu objek, kemampuan pencerapan indah, sebagai sensitifitas. Istilah lain yang digunakan adalah beauty (inggris), beuthe (perancis), bellus (latin) yang berarti sesuatu yang baik, sifat yang baik, keutamaan, dan kebajikan.
Logika berkaitan dengan hal yang benar maupun yang salah. Dalam etika, manusia dituntut untuk dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. untuk memahami permasalahan yang berkaitan dengan moralitas yakni moral kaum politikus, maka masyarakat dituntut untuk memahami permasalahan kaum para elite tersebut berdasarkan pemahaman yang benar akan segala sesuatunya. Dengan kata lain, untuk memahami permasalahan moralitas, masyarakat memerukan logika untuk dapat berpikir secara benar sehingga para koruptor bersikap adil dan tidak sewena-wena terhadap masyarakat. Demikian pula dengan etika dan estetika, dimana subjeknya adalah tentang keindahan. Dalam puisi ini politikus dituntut untuk dapat menggunakan pikirannya dengan benar sbeelum ia memutuskan mana yang indah (pantas dilakukan) dan mana yang tidak indah (tidak pantas dilakukan)



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Puisi mencerminkan apa yang terdapat di dalam pikiran seseorang. Puisi karya Thomas Haryanto Sukiran yang berjudul Ketika Etika Politikus Masuk Kakus merupakan salah satu puisi yang membahas mengenai dinamika politik di masyarakat. Teori etika, estitika dan logika digunakan dalam puisi ini. Berdasarkan analisis di atas maka disimpulkan bahwa kata-kata yang digunakan oleh Thomas adalah kata-kata yang berupa tanggapan Thomas dan mendeskripsikan bagaiaman koruptor pada saat ini.
3. 2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran maupun kritikan dari pembaca untuk mengevaluasi makalah ini.

  
DAFTAR PUSTAKA
Sachari, Agus. 2002. Estetika, Makna, Simbol, dan Daya. Penerbit ITB: Bandung

Ratna, Kutha Nyoman. 2007. Estetika Satra dan Budaya. Pustaka Belajar: Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar