BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini sangat
banyak penelitian mengenai bahasa, hal ini membuktikan bahwa bahasa merupakan
sebuah bidang yang sangat patut untuk dipelajari. Ilmu yang mepelajari bahasa
atau yang lebih dikenal dengan ilmu linguistik merupakan ilmu yang menjadikan
bahasa sebagai fokus utama. Linguistik sendiri telah banyak berkembang
dibandingkan sebelumnya, hal ini tentunya dikarenakan bahasa selalu berkembang.
Bahasa yang dipelajari dalam ilmu linguistik tidak hanya bahasa murni yang
meliputi fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik saja melainkan
juga dapat digabungkan dengan ilmu lain seperti psikolinguistik,
etnolinguistik, sosiolinguistik, dan lain sebagainya.
Salah satu cana gilmu linguistik terapan yakni etnolinguistik,
yang merupakan penggabungan dari linguistik dan juga etnik. Etnolinguistik
terbentuk dari gabungan kata etnologi dan linguistik, yang lahir
karena adanya penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh ahli
etnologi (kini: antropologi budaya) dengan pendekatan linguistik. Nama lain
untuk menyebut istilah etnolinguistik adalah antropo linguistik atau linguistik
antropologi (Duranti, 1997:2). Menurut
Harimurti Kridalaksana (1983:42), etnolinguistik adalah (1)
cabanglinguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat
pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan, bidang ini juga disebut
linguistik antropologi (2) cabang linguistik antropologi yang menyelidiki
hubungan bahasa dan sikap kebahasawanterhadap bahasa, salah satu aspek
etnolinguistik yang sangat menonjol ialah masalah relavitas bahasa.
Relativitas bahasa adalah salah satu pandangan bahwa
bahasa seseorang menentukan pandangan dunianya melalui ketegori gramatikal
dan klasifikasi semantik yang ada dalam bahasa itu dan yang dikreasi bersama
kebudayaan (Harimurti Kridalaksana, 1983:145). Sedangkan menurut Wakit Abdullah
(2013:10), etnolinguistik adalah jenis linguistik yang menaruh perhatian
terhadap dimensi bahasa (kosakata, frasa, klausa, wacana, unit-
unit lingual lainnya) dalam dimensi sosial dan budaya
(seperti upacara ritual, peristiwa budaya, folklor dan lainnya)
yang lebih luas untuk memajukan dan mempertahankan praktik-praktik budayadan
struktur sosial masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah Bahasa Malangan itu?
2.
Bagaimana hasil penelitian
Bahasa Malangan jika menggunakan teori etnolinguistik?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui mengenai Bahasa Malangan.
2. Untuk
mengetahui Bahasa Malangan jika ditinjau dari teori etnolinguistik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Bahasa
Malangan (Bahasa Walikan)
Masyarakat yang ada
di Malang merupakan salah satu lapisan masyarakat yang memiliki bahasa yang
unik, mereka menyebutnya dengan osob
kiwalan atau dialek ngalaman. Osob
kiwalan sebenarnya merupakan boso
walikan yang dibaca dari huruf terakhir dalam kata. Bahasa ini berkembang
di daerah Malang yakni merupakan pemikiran para pejuang tempo doeloe yaitu kelompok Gerilya Rakyat
Kota (GRK).
Dialek Malang atau biasa disebut dialek Malangan, dialek Ngalaman dan Boso Walikan (Osob Kiwalan) adalah
sebuah dialek Jawa yang dituturkan di Malang.
Dialek ini hanya membalikkan posisi huruf pada kosakata bahasa Jawa ataupun
bahasa Indonesia pada umumnya, kecuali pada konsonan rangkap, afiks, dan
gabungan suku kata yang tidak memungkinkan bisa dibalik.
Sejarah Boso
Walikan berasal dari pemikiran para pejuang tempo doeloe yaitu kelompok Gerilya
Rakyat Kota (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan,
efektifitas komunikasi sesama pejuang selain juga sebagai pengenal identitas
kawan atau lawan. Metode pengenalan ini sangat penting karena pada masa Clash
II perang kemerdekaan sekitar akhir Maret 1949 Belanda banyak menyusupkan
mata-mata di dalam kelompok pejuang Malang. Mata-mata ini banyak yang mampu
berkomunikasi dalam bahasa daerah dengan tujuan menyerap informasi dari
kalangan pejuang GRK. penyusupan ini terutama untuk memburu sisa laskar Mayor
Hamid Rusdi yang gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran dukuh Sekarputih (Wonokoyo).
Bahasa walikan ini dianggap perlu untuk
menjamin kerahasiaan, efektifitas komunikasi sesama pejuang selain juga sebagai
pengenal identitas kawan atau lawan. Metode pengenalan ini sangat penting
karena pada masa Clash II perang kemerdekaan sekitar akhir Maret 1949 Belanda
banyak menyusupkan mata-mata di dalam kelompok pejuang Malang. Mata-mata ini
banyak yang mampu berkomunikasi dalam bahasa daerah dengan tujuan menyerap
informasi dari kalangan pejuang GRK. penyusupan ini terutama untuk memburu sisa
laskar Mayor Hamid Rusdi yang gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran dukuh
Sekarputih (Wonokoyo).
Bahasa walikan khas Malang yang dulunya
digunakan untuk sandi masih tetap digunakan hingga sekarang, hanya saja untuk
saat ini bahasa tersebut tidak digunakan untuk sandi melainkan sebagai ciri
khas interaksi orang Malang. Bahasa walikan
sejatinya telah menjadi identitas masyarakat Malang sebagai masyarakat
bahasa.
Bahasa khas Malang ini sendiri tidak memiliki aturan yang baku meskipun kebanyakan orang banyak
memformulasikan sebagai 'bahasa walikan'
meskipun kenyataannya tidak semua kata berasal kata yang dibalik dan semua kata
bisa dibalik. Berbeda dengan bahasa walikan
pada umumnya yang juga dipunyai oleh daerah-daerah lain, osob kiwalan memiliki keunikan
tersendiri, jadi tidak asal balik. Bahasa khas Malang ini merupakan bahasa
gabungan dari bahasa Jawa, Indonesia, Arab, Madura, dan Cina. Sehingga kata-kata yang digunakan adalah hasil kesepakatan pada saat itu. Sangat unik dan
khas Malang, itulah yang membuat Boso
Malangan berbeda dengan bahasa walikan
dari daerah lain.
Pada
perkembangannya bahasa yang tidak memiliki aturan baku ini berkembang dengan
sendirinya sebagai bahasa komunikasi atau bahasa pergaulan antar genaro
malang (orang Malang) ketika ia berada di luar kota atau pun di
luar negeri. Perkembangan dari boso
walikan ini pun tidak stagnan mengingat ada kata-kata baru yang dulu tidak
termuat dalam Boso Malangan yang
asli. Namun, bukan berarti kata-kata baru bisa ditambahkan atau dimunculkan
dengan seenaknya. Kata-kata baru harus muncul dari tradisi atau kata-kata yang
umum diucapkan dalam pergaulan. Bagaimanapun juga asal mula munculnya kosakata walikan yang baru masih tetap sama, kata
walikan harus enak diucapkan dan
diterima oleh masyarakat sebagai bahasa pergaulan.
Cahyono (2010)
berpendapat bahwa boso walikan memang sudah menjadi
ciri khas Kota Malang, seperti halnya bakso dan apel. Beberapa boso walikan
yang sering digunakan antara lain: ker (rek), sam (mas), Ngalam
(Malang), genaro (orang), kadit itreng (tidak ngerti), nakam
(makan), nganal (lanang), Ongis Nade (Singo Edan), dan masih
banyak lagi.
2.2 Bahasa Malangan dengan
Teori Etnolinguistik
Bahasa Malangan merupakan salah satu bukti
nyata dari adanya masyarakat bahasa yang berada di Malang. Malang yang juga
termasuk masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa sama dengan masyarakat di Jawa
Timur pada umumnya mempunyai bahasa khas yang hanya dimiliki oleh masyarakat
Malang.
Boso walikan yang telah penulis jelaskan
sebelumnya yakni merupakan bahasa masyarakat Malang, khususnya digunakan oleh
anak-anak muda. Bahasa ini dianggap sebagai identitas AREMA—arek Malang. Muda-mudi Malang menganggap
bahwa bahasa walikan adalah bahasa
yang patut mereka banggakan, karena merupakan bahasa yang sulit dimengerti oleh
masyarakat lain.
Masyarakat Malang juga sangat mengapresiasi
orang-orang yang dapat berbahasa walikan seperti
halnya mereka, mereka menganggap bahwa orang-orang yang dapat menggunakan boso walikan adalah nawak ewed (kawan dewe).
Bahasa Malangan cukup sulit dimengerti karena
memang tidak asal dibalik, sehingga orang yang tidak terbiasa dengan bahasa ini
akan sangat kesulitan. Seperti yang telah penulis jelaskan di pendahuluan bahwa
bahasa malangan yang paling
terpenting adalah enak tidaknya sebuah kata dalam bahasa tersebut diucapkan.
Seperti sederhananya adalah boso walikan yang
dibalik menjadi osob kawilan, jika
dibalik secara biasa harusnya bahasa tersebut menjadi osob nakilaw.
2.2.1 Ragam Tulis dan Ragam Lisan Bahasa Malangan
Pemakaian bahsa malangan sendiri
tidak hanya dipakai dalam interaksi lisan, melainkan juga dipakai dalam
tulisan. Ragam tulis dan ragam lisan yang dipakai dalam boso malangan tidak memiliki banyak perbedaan dengan ragam tulis,
hanya saja dalam ragam tulis boso
malangan juga menggunakan tanda baca yang khas.
Tanda baca
khas dalam bahasa malangan yakni ~, tanda tersebut menunjukkan kalau
bahwa sebuah kata yang ditulis sedang dibahas atau sedang terjadi. Jika
diucapkan secara lisan, berartikan bahwa kata tersebut diucapkan lebih panjang.
Contoh:
Tulis:
Rejeki~ (sedang mendapatkan rezeki)
Lisan:
Rejeki (bunyi /i/ dibaca lebih panjang dibandingkan seharusnya)
2.2.2 Bunyi
dalam Bahasa Malangan
·
Bunyi /e/
Bahasa slang malangan atau
bahasa walikan adalah sebuah bahasa
yang dalam penggunaannya memiliki 3 jenis bunyi /e/, yakni:
a)
/é/ = dibaca seperti pada kata edan, sate,
gule
b)
/e/ = dibaca seperti pada kata lemas, keras, pedas
c)
/è/ = capek, pendek, gaptek
·
Kata dengan Tambahan bunyi /h/ (/t/ dan /d/)
Bahasan slang malangan dalam
mengucapkan bunyi yang diikuti bunyi /h/ terutama /t/ dan /d/ cara
pengucapannya lebih tebal (lebih mantap). Contoh:
-
dhobel: /d/ dalam kata tersebut
dibaca dengan tebal, tidak seperti dalam bahasa Indonesia yang dibaca “dobel”
tanpa ada penekanan dalam bunyi /d/.
-
thok: /t/ dalam kata tersebut
dibaca dengan tebal, tidak seperti dalam bahasa jawa yang dibaca “tok” tanpa
ada penekanan dalam bunyi /t/.
·
Tambahan Bunyi /h/ dalam Bahasa
Malangan (Walikan)
Pengucapan kata dengan penambahan bunyi /h/ dalam boso walikan juga sedikit berbeda dengan walikan biasa, jika diikuti dengan bunyi /h/ maka ketika sebuah
kata tersebut dibalik bunyi /h/ tersebut tidak baca. Contoh:
-
pedhot: jika dibalik menjadi
todep, bukan tohdep.
-
pethuk: jika dibalik menjadi
kutep, bukan kuhtep.
2.2.3 Pengucapan Walikan Konsonan
yang Berurutan
Bahasa Malangan merupakan sebuah bahasa yang
sering digunakan dalam bahasa lisan, sehingga dalam pengucapan boso walikan untuk kata-kata yang
memiliki konsonan sejajar tidak asal dibalik. Letak konsonan yang berdekatan
tersebut diurutkan sehingga enak untuk diucapkan, hal tersebut juga bertujuan
untuk memudahkan pengucapan. Contoh:
-
sumpek: kata ini tidak dibalik menjadi
kepmus melainkan dibalik menjadi kempus.
-
ngompol: kata ini tidak dibalik menjadi
lopmong melainkan dibalik menjadi lompong.
2.2.4 Kata-kata
Walikan yang Sering Muncul dalam Percakapan Sehari-sehari
Tata cara
bahasa malangan yang telah dijelaskan
di atas merupakan sebuah teori tak tertulis dari bahasa malangan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa bahasa malangan merupakan bahasa yang sangat
unik dan tidak semua orang dapat dengan mudah mempelajarinya.
Masyarakat
Malang yang telah terbiasa menggunakan bahasa walikan ini tentu membuat masyarakat lain yang berada di sekitar
mereka penasaran dengan bahasa tersebut.
Rata-rata orang Indonesia yang pernah
menduduki bangku sekolah menguasai bahasa ibunya dan bahasa Indonesia. Sehingga, rata-rata masyakat
Indonesia merupakan masyarakat bilingual (masyarakat yang menguasai dua bahasa)
atau multilingual (menguasai lebih dari dua bahasa).
Bahasa malangan juga dimiliki ketiga jenis
masyarakat bahasa namun dengan maksud yang sedikit berbeda. Jika digolongkan
menurut akan menghasilkan golongan sebagai berikut:
(1)
masyarakat asli, yakni masyarakat yang
lahir dan tinggal di Malang. Masyarakat ini merupakan masyarakat yang
mengetahui bahasa walikan secara
spontan tanpa mereka sadari, karena bahasa walikan bias dianggap sebagai bahasa
ibu kedua selain bahasa jawa untuk mereka.
(2)
masyarakat pendatang, yakni masyarakat
yang lahir di daerah lain namun tinggal selama beberapa tahun di Malang.
Masyarakat ini merupakan masyarakat yang mengetahui bahasa walikan namun masih memiliki beberapa kosakata walikan yang tidak mereka mengerti. Masyarakat ini mengetahui
bahasa walikan karena terbiasa
mendengar masyarakat asli menggunakan bahasa tersebut.
(3)
masyarakat akrab, yakni masyarakat yang
hanya sesekali pergi ke Malang atau mempunyai kerabat disana sehingga
masyarakat ini mengetahui sedikit-sedikit mengenai bahasa walikan. Bahasa walikan yang
dimengerti oleh masyarakat ini yakni bahasa sapaan atau kosakata yang sering
digunakan sehari-hari oleh masyarakat Malang.
2.2.5 Kosakata-kosakata yang
Diketahui Ketiga Golongan Pengguna Bahasa Malangan
Setelah
melakukan wawancara dengan beberapa narasumber (ketiga golongan pengguna bahasa
malangan), penulis mendapatkan 10
kosakata yang sering diucapkan:
1.
Oyi : Iyo (walikan dari
kosakata yang berartikan “iya”)
2.
Sam : Mas (walikan dari
kosakata yang berartikan “kakak”)
3.
Uklam : Mlaku (walikan dari
kosakata yang berartikan “jalan”)
4.
Nakam : Makan (walikan dari
kosakata yang berartikan “makan”)
5.
Kipa : Apik (walikan dari
kosakata yang berartikan “bagus”)
6.
Ayas : Saya (walikan dari
kosakata yang berartikan “saya”)
7.
Ngalam : Malang (walikan dari
kosakata yang berartikan “Malang”)
8.
Ladub : Budal (walikan dari
kosakata yang berartikan “pergi”)
9.
Oskab : Bakso (walikan dari
kosakata yang berartikan “bakso”)
10.
Umak : Kamu (walikan dari
kosakata yang berartikan “kamu”)
Kosakata-kosakata di atas merupakan kosakata yang diketahui oleh semua
golongan pengguna bahasa malangan.
BAB III
SIMPULAN
Bahasa
Malang yang lebih dikenal dengan bahasa walikan
atau osob kawilan merupakan
bahasa yang sangat unik, karena memiliki ciri khas yang unik tidak hanya dalam
ragam lisan melainkan dari ragam tulis juga.
Kosakata-kosakata
yang terdapat dalam bahasa walikan adalah
kosakata yang dipakai sehari-hari dalam ranah tidak formal. Bahasa ini lebih
banyak digunakan oleh anak-anak muda.
Keunikan
bahasa walikan selain dari
pembolak-balikan kata juga dapat dilihat dari berbagai tatabahasa yang tidak
tertulis yang disepakati bersama. Bahasa malangan
yang menggabungkan antara bahasa Jawa, Indonesia, dan Arab memberikan kesan
yang semakin unik terhadap masyarakat Malang.
Masyarakat
pengguna bahasa walikan dapat
digolongkan menjadi tiga jenis, yakni masyarakat asli, masyarakat pendatang,
dan masyarakat akrab.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Wakit. 2014. Etnolinguistik:
Teori, Metode, dan Aplikasinya. Surakarta: UNS Press.
Alwasilah, C. A. 1987. Linguistik
Suatu: Pengantar. Bandung: Angkasa Bandung.
Cahyo,
D. 2012. “Ngalamers Harus Tahu Sejarah
Boso Walikan” dalam
http://halomalang.com diakses pada tangggal 14 April 2017.
http://halomalang.com diakses pada tangggal 14 April 2017.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum.
Jakarta: Rineka Cipta.
Harimurti, Kridalaksana. 1983. Kamus
Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lassta,
Adi. 2011. “Cara
Memakai KAMUS OSOB NGALAM” dalam “http://osobngalam.blogspot.co.id/2011/03/cara-memakai-kamus-osob-ngalam.html
diakses pada
tangggal 14 April 2017.
Pateda, Mansoer. 1988. Linguistik
(Sebuah Pengantar). Bandung: Angkasa Bandung.
Putra, Shri Ahimsa. 1997. Etnolinguistik
Beberapa Bentuk Kajian. Makalah Disajikan dalam Temu Ilmiah Bahasa dan
Sastra tanggal 26 hingga 27 Maret. Yogyakarta.
Verhaar, JWM. 2001. Asas-Asas
Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar