Senin, 18 Februari 2019

METODE KUANTITATIF LEKSIKOSTATISTIK DAN GLOTOKRONOLOGI DALAM REKONSTRUKSI BAHASA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebuah bahasa akan mengalami perkembangan sejak bentuk dasar sampai bentuk lanjutannya. Hal inilah yang menjadikan bahasa bersifat arbiter. Arbiter secara etimologi berarti ‘kesewenagan, manasuka’. Sedangkan, arbiter secara terminologi adalah ketidakaadaan hubungan wajib antara lambang dengan acuan. Sifat arbitrer pada bahasa tersebut menyebabkan setiap bahasa mengalami banyak proses berupa perkembangan, perubahan, penyebaran, dan sebagainya.
Salah satu proses perubahan yakni rekonstruksi bahasa. Rekonstruksi bahasa adalah upaya penyusunan kembali sosok bahasa purba yang menurunkan isolek-isolek modern untuk digunakan oleh para penutur pada masa sekarang. Rekonstruksi bahasa dapat dilakukan dengan cara membandingkan unsur-unsur yang terdapat dalam isolek-isolek sekerabat.
Menghitung perbandingan kekerabatan dalam sebuah bahasa pada umumnya menggunakan metode kuantitatif. Dalam metode kuantitatif terdapat teknik leksikostatistik dan teknik glotokronologi.  Leksikostatistik kadang-kadang dianggap sama atau berbeda dengan glotokronologi. Jika disimak dari aspek tujuan akhir yang akan dicapai, kedua hal tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Namun apabila dilihat dari aspek kenyataan, jelas bahwa kedua hal itu mempunyai hubungan erat yang saling melengkapi sehingga tidak ada alasan untuk memandang kedua itu berbeda (Langgole, 1997: 52)
Leksikostatistik dan leksikostatistik merupakan dua hal yang berbeda. Leksikostatistik  merupakan  teknik  pengelompokan  bahasa yang  lebih  cenderung  mengutamakan perhitungan  leksikon  (kata-kata)  secara statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu  berdasarkan  persentase  kesamaan  suatu  isolek bahasa  dengan  bahasa  lain.  Sedangkan Glotokronology  merupakan  teknik  pengelompokan  bahasa  yang  lebih  mengutamakan  perhitungan  waktu  atau usia dari bahasa-bahasa yang berkerabat (Jalal, 2012:165). Untuk memahami tentang metode kuantitatif dalam rekonstruksi bahasa, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang leksikostatistik dan glotokronologi serta aplikasi teknik tersebut dalam meneliti suatu bahasa secara rinci.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah metode kuantitatif dengan menggunakan metode leksikostatistik dan glotokronologi?
1.2.2 Bagaimanakah aplikasi metode perhitungan leksikostatistik dan glotokronologi dalam penelitian bahasa?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui metode kuantitatif dengan menggunakan metode leksikostatistik dan glotokronologi.
1.3.2 Untuk mengetahui aplikasi metode leksikostatistik dan glotokronologi dalam penelitian bahasa.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Metode Kuantitatif Leksikostatistik dan Glotokronologi
Rekonstruksi bahasa merupakan salah satu materi kajian yang dipelajari dalam bidang dialektologi. Pengertian rekonstruksi secara etimologi merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Inggris, yakni reconstruction (re yang berarti ‘kembali’ dan construction yang berarti ‘pembangunan’). Sedangkan, pengertian rekonstruksi secara terminologi adalah sebuah proses pembanguan atau penyusunan ulang dalam sebuah hal untuk kembal kepada asal atau dasarnya. Begitu pula dengan bahasa, sebuah bidang yang juga dapat mengalami proses rekonstruksi. Apabila pengertian bahasa ditinjau dari KBBI, bahasa adalah seperangkat sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer untuk digunakan oleh para anggota suatu masyarakat dalam urusan kerja sama, interaksi sosial, dan identifikasi diri.
Tujuan adanya rekonstruksi bahasa yakni memberikan kejelasan mengenai hubungan kekerabatan anatarbahasa yang diturunkan dari sebuah induk (proto) sehingga dapat mengetahui tentang rumpun-rumpun bahasa yang terbentuk dari bahasa tersebut. Sebab, menurut Djantra Kawi dalam Mahsun (1995:75-76) menyatakan bahwa pemantauan kembali bentuk-bentuk bahasa purba dapat memberi informasi yang sangat berharga bagi upaya penentuan suatu bentuk berkategori pewarisan atau inovasi (internal dan eksternal).
Rekonstruksi bahasa dapat dikaji dengan berbagai metode baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah sebuah jenis metode penelitian yang bersifat sistematis, spesifik, dan struktural sehingga terencana dengan baik sejak awal hingga akhir guna mendapatkan sebuah kesimpulan.  Metode kuantitatif lebih menekankan pada penggunaan angka-angka yang menjadikannya lebih rinci dan jelas. Selain itu, penggunaan tabel, grafik, dan diagram sangat mempermudah pemahaman pembaca.


2.1.1 Leksikostatistik
Metode  leksikostatistik,  yaitu  suatu teknik  dalam  pengelompokkan  bahasa  yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata  (leksikon)  secara    statistik,  untuk kemudian  berusaha  menetapkan pengelompokan  itu  berdasarkan  persentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa  lain,  bukan  semata-mata  merupakan metode  untuk  menentukan  waktu  pisah  dua bahasa kerabat, tetapi ia juga menjadi metode untuk  mengadakan  pengelompokan  bahasa-bahasa  kerabat (Surbakti, 2014: 6). 
Leksikostatistik merupakan suatu teknik dalam pengelompokkan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata secara statistik lalu menetapkan pengelompokkan itu berdasarkan persentase kekerabatan bahasa yang diperbandingkan (Keraf, 1996: 121).
Menurut Mahsun (1995), leksikostatistik adalah metode pengelompokan bahasa yang dilakukan dengan menghitung persentase perangkat kognat (kerabat). Sebagian data berupa kosakata dianalisis berdasarkan leksikostatistik untuk mendapat kesan dialek dan bahasa serta pengelompokan bahasa sekerabat [Kridalaksana, 1964:326]. Dalam proses leksikostatistik, khususnya untuk mencari kata sepadanan perlu dibantu oleh metode perbandingan juga [Kridalaksana, 1964:326].
Leksikostatistik  merupakan  suatu  teknik  dalam  pengelompokan  bahasa yang mengutamakan aspek kata-kata (leksikon) atau membandingkan kosakata secara statistik dan berusaha menetapkan pengelompokan berdasarkan persentase kesamaan suatu bahasa dengan  bahasa  lain. Jadi dapat dikatakan bahwa metode leksostatistik adalah suatu kaidah yang digunakan dalam menentukan hubungan kekerabatan suatu bahasa  berdasarkan penghitungan leksikon (kata-kata).
Kosa kata dasar Swadesh menjadi  instrumen  penghitungan  dalam  kaidah  leksikostatistik. Terdapat 200 kata menurut Morish Swadesh. Kata Swades adalah  kata-kata  dasar  yang  secara  umum  digunakan  oleh setiap  kelompok  masyarakat  tufur  atau  kata-kata  dasar  yang  secara  umum  dan luas  digunakan  oleh  hampir semua  masyarakat bahasa.  Kata-kata Swades, di antaranya  berisi nama-nama  bagian  tubuh  manusia,  tumbuhan, binatang,  kata bilangan,  aksesoris  wanita  istilah  kekerabatan,  pronomina,  ukuran,  sifat (Patriantoro, 2012: 33). Dengan  menggunakan  dasar dasar  leksikostatistik,  Swadesh  mengusulkan suatu klasifikasi untuk menetapkan kapan dua bahasa  disebut  dialek,  kapan  sekelompok bahasa  disebut  keluarga  bahasa  (language family),  bilamana  sekelompok  bahasa termasuk  rumpun  bahasa  (stock)  dan sebagainya  (Keraf,  1991:  134). 
Kajian leksikostatistik berdasarkan kosakata yang mendasar (basic vocabulary), yaitu kosa kata tertentu yang tidak mudah berubah. Kata-kata semacam itu dianggap warisan bersama dari bahasa proto (induk). Dengan demikian, kosakata tersebut mempunyai derajat retensi yang tinggi sepanjang masa. Setelah 1000 tahun, kosakata tersebut akan mengalami pengikisan. Dalam 1000 tahun berikutnya, persentase retensi akan tetap sama, dan demikianlah selanjutnya (Dyen dalam Suyata, 1999: 70).
Selanjutnya Dyen mengatakan bahwa dengan membandingkan basic vocabulary antara sepasang bahasa kerabat, akan ditemukan persamaan dan perbedaan. Persamaan yang ada (cognate) dihitung dengan angka-angka persentase. Apabila selisih persentase kurang atau sama dengan 10%, hubungan bahasa-bahasa tersebut dikatakan dekat. Oleh karena itu, mereka dapat dimasukkan ke dalam satu kelompok. Sebaliknya, jika dua bahasa selisihnya lebih dari 10%, hubungan kedua bahasa tersebut jauh, dan mereka tidak dapat dimasukkan ke dalam satu kelompok.
Nothofer (1990) menjelaskan bahwa leksikostatistik memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Berikut adalah kelebihan-kelebihan leksikostatistik:
1. Sebagai daftar kosakata dasar yang cepat dapat menentukan hubungan kekerabatan bahasa yang sekerabat
2. Sebagai alat pengelompokan bahasa/ dialek yang sekerabat yang proto bahasanya belum begitu tua/kuno, dan
3. Sebagai alat/ metode yang dapat dipakai pada tahap awal untuk menetapkan klasifikasi bahasa.

Cara kerja leksikostatistik mengikuti prinsip-prinsip seperti berikut:
1. Mengumpulkan sejumlah kata dasar dari kosakata dasar.
Upaya menetapkan kosakata dasar yang sekerabat mengikuti tahap-tahap sebagai berikut:
a.         Mencari kosakata yang bukan dari bahasa/kata pinjaman.
b.        Pengisolasian morfem terikat
c. Membandingkan semua pasangan kata untuk menentukan pasangan kata yang sekerabat. Menetapkan  kata  kerabat  yang  memiliki  hubungan genetis  dengan  kriteria  sebagai  berikut:
1.        pasangan  yang  identik, 
2.        pasangan  yang memiliki  korespondensi  fonemis, 
3.        pasangan  yang  mirip  secara  fonetis, 
4.        pasangan berbeda  satu  fonem,

2. Menentukan pasangan kosakata dasar yang sekerabat (kognat). Cara menghitung persentase kata kerabat digunakan rumus:
Keterangan: C= Cognates atau kata kerabat
                               K= Jumlah kosakata kerabat
                               G= Jumlah Gloss

\

2.1.2 Glotokronologi
Glotokronologi  adalah  suatu  teknik  dalam  linguistik  historis komparatif  yang  berusaha  mengadakan  pengelompokan  dengan  lebih  mengutamakan perhitungan waktu (time depth) atau perhitungan usia bahasa-bahasa kerabat. Dengan menggunakan glotokronologi, maka bahasa dapat dihitung kapan ia berpisah dari bahasa protonya.
1.      Menghitung usia atau waktu pisah kedua bahasa. Waktu pisah antara kedua bahasa kerabat yang telah diketahui presentase kata kerabatnya, dapat dihitung dengan mempergunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
W=      Waktu pisah dalam ribuan tahun yang lalu
r =       Retensi atau prosentase konstan dalam 1000 tahun, atau disebut juga indeks. Dalam hal ini retensi yaitu 80,5%
C=       Prosentase kerabat
Log=   Logaritma dari

2. Menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan kemungkinan waktu pisah yang paling tepat. Untuk menghitung jangka kesalahan biasanya digunakan kesalahan standar, yaitu 70% dari kebenaran yang diperkirakan. Kesalahan standar diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
S= Kesalahan standar dalam prosentase kata kerabat
c= Prosentase kata kerabat
n= Jumlah kata yang diperbandingkan (baik kerabat maupun non kerabat)

2.2 Aplikasi Metode Leksikostatistik dan Glotokronologi
2.2.1 Leksikostatistik
       Berdasarkan keempat asumsi dasar di atas, teknik leksikostatistik mengambil dua langkah dalam penelitian, yaitu : mengumpulkan Kosakata Dasar (KKD) dan menghitung kata kerabat (cognate). Penulis mengutip Skripsi karya Fitriana Sinaga dari Program Studi Bahasa Batak, Depertemen Bahasa dan Sastra Daerah, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 2007 dengan judul “ Kajian Leksikostatistik antara Bahasa Simalungun dengan Bahasa Karo” sebagai contoh penerapan kedua langkah tersebut. Penjelasannya secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Mengumpulkan Kosa Kata Dasar (KKD).
            Unsur terpenting dalam perbandingan terhadap dua bahasa atau lebih yakni mengumpulkan daftar kosakata dasar dari bahasa-bahasa yang diteliti. Berdasarkan susunan Morrish Swades yang berisi 200 kata yang dapat dianggap sudah cukup baik sehingga tidak perlu menggunakan daftra kosa kata yang lain atau daftar daftar kosa kata dasar yang disusun oleh para peneliti lain.
2.      Menghitung kata kerabat (cognate).
            Ketika menetapkan kata kerabat (cognate) dari bahasa-bahasa yang diselidiki, haruslah mengikuti prosedur-prosedur sebagai berikut :
a.       Gloss yang diperhitungkan
     Pertama, harus mengeluarkan gloss yang tidak akan diperhitungkan dalam penetapan kata kerabat atau non-kerabat. Gloss yang tidak diperhitungkan itu merupakan kata-kata kosong yakni gloss berupa kata-kata yang tidak akan ditemukan dalam bahasa-bahasa yang diteliti, misalnya : nyiur, lembayung, pajri, mobil, motor, dsb. kedua, semua kata pinjaman dari bahasa-bahasa kerabat maupun bahasa-bahasa non-kerabat, misalnya : clemek, surau, grendel, khitanan, solat, zakat, dsb.

b.      Pengisolasian morfem terikat
     Apabila di dalam data-data yang telah dikumpulkan tersebut didapati morfem-morfem terikat sebelum mengadakan perbandingan untuk mendapatkan kata kerabat atau non-kerabat, semua morfem terikat tersebut harus diisolir terlebih dahulu. Pengisolasian morfem
tersebut akan memudahkan penetapan pasangan kata yang menunjukkan kesamaan atau kebedaan. Contoh :
Gloss kata /rintak/ dalam bahasa Karo berarti ‘tarik’ telah diisolasi dari bentuk menarik.
c.       Penetapan kata kerabat
     Bila  kedua  prosedur  di  atas  telah dikerjakan,  baru  dimuali  perbandingan  antara pasangan-pasangan  kata  dalam  bahasa-bahasa tersebut  untuk  menetapkan  apakah  pasanganpasangan  itu  berkerabat  atau  tidak.  Sebuah pasangan kata akan dinyatakan sebagai kata kerabat jika memenuhi salah satu ketentuan berikut:
1.      Pasangan itu identik
            Apabila pasangan kata yang identik merupakan pasangan kata yang semua fonemnya sama betul akan menjadikannya dapat dianggap berkerabat, contoh :
Gloss
Bahasa Simalungun
Bahasa Karo
hujan
udan
udan
ladang
juma
juma
sawah
sabah
sabah
delapan
Waluh
waluh
mimpi
Nipi
nipi











Tabel 1. Pasangan identik dalam bahasa Simalungun dan bahasa Karo

2. Pasangan itu memiliki korespondensi fonemis
            Apabila perubahan fonemis antara kedua bahasa tersebut terjadi secara timbal balik dan teratur dan berfrekuensi tinggi akan menjadikan bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut dapat dianggap berkerabat. Contoh :

Gloss
Bahasa Simalungun
Bahasa Karo
tidur
Modom
medem
takut
Mabiar
mbiar
periuk
Hudon
kudin
Tabel 2. Korespondensi fonemis bahasa Simalungun dan bahasa Karo

3. Kemiripan secara fonemis
            Apabila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kedua bahasa tersebut mengandung korespondensi fonemis, tetapi mengandung kemiripan secara fonetis dalam posisi artikulatoris yang sama akan menjadikan pasangan tersebut dapat dianggap sebagai kata kerabat. Contoh :
Gloss
Bahasa Simalungun
Bahasa Karo
napas
marbosah
erkesah
jauh
daoh
ndaoh
licin
malandit
meladit
renag
marlangui
erlengi
Malu
Maila
Mela




Tabel 3. Kemiripan secara fonemis bahasa Simalungun dan bahasa Karo


4. Satu morfem berbeda
            Apabila dalam satu pasangan kata terdapat perbedaan satu fonem, tetapi dapat dijelaskan bahwa perbedaan tersebut terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya akan menjadikan pasangan tersebut dapat dianggap sebagai kata kerabat. Contoh :
Gloss
Bahasa Simalungun
Bahasa Karo
gigi
ipon
ipen
duduk
hundul
kundul
menantu
hela
kela
sembuh
malum
madem
awan
ombun
embun










Tabel 4. Satu morfem berbeda  bahasa Simalungun dan bahasa Karo

       Sesudah menetapkan kata-kata kerabat dengan prosedur-prosedur sebagaimana di atas, dapat ditetapkan besarnya persentase kekerabatan antara kedua bahasa tersebut dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
C= Cognates atau kata kerabat
K= Jumlah kosakata kerabat
G= Jumlah Gloss
                                         
C= 116 x 100%= 58%
200
       Persentase kata kerabat dihitung dari jumlah pasangan yang sisa yakni 200 kata dikurangai dengan kata (gloss) yang tidak diperhitungkan karena kosong atau pinjaman. Dari 200 kata untuk bahasa Simalungun dan bahasa Karo hanya terdapat 197 pasangan yang lengkap dan 3 gloss tidak memiliki pasangan. Dari 197 pasangan yang ada terdapat 116 pasangan kata kerabat atau 58% kata kerabat.

2.2.2 Glotokronologi
Setelah mendapatkan persentase kata yang berkerabat, maka dapat dilakukan penghitungan waktu pisah. Dalam analisis perhitungan waktu pisah pada analisis ini kami penulis menggunakan data penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Novita Sari pada bahasa Aceh, bahasa Alas, dan Bahasa Gayo. Penghitungan waktu pisah itu, dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
W= Waktu pisah dalam ribuan tahun yang lalu
r =   Retensi atau prosentase konstan dalam 1000 tahun, atau disebut juga indeks. Dalam hal ini retensi yaitu 80,5%
C=  Prosentase kerabat
Log=Logaritma dari

Waktu pisah tiga bahasa, yakni bahasa Aceh, bahasa Alas, dan Bahasa Gayo dapat dihitung memakai rumus di atas. Perhatikan penjelasan berikut ini:

a. Bahasa Aceh dan Bahasa Gayo
Diketahui:    C= 57%
                     r= 80,5% (0,805)
Ditanya:       W=…..?

         = log 0,57
           2 log 0,805
         = log -0,562
            2 log -0,217
         = -0,562
            2 x-0,217
         = -0,562
            -0,434
         = 1,294 x 1000 tahun= 1294

b. Bahasa Gayo dan Bahasa Alas
       Diketahui:       C= 62% (0,62)
                               r = 80,5% (0,805)
       Ditanya:          W=….?
       = log 0,62
          2 log 0,805
       = - 0,478
          2 x -0,217
       = -0,478
          -0,434
       = 1,101 x 1000 tahun = 1.101

c. Bahasa Alas dan Bahasa Aceh
       Diketahui:       C= 67% (0,67)
                                      r = 80,5% (0,805)
              Ditanya:          W =…?

= log 0,67
   2 log 0,805
= -0,400
   2 x -0,217
= -0,400
   -0,434
= 0,922 x 1000 tahun = 922

       Hasil  penghitungan  tersebut  bukan  merupakan  tahun  pasti  kedua  bahasa  itu berpisah,  maka  harus ditetapkan suatu  jangka waktu perpisahan  itu terjadi. Oleh karena  itu,  harus  diadakan  perhitungan  tertentu  untuk  menghindari  kesalahan semacam  itu.  Jadi,  masih  diperlukan  teknik  statistik  berikutnya.  Teknik penghitungan berikutnya adalah menghitung jangka kesalahan.
       Cara  yang  digunakan  untuk  menghindari  kesalahan  dalam  statistik  adalah memberi  suatu  perkiraan  bahwa  suatu  hal  terjadi  bukan  dalam  waktu  tertentu, tetapi dalam suatu jangka tertentu. Untuk menghitung jangka kesalahan biasanya dipergunakan  kesalahan  standar,  yaitu  70%  dari  kebenaran  yang  diperkirakan. Kesalahan standar dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

Keterangan:
S= Kesalahan standar dalam prosentase kata kerabat
c= Prosentase kata kerabat
       n=Jumlah kata yang diperbandingkan (baik kerabat maupun non kerabat).

            Waktu pisah tiga bahasa, yakni bahasa Aceh, bahasa Alas, dan Bahasa Gayo dapat dihitung memakai rumus di atas. Perhatikan penjelasan berikut ini:

a. Bahasa Aceh dan Bahasa Gayo
       Diketahui:       C= 0,57
                               n= 297
       Ditanya:          S=…?
       Dijawab:

Hasil  dari  kesalahan  standar  ini  (0,03)  dijumlahkan  dengan  persentase  kerabat awal  (C1)  untuk  mendapatkan  C2  (C2  =  C1  +  S).  Jadi  C2 hasilnya  adalah 0,57+0,03=0,60.  Dengan  adanya  C2,  maka  waktu  pisah  dapat  dihitung  kembali, dengan menggunakan rumus yang sama:
Waktu pisah tersebut dikali 1000 sehingga hasilnya menjadi 1.177
Dengan demikian, jangka kesalahan = W1 -W2 = 1.294-1.177= 117


b. Bahasa Gayo dan Bahasa Alas
    

Hasil  dari  kesalahan  standar  ini  (0,03)  dijumlahkan  dengan  persentase  kerabat awal  (C1)  untuk  mendapatkan  C2  (C2  =  C1  +  S).  Jadi  C2 hasilnya  adalah 0,62+0,03=0,65.  Dengan  adanya  C2,  maka  waktu  pisah  dapat  dihitung  kembali, dengan menggunakan rumus yang sama:
     Diketahui:       C2= 65%
                            log r = 0,805
     Ditanya:          W2=….?
Waktu pisah tersebut dikali 1000 sehingga hasilnya menjadi 995. Dengan demikian, jangka kesalahan = W1-W2 = 1.101-995= 106


c. Bahasa Alas dan Bahasa Aceh
    

Hasil  dari  kesalahan  standar  ini  (0,03)  dijumlahkan  dengan  persentase  kerabat awal  (C1)  untuk  mendapatkan  C2  (C2  =  C1  +  S).  Jadi  C2 hasilnya  adalah 0,53+0,03=0,56.  Dengan  adanya  C2,  maka  waktu  pisah  dapat  dihitung  kembali, dengan menggunakan rumus yang sama:
       Diketahui:       C2= 56%
                               log r= 0,805
       Ditanya:          W2=…..?
Waktu pisah tersebut dikali 1000 sehingga hasilnya menjadi 1.336
Dengan demikian, jangka kesalahan = W1-W2= 1.463-1.336= 127


BAB III
PENUTUP

3.1       SIMPULAN
Rekontruksi bahasa bertujuan untuk memberikan kejelasan mengenai hubungan kekerabatan antarbahasa yang diturunkan dari sebuah induk (proyo) sehinnga dapat mengetahui tentang rumpun-rumpun bahasa yang terbentuk tersebut. Metode kuantitatif adalah sebuah jenis metode penelitian yang bersifat sistematis, spesifik, dan struktural sehingga terencana dengan baik sejak awal hingga akhir guna mendapatkan kesimpulan. Metode leksikostatistik yakni suatu teknik dalam pengelompokkan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik lalu menetapkan pengelompokan itu berdasarkan presentase kekerabatan bahasa yang diperbandingkan. Sedang glotokronologi adalah suatu teknik dalam linguistik historis komparatif yang berusaha mengadajan pengelompokan dengan lebih mengutakan perhitungan waktu (time depth) atau perhitungan usia bahasa-bahasa kerabat.




DAFTAR PUSTAKA

Arya. 2017. Pengertian Metode Penelitian. Diunduh pada http://sahabatnesia.com/metode-penelitian-kualitatif-dan-kuantitatif/, 3 November 2017).
Ibrahim  Abd.  Syukur 1982. Perinsip  dan  Metode  Lingusitk  Historis.Usaha Nasional Surabaya.
Jalal, Moch. Kekerabatan Bahasa-bahasa Minahasa di Propinsi Sulawesi Utara. Dalam jurnal LITERA, Volume 11, Nomor 2, Oktober 2012 hal 165.
Keraf, Gorys. 1990. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.
Kridalaksana, H. 1964. Perhitungan leksikostatistik atas Delapan Bahasa Nusantara Barat serta Penentuan Pusat enjebaran Bahasa‚Q Itu Berdasarkan Teori Migrasi.
Langgole, Nurdin. 1997. Kekerabatan Bahasa Makassar, Konjo, dan Selayar dalam Angka: Suatu Analisis Leksikostatistik.
Leksikostatistik dan Glotokronologi.pdf (Online) (https://documents.tips/documents/leksikostatistik-dan-glotokronologi.html , diunduh 2 November 2017).
Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nothofer, Bernd. 1987. Cita-cita Penelitian Dialek. Dalam Dewan Bahasa, Jilid III, Bilangan 2, Hal. 128-148.
Nursirwan. 2012. Klasifikasi Leksikostatistik Bahasa Melayu Langkat, Bahasa Melayu Deli, dan Bahasa Dairi Pakpak. Semarang: Universitas Diponegoro.
Patriantoro. 2012. Dialektologi  Bahasa Melayu di Pesisir Kabupaten  Pontianak dalam jurnal Widyaparwa Volume 40, Nomor 2, Desember.
Sinaga, Fitriana. 2007. Kajian Leksikostatistik Antara Bahasa Simalungun dengan Bahasa Karo. Skripsi. Medan: Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Sari, Kurnia Novita. 2012. Leksikostatistik bahasa Aceh, bahasa Alas, dan Bahasa Gayo: Kajian Linguistik Historis Komparatif. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.
Surbakti, Ernawati Br. Kekerabatan Bahasa Karo, Minang, dan Melayu: Kajian Linguistik Historis Komparatif. Dalam jurnal  Volume II Nomor 1. Januari – Juni Hal 1-21.

Suyata, Pujiati. 1999. Dari Leksikostatistik ke Glotokronologi: Analisis Sembilan Bahasa di Indonesia dalam jurnal Humaniora No 10 Januari-April.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar