Senin, 18 Februari 2019

Bagan Folklor Bagi Pengarsipan Menurut Folklor Indonesia, James Djananjaja


KETERANGAN:

·        Metode pengumpulan folklore pengarsipan dibagi menjadi 3 tahap, yakni prapenelitian di tempat, penelitian di tempat, dan cara pembuatan naskah folklore bagi pengarsipan.
·        Tahap prapenelitian di tempat yakni bahwa sebelum memulai suatu penelitian, yaitu terjun ke tempat atau daerah kita hendak melakukan penelitian suatu bentuk folklor, kita harus mengadakan persiapan yang matang.
·        Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tahap prapenelitian yakni membuat suatu rancangan penelitian yang megandung keterangan pokok (bentuk folklor, cara memperoleh pengetahuan itu, alat-alat yang digunakan, dll). Selain itu dalam rancangan penelitian sudah harus pula ditentukan dengan teliti daerah kediaman kolektif yang bentuk folklornya hendak kita teliti dan berapa lama penelitian itu akan berlangsung.
·        Tahap penelitian di tempat berlangsung ketika penelitian di tempat. Cara yang dapat kita pergunakan untuk memperoleh bahan folklor di tempat adalah wawancara dan pengamatan.
·        Wawancara dalam tahap penelitian di tempat terdapat dua jenis, yakni wawancara terarah dan tidak terarah. Wawancara tidak terarah adalah wawancara yang bersifat bebas santai dan memberi informan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk memberikan keterangan yang ditanyakan.
·        Pengamatan adalah cara melihat suatu kejadian dari luar sampai ke dalam dan melukiskan secara tepat seperti apa yang kita lihat. Sebenarnya arti pengamatan dalam suatu penelitian tidak terbatas pada penglihatan saja, melainkan juga pengalaman yang diperoleh dari perasaan indera seperti pendengaran, bau, dan rasa.
·        Hal-hal yang harus diamati adalah: (1) lingkungan fisik suatu bentuk folklor yang dipertunjukkan, (2) lingkungan social suatu bentuk folklor, (3) interaksi para peserta sutu pertunjukan bentuk folklor, (4) pertunjukan bentuk folklor itu sendiri, dan (5) masa pertunjukan. Agar penelitian kita dapat dilakukan dengan sangat cermat, maka selain mempergunakan cara pengamatan yang terlibat harus pula dilanjutkan dengan cara pengamatan yang terkendali. 
·        Alat bantuan bagi Daya Pengamatan. Untuk memperbesar daya pengamatan kita perlu mempergunakan alat-alat bantuan dalam kegiatan pengamatan kita. Alat bantuan yang biasa digunakan antara lain adalah kamera bagi pemotretan, video tape bagi pembuatan gambar hidup dan keker. Penggunaan alat bantuan ini penting bukan saja karena dapat dijadikan bahan pelengkap pengamatan kita, tetapi hasilnya juga dapat kita pelajari lagi untuk pengecekan di kemudian hari.
·        Waktu mencatat hasil pengamatan atau wawancara, kita harus waspada agar jangan sampai mencampuradukkan hasil pengumpulan dengan interpretasi.
·        Cara pembuatan naskah folklor bagi pengarsipan:
-          Setiap bahan folklor atau item yang telah dikumpulkan harus ditik spasi rangkap di atas kertas HVS tebal dengan ukuran kuarto (21 cm x 28 cm).
-          Tidak mempergunakan kertas tipis (doorslag) karena untuk pengarsipan tidak baik.
-          Pita tik yang dipergunakan harus baru.
-          Naskah yang disimpan dalam arsip harus menggunakan ketikan asli bukan tembusannya.
-           Menggunakan lembaran kertas tersendiri bagi tiap item.
-          Kertas tik hanya boleh dipergunakan pada satu permukaan saja.
-          Pada setiap lembar kertas tik harus diberi jarak kosong selebar 3,5 cm di sebelah kiri, 2,5 di sebelah kanan, dan 3,5 cm di sebelah atas dan bawah.
-          Setiap alinea baru harus dimulai dengan lima ketukan kosong.
-          Pada setiap lembaran kertas pertama harus dibubuhi beberapa keterangan,, yaitu: (a) genre, (b) daerah asal genre itu, (c) suku bangsa yang memilikinya pada sudut kiri bagian atas kertas.

REFERENSI


Danandjaja, James. 2002. Folklore Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar