Senin, 18 Februari 2019

Penyuntingan Naskah

Tugas seorang penyunting naskah adalah membuat sebuah naskah dapat dibaca dan enak dibaca. Untuk melaksanakan penyuntingan naskah dengan baik, seorang penyunting naskah perlu memeriksa hal-hal berikut:

Ejaan

Seorang penyunting naskah sudah seharusnya mempelajari buku “Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dan menjadikan buku tersebut sebagai acuan. Buku EYD sendiri berisikan: (1) pemakaian huruf, (2) pemenggalan kata, (3) pemakaian huruf kapital, (4) pemakaian huruf miring, (5) pemakaian tanda-tanda baca, (6) penulisan kata, (7) penulisan singkatan dan akronim, (8) penulisan angka dan bilangan, dan (9) penulisan unsur serapan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari seorang penyunting naskah antara lain menyangkut jumlah kata dan frase yang diikuti tanda koma, kata-kata yang tidak diikuti titik dua, penulisan gabungan kata, penulisan reduplikasi (pengulangan) gabungan kata, dan penulisan nama jenis.

Tatabahasa

Tatabahasa berkaitan dengan kata dan kalimat. Tatabahasa yang harus dipahami oleh penyunting bahasa dapat dijabarkan sebagai berikut:

Bentuk Kata

Seorang penyunting naskah tentu harus paham betul seluk-beluk bentuk kata dalam bahasa Indonesia yang meliputi: (1) Bentuk Sama, Makna berbeda, (2) Bentuk Mirip, Makna Berbeda, (3) Bentuk yang Benar dan Bentuk yang Salah Kaprah,

Pilihan Kata

Penyunting naskah harus mengetahui betul perbedaan kata-kata yang memiliki makna yang mirip namun bentuk dan pemakaiannya berbeda. Misalnya (1) segala, segenap, seluruh, semua, (2) adalah, ialah, yaitu, (3) dan lain-lain (dll), (4) dan sebagainya (dsb), (5) dan seterusnya (dst), (5) tiap/setiap, masing-masing, (6) jam, pukul, (7) banyaknya, (8) jumlah.

Pemakaian Kata Tertentu

Seorang penyunting naskah tidak boleh melakukan kesalahan dalam penggunaan sejumlah kata dalam bahasa Indonesia yang sering salah digunakan. Kata-kata tersebut antara lain adalah/ialah, yaitu/yakni, antar-, beberapa, banyak, para, berbagai/pelbagai, saling, sedangkan, sehingga, dari/daripada, acuh, semena-mena, dan bergeming.

Kalimat

Tugas seorang penyunting naskah adalah meluruskan kalimat naskah yang masih bengkok agar mudah dipahami pembaca, sehingga harus mengetahui seluk-beluk kalimat dengan benar. Kalimat-kalimat yang sangat perlu diluruskan, yakni kalimat melingkar, kalimat membosankan, kalimat salah kaprah, kalimat mubazir, dan kalimat rancu. Selain itu, pasangan kata, kesejajaran, perincian juga termasuk hal-hal yang perlu diluruskan.

Pemenggalan Judul

Penyunting naskah juga harus mengetahui dan memahami cara pemenggalan judul: judul bab, subbab, dan sub-subbab. Pemenggalan judul tersebut juga meliputi atas penggunaan ejaan (menggunakan huruf kapital semua atau kobinasi huruf kapital dan huruf kecil) dan tatabahasa (makna kelompok kata/frase, kata sambung/konjungsi, kata depan/preposisi).

Kebenaran Fakta

Seorang penyunting naskah dituntut kepekaannya terhadap hal-hal yang meragukan kebenarannya, terutama berkaitan dengan fakta geografis, fakta sejarah (historis), nama diri (nama orang), fakta ilmiah (rumus-rumus), dan angka-angka statistik/nonstatistik.

Legalitas

Seorang penyuntinh naskah seharusnya mengetahui bahwa tidak semua naskah yang masuk ke penerbit bias diterbitkan. Tidak hanya dari segi mutu tapi juga dari segi keamanan, SARA, atau hal lain yang dapat membuat naskah tersebut tidak layak untuk diterbitkan. Sehingga, ada rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam penyuntingan naskah yakni menyangkut hak cipta dan Kejaksaan Agung RI.
Hak cipta yang berhubungan dengan naskah yang tidak dapat diterbitkan, meliputi naskah berbau plagiat/jiplakan, pengalihan penerbitan buku dari penerbit yang lain, penerbitan buku antologi yang tidak mendapatkan izin penulis, kutipan teks yang tidak bersumber, ilustrasi/gambar yang tidak bersumber, pemuatan foto seseorang tanpa izin atau tidak memegang hak cipta dari foto tersebut, dan hendak menerbitkan buku yang dari penulis yang telah meninggal tanpa izin dari ahli waris (jika meninggal kurang dari 50 tahun).
Kejaksaan Agung RI berhubungan setelah sebuah buku terbit, sehingga berhubungan dengan peredaran buku. Peredaran tersebut tidak berhubungan dengan hak cipta yang jika dilanggar masuk ke dalam pengadilan, jika buku yang dianggap Kejaksaan Agung RI tidak layak edar hanya serta merta tidak dapat disebarluaskan.

Konsistensi

Bahasa yang digunakan dalam sebuah naskah sebaiknya konsisten dari awal hingga akhir agar tidak membingungkan pembaca. Konsistensi ini menyangkut beberapa hal, antara lain sistematika bab, jenis huruf, nama geografis, nama diri, dan ejaan.

Gaya penulis

Dalam menyunting naskah perlu disadari bahwa penyunting naskah berfungsi membantu penulis naskah. Sehingga, yang perlu ditonjolkan adalah gaya penulis naskah bukan gaya penyunting naskah. Apa pun perubahan yang hendak dilakukan penyunting naskah sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada penulis naskah.

Konvensi penyuntingan naskah

Ada sejumlah kebiasaan tak tertulis (konvensi) yang berlaku dalam penyuntingan naskah yang berlainan dari satu Negara dengan Negara lain atau dari satu penerbit ke penerbit lain. Misalnya titel akademis, kata/istilah asing, bahasa daerah, almarhum, nomor urut, singkatan dan kepanjangan, nama orang dan singkatan, dan huruf.

Gaya penerbit/gaya selingkung

Setiap penerbit pasti memiliki gaya masing-masing, gaya tersebut tercermin pada beberapa tempat, antara lain, pada kulit depan, halaman prancis, halaman hak cipta, letak daftar isi, nomor bab, judul bab, judul buku dan judul bab pada halaman isi, informasi tentang pengarang, nomor halaman, dan kulit belakang.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar