Tugas seorang penyunting naskah adalah membuat sebuah naskah dapat
dibaca dan enak dibaca. Untuk melaksanakan penyuntingan naskah dengan baik,
seorang penyunting naskah perlu memeriksa hal-hal berikut:
Ejaan
Seorang penyunting
naskah sudah seharusnya mempelajari buku “Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan” dan menjadikan buku tersebut sebagai acuan. Buku EYD sendiri
berisikan: (1) pemakaian huruf, (2) pemenggalan kata, (3) pemakaian huruf
kapital, (4) pemakaian huruf miring, (5) pemakaian tanda-tanda baca, (6)
penulisan kata, (7) penulisan singkatan dan akronim, (8) penulisan angka dan
bilangan, dan (9) penulisan unsur serapan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari
seorang penyunting naskah antara lain menyangkut jumlah kata dan frase yang
diikuti tanda koma, kata-kata yang tidak diikuti titik dua, penulisan gabungan
kata, penulisan reduplikasi (pengulangan) gabungan kata, dan penulisan nama
jenis.
Tatabahasa
Tatabahasa berkaitan dengan kata dan
kalimat. Tatabahasa yang harus dipahami oleh penyunting bahasa dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Bentuk
Kata
Seorang penyunting naskah tentu
harus paham betul seluk-beluk bentuk kata dalam bahasa Indonesia yang meliputi:
(1) Bentuk Sama, Makna berbeda, (2) Bentuk Mirip, Makna Berbeda, (3) Bentuk
yang Benar dan Bentuk yang Salah Kaprah,
Pilihan
Kata
Penyunting naskah harus mengetahui
betul perbedaan kata-kata yang memiliki makna yang mirip namun bentuk dan
pemakaiannya berbeda. Misalnya (1)
segala, segenap, seluruh, semua, (2) adalah, ialah, yaitu, (3) dan lain-lain
(dll), (4) dan sebagainya (dsb), (5) dan seterusnya (dst), (5) tiap/setiap,
masing-masing, (6) jam, pukul, (7) banyaknya, (8) jumlah.
Pemakaian
Kata Tertentu
Seorang penyunting naskah tidak
boleh melakukan kesalahan dalam penggunaan sejumlah kata dalam bahasa Indonesia
yang sering salah digunakan. Kata-kata tersebut antara lain adalah/ialah, yaitu/yakni, antar-, beberapa,
banyak, para, berbagai/pelbagai, saling, sedangkan, sehingga, dari/daripada,
acuh, semena-mena, dan bergeming.
Kalimat
Tugas seorang penyunting naskah
adalah meluruskan kalimat naskah yang masih bengkok agar mudah dipahami
pembaca, sehingga harus mengetahui seluk-beluk kalimat dengan benar.
Kalimat-kalimat yang sangat perlu diluruskan, yakni kalimat melingkar, kalimat
membosankan, kalimat salah kaprah, kalimat mubazir, dan kalimat rancu. Selain
itu, pasangan kata, kesejajaran, perincian juga termasuk hal-hal yang perlu
diluruskan.
Pemenggalan
Judul
Penyunting naskah juga harus
mengetahui dan memahami cara pemenggalan judul: judul bab, subbab, dan
sub-subbab. Pemenggalan judul tersebut juga meliputi atas penggunaan ejaan
(menggunakan huruf kapital semua atau kobinasi huruf kapital dan huruf kecil)
dan tatabahasa (makna kelompok kata/frase, kata sambung/konjungsi, kata
depan/preposisi).
Kebenaran
Fakta
Seorang penyunting naskah dituntut
kepekaannya terhadap hal-hal yang meragukan kebenarannya, terutama berkaitan
dengan fakta geografis, fakta sejarah (historis), nama diri (nama orang), fakta
ilmiah (rumus-rumus), dan angka-angka statistik/nonstatistik.
Legalitas
Seorang penyuntinh
naskah seharusnya mengetahui bahwa tidak semua naskah yang masuk ke penerbit
bias diterbitkan. Tidak hanya dari segi mutu tapi juga dari segi keamanan,
SARA, atau hal lain yang dapat membuat naskah tersebut tidak layak untuk
diterbitkan. Sehingga, ada rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam
penyuntingan naskah yakni menyangkut hak cipta dan Kejaksaan Agung RI.
Hak cipta yang
berhubungan dengan naskah yang tidak dapat diterbitkan, meliputi naskah berbau
plagiat/jiplakan, pengalihan penerbitan buku dari penerbit yang lain,
penerbitan buku antologi yang tidak mendapatkan izin penulis, kutipan teks yang
tidak bersumber, ilustrasi/gambar yang tidak bersumber, pemuatan foto seseorang
tanpa izin atau tidak memegang hak cipta dari foto tersebut, dan hendak
menerbitkan buku yang dari penulis yang telah meninggal tanpa izin dari ahli
waris (jika meninggal kurang dari 50 tahun).
Kejaksaan Agung RI berhubungan setelah
sebuah buku terbit, sehingga berhubungan dengan peredaran buku. Peredaran
tersebut tidak berhubungan dengan hak cipta yang jika dilanggar masuk ke dalam
pengadilan, jika buku yang dianggap Kejaksaan Agung RI tidak layak edar hanya
serta merta tidak dapat disebarluaskan.
Konsistensi
Bahasa yang digunakan dalam sebuah
naskah sebaiknya konsisten dari awal hingga akhir agar tidak membingungkan
pembaca. Konsistensi ini menyangkut beberapa hal, antara lain sistematika bab,
jenis huruf, nama geografis, nama diri, dan ejaan.
Gaya
penulis
Dalam menyunting naskah perlu
disadari bahwa penyunting naskah berfungsi membantu penulis naskah. Sehingga,
yang perlu ditonjolkan adalah gaya penulis naskah bukan gaya penyunting naskah.
Apa pun perubahan yang hendak dilakukan penyunting naskah sebaiknya
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada penulis naskah.
Konvensi
penyuntingan naskah
Ada sejumlah kebiasaan tak tertulis
(konvensi) yang berlaku dalam penyuntingan naskah yang berlainan dari satu
Negara dengan Negara lain atau dari satu penerbit ke penerbit lain. Misalnya
titel akademis, kata/istilah asing, bahasa daerah, almarhum, nomor urut,
singkatan dan kepanjangan, nama orang dan singkatan, dan huruf.
Gaya
penerbit/gaya selingkung
Setiap penerbit pasti
memiliki gaya masing-masing, gaya tersebut tercermin pada beberapa tempat,
antara lain, pada kulit depan, halaman prancis, halaman hak cipta, letak daftar
isi, nomor bab, judul bab, judul buku dan judul bab pada halaman isi, informasi
tentang pengarang, nomor halaman, dan kulit belakang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar