Review: Nyai Dasima | S.M. Ardan



"Saya lebih suka tinggal di kampung, di antara bangsa sendiri."

Sebenarnya alasan aku menamatkan buku ini sampai akhir semata-mata karena tidak terlalu tebal. Sayangnya, keputusanku agaknya membuatku lelah sendiri karena aku gak begitu menikmatinya.

Buku ini dibagi menjadi 2 bagian, bagian pertama ditulis ulang oleh S.M. Ardan dan bagian ke-2 oleh G.Francis. Keduanya ditulis dengan gaya penulisan amat berbeda, tapi sama-sama membuatku pusing hm.

Bagian pertama menggunakan Bahasa Betawi yang meski aku memahaminya, tetap membuatku berpikir juga karena tak terbiasa. Bagian kedua membuatku nyebut karena pakai bahasa ejaan lama, nangis ajalah!

Menurutku, kedua bagian buku ini saling melengkapi. Bagian S.M. Ardan terlihat jelas mendukung pribumi dan G. Francis tentu saja menunjukkan sebaliknya. Kedua bagiannya menutupi plot hole masing-masing, cukup menarik karena akhirnya sebagai pembaca, aku punya 2 sudut pandang berbeda. Kemiripannya cuma satu, kasihan banget Nyai Dasima hmmm.

Hal yang menarik dari buku ini mungkin soal kabar-kabar burung kalau berdasarkan kisah nyata. Nyai Dasima sendiri sudah dianggap seperti "legenda". Kisah cinta tragis dengan sentuhan pengkhianatan dan agama, menarik bukan? Tipe-tipe kecintaan orang Indonesia untuk disebarluaskan sebagai gosip panas hahaha.

Dibandingkan baca buku Nyai Dasima ini, kayaknya akan lebih menarik nonton teaternya yang masih sering ditampilkan. Well, Indonesia sebenarnya punya banyak sekali kisah-kisah menarik untuk dijadikan teater musikal. Sayangnya, Indonesia belum siap menggelar karya demikian secara rutin hahaha.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama