Senin, 18 Februari 2019

Bahasa Malangan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini sangat banyak penelitian mengenai bahasa, hal ini membuktikan bahwa bahasa merupakan sebuah bidang yang sangat patut untuk dipelajari. Ilmu yang mepelajari bahasa atau yang lebih dikenal dengan ilmu linguistik merupakan ilmu yang menjadikan bahasa sebagai fokus utama. Linguistik sendiri telah banyak berkembang dibandingkan sebelumnya, hal ini tentunya dikarenakan bahasa selalu berkembang. Bahasa yang dipelajari dalam ilmu linguistik tidak hanya bahasa murni yang meliputi fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik saja melainkan juga dapat digabungkan dengan ilmu lain seperti psikolinguistik, etnolinguistik, sosiolinguistik, dan lain sebagainya.
Salah satu cana gilmu linguistik terapan yakni etnolinguistik, yang merupakan penggabungan dari linguistik dan juga etnik. Etnolinguistik terbentuk dari gabungan kata etnologi dan linguistik, yang lahir karena adanya penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh ahli etnologi (kini: antropologi budaya) dengan pendekatan linguistik. Nama lain untuk menyebut istilah etnolinguistik adalah antropo linguistik atau linguistik antropologi (Duranti, 1997:2). Menurut
Harimurti Kridalaksana (1983:42), etnolinguistik adalah (1) cabanglinguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan, bidang ini juga disebut linguistik antropologi (2) cabang linguistik antropologi yang menyelidiki hubungan bahasa dan sikap kebahasawanterhadap bahasa, salah satu aspek etnolinguistik yang sangat menonjol ialah masalah relavitas bahasa. Relativitas bahasa adalah salah satu pandangan bahwa bahasa seseorang menentukan pandangan dunianya melalui ketegori gramatikal dan klasifikasi semantik yang ada dalam bahasa itu dan yang dikreasi bersama kebudayaan (Harimurti Kridalaksana, 1983:145). Sedangkan menurut Wakit Abdullah (2013:10), etnolinguistik adalah jenis linguistik yang menaruh perhatian terhadap dimensi bahasa (kosakata, frasa, klausa, wacana, unit-
                                                                               


unit lingual lainnya) dalam dimensi sosial dan budaya (seperti upacara ritual, peristiwa budaya, folklor dan lainnya) yang lebih luas untuk memajukan dan mempertahankan praktik-praktik budayadan struktur sosial masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apakah Bahasa Malangan itu?
2.      Bagaimana hasil penelitian Bahasa Malangan jika menggunakan teori etnolinguistik?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui mengenai Bahasa Malangan.
2. Untuk mengetahui Bahasa Malangan jika ditinjau dari teori etnolinguistik.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Bahasa Malangan (Bahasa Walikan)

Masyarakat yang ada di Malang merupakan salah satu lapisan masyarakat yang memiliki bahasa yang unik, mereka menyebutnya dengan osob kiwalan atau dialek ngalaman. Osob kiwalan sebenarnya merupakan boso walikan yang dibaca dari huruf terakhir dalam kata. Bahasa ini berkembang di daerah Malang yakni merupakan pemikiran para pejuang tempo doeloe yaitu kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK).
Dialek Malang atau biasa disebut dialek Malangan, dialek Ngalaman dan Boso Walikan (Osob Kiwalan) adalah sebuah dialek Jawa yang dituturkan di Malang. Dialek ini hanya membalikkan posisi huruf pada kosakata bahasa Jawa ataupun bahasa Indonesia pada umumnya, kecuali pada konsonan rangkap, afiks, dan gabungan suku kata yang tidak memungkinkan bisa dibalik.
Sejarah Boso Walikan berasal dari pemikiran para pejuang tempo doeloe yaitu kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektifitas komunikasi sesama pejuang selain juga sebagai pengenal identitas kawan atau lawan. Metode pengenalan ini sangat penting karena pada masa Clash II perang kemerdekaan sekitar akhir Maret 1949 Belanda banyak menyusupkan mata-mata di dalam kelompok pejuang Malang. Mata-mata ini banyak yang mampu berkomunikasi dalam bahasa daerah dengan tujuan menyerap informasi dari kalangan pejuang GRK. penyusupan ini terutama untuk memburu sisa laskar Mayor Hamid Rusdi yang gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran dukuh Sekarputih (Wonokoyo).
Bahasa walikan ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektifitas komunikasi sesama pejuang selain juga sebagai pengenal identitas kawan atau lawan. Metode pengenalan ini sangat penting karena pada masa Clash II perang kemerdekaan sekitar akhir Maret 1949 Belanda banyak menyusupkan mata-mata di dalam kelompok pejuang Malang. Mata-mata ini banyak yang mampu berkomunikasi dalam bahasa daerah dengan tujuan menyerap informasi dari kalangan pejuang GRK. penyusupan ini terutama untuk memburu sisa laskar Mayor Hamid Rusdi yang gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran dukuh Sekarputih (Wonokoyo).
Bahasa walikan khas Malang yang dulunya digunakan untuk sandi masih tetap digunakan hingga sekarang, hanya saja untuk saat ini bahasa tersebut tidak digunakan untuk sandi melainkan sebagai ciri khas interaksi orang Malang. Bahasa walikan sejatinya telah menjadi identitas masyarakat Malang sebagai masyarakat bahasa.
Bahasa khas Malang ini sendiri tidak memiliki aturan yang baku meskipun kebanyakan orang banyak memformulasikan sebagai 'bahasa walikan' meskipun kenyataannya tidak semua kata berasal kata yang dibalik dan semua kata bisa dibalik. Berbeda dengan bahasa walikan pada umumnya yang juga dipunyai oleh daerah-daerah lain,  osob kiwalan memiliki keunikan tersendiri, jadi tidak asal balik. Bahasa khas Malang ini merupakan bahasa gabungan dari bahasa Jawa, Indonesia, Arab, Madura, dan Cina. Sehingga kata-kata yang digunakan adalah hasil kesepakatan pada saat itu. Sangat unik dan khas Malang, itulah yang membuat Boso Malangan berbeda dengan bahasa walikan dari daerah lain.
Pada perkembangannya bahasa yang tidak memiliki aturan baku ini berkembang dengan sendirinya sebagai bahasa komunikasi atau bahasa pergaulan antar genaro malang (orang Malang) ketika ia berada di luar kota atau pun di luar negeri. Perkembangan dari boso walikan ini pun tidak stagnan mengingat ada kata-kata baru yang dulu tidak termuat dalam Boso Malangan yang asli. Namun, bukan berarti kata-kata baru bisa ditambahkan atau dimunculkan dengan seenaknya. Kata-kata baru harus muncul dari tradisi atau kata-kata yang umum diucapkan dalam pergaulan. Bagaimanapun juga asal mula munculnya kosakata walikan yang baru masih tetap sama, kata walikan harus enak diucapkan dan diterima oleh masyarakat sebagai bahasa pergaulan.
Cahyono (2010) berpendapat bahwa  boso walikan memang sudah menjadi ciri khas Kota Malang, seperti halnya bakso dan apel. Beberapa boso walikan yang sering digunakan antara lain: ker (rek), sam (mas), Ngalam (Malang), genaro (orang), kadit itreng (tidak ngerti), nakam (makan), nganal (lanang), Ongis Nade (Singo Edan), dan masih banyak lagi.

2.2 Bahasa Malangan dengan Teori Etnolinguistik

Bahasa Malangan merupakan salah satu bukti nyata dari adanya masyarakat bahasa yang berada di Malang. Malang yang juga termasuk masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa sama dengan masyarakat di Jawa Timur pada umumnya mempunyai bahasa khas yang hanya dimiliki oleh masyarakat Malang.
Boso walikan yang telah penulis jelaskan sebelumnya yakni merupakan bahasa masyarakat Malang, khususnya digunakan oleh anak-anak muda. Bahasa ini dianggap sebagai identitas AREMA—arek Malang. Muda-mudi Malang menganggap bahwa bahasa walikan adalah bahasa yang patut mereka banggakan, karena merupakan bahasa yang sulit dimengerti oleh masyarakat lain.
Masyarakat Malang juga sangat mengapresiasi orang-orang yang dapat berbahasa walikan seperti halnya mereka, mereka menganggap bahwa orang-orang yang dapat menggunakan boso walikan adalah nawak ewed (kawan dewe).
Bahasa Malangan cukup sulit dimengerti karena memang tidak asal dibalik, sehingga orang yang tidak terbiasa dengan bahasa ini akan sangat kesulitan. Seperti yang telah penulis jelaskan di pendahuluan bahwa bahasa malangan yang paling terpenting adalah enak tidaknya sebuah kata dalam bahasa tersebut diucapkan. Seperti sederhananya adalah boso walikan yang dibalik menjadi osob kawilan, jika dibalik secara biasa harusnya bahasa tersebut menjadi osob nakilaw.

2.2.1 Ragam Tulis dan Ragam Lisan Bahasa Malangan

Pemakaian bahsa malangan sendiri tidak hanya dipakai dalam interaksi lisan, melainkan juga dipakai dalam tulisan. Ragam tulis dan ragam lisan yang dipakai dalam boso malangan tidak memiliki banyak perbedaan dengan ragam tulis, hanya saja dalam ragam tulis boso malangan juga menggunakan tanda baca yang khas.
Tanda baca khas dalam bahasa malangan  yakni ~, tanda tersebut menunjukkan kalau bahwa sebuah kata yang ditulis sedang dibahas atau sedang terjadi. Jika diucapkan secara lisan, berartikan bahwa kata tersebut diucapkan lebih panjang. Contoh:
Tulis: Rejeki~ (sedang mendapatkan rezeki)
Lisan: Rejeki (bunyi /i/ dibaca lebih panjang dibandingkan seharusnya)

2.2.2 Bunyi dalam Bahasa Malangan

·         Bunyi /e/
Bahasa slang malangan atau bahasa walikan adalah sebuah bahasa yang dalam penggunaannya memiliki 3 jenis bunyi /e/, yakni:
a)      /é/ = dibaca seperti pada kata edan, sate, gule
b)      /e/ = dibaca seperti pada kata lemas, keras, pedas
c)      /è/ = capek, pendek, gaptek

·         Kata dengan Tambahan bunyi /h/ (/t/ dan /d/)
Bahasan slang malangan dalam mengucapkan bunyi yang diikuti bunyi /h/ terutama /t/ dan /d/ cara pengucapannya lebih tebal (lebih mantap). Contoh:
-          dhobel: /d/ dalam kata tersebut dibaca dengan tebal, tidak seperti dalam bahasa Indonesia yang dibaca “dobel” tanpa ada penekanan dalam bunyi /d/.
-          thok: /t/ dalam kata tersebut dibaca dengan tebal, tidak seperti dalam bahasa jawa yang dibaca “tok” tanpa ada penekanan dalam bunyi /t/.

·         Tambahan Bunyi /h/ dalam Bahasa Malangan (Walikan)
Pengucapan kata dengan penambahan bunyi /h/ dalam boso walikan juga sedikit berbeda dengan walikan biasa, jika diikuti dengan bunyi /h/ maka ketika sebuah kata tersebut dibalik bunyi /h/ tersebut tidak baca. Contoh:
-          pedhot: jika dibalik menjadi todep, bukan tohdep.
-          pethuk: jika dibalik menjadi kutep, bukan kuhtep.

2.2.3 Pengucapan Walikan Konsonan yang Berurutan

Bahasa Malangan merupakan sebuah bahasa yang sering digunakan dalam bahasa lisan, sehingga dalam pengucapan boso walikan untuk kata-kata yang memiliki konsonan sejajar tidak asal dibalik. Letak konsonan yang berdekatan tersebut diurutkan sehingga enak untuk diucapkan, hal tersebut juga bertujuan untuk memudahkan pengucapan. Contoh:
-          sumpek: kata ini tidak dibalik menjadi kepmus melainkan dibalik menjadi kempus.
-          ngompol: kata ini tidak dibalik menjadi lopmong melainkan dibalik menjadi lompong.

 

2.2.4 Kata-kata Walikan yang Sering Muncul dalam Percakapan Sehari-sehari

Tata cara bahasa malangan yang telah dijelaskan di atas merupakan sebuah teori tak tertulis dari bahasa malangan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa bahasa malangan merupakan bahasa yang sangat unik dan tidak semua orang dapat dengan mudah mempelajarinya.
Masyarakat Malang yang telah terbiasa menggunakan bahasa walikan ini tentu membuat masyarakat lain yang berada di sekitar mereka penasaran dengan bahasa tersebut.
Rata-rata orang Indonesia yang pernah menduduki  bangku sekolah menguasai bahasa ibunya dan bahasa Indonesia. Sehingga, rata-rata masyakat Indonesia merupakan masyarakat bilingual (masyarakat yang menguasai dua bahasa) atau multilingual (menguasai lebih dari dua bahasa).
Bahasa malangan juga dimiliki ketiga jenis masyarakat bahasa namun dengan maksud yang sedikit berbeda. Jika digolongkan menurut akan menghasilkan golongan sebagai berikut:
(1)   masyarakat asli, yakni masyarakat yang lahir dan tinggal di Malang. Masyarakat ini merupakan masyarakat yang mengetahui bahasa walikan secara spontan tanpa mereka sadari, karena bahasa walikan bias dianggap sebagai bahasa ibu kedua selain bahasa jawa untuk mereka.
(2)   masyarakat pendatang, yakni masyarakat yang lahir di daerah lain namun tinggal selama beberapa tahun di Malang. Masyarakat ini merupakan masyarakat yang mengetahui bahasa walikan namun masih memiliki beberapa kosakata walikan yang tidak mereka mengerti. Masyarakat ini mengetahui bahasa walikan karena terbiasa mendengar masyarakat asli menggunakan bahasa tersebut.
(3)   masyarakat akrab, yakni masyarakat yang hanya sesekali pergi ke Malang atau mempunyai kerabat disana sehingga masyarakat ini mengetahui sedikit-sedikit mengenai bahasa walikan. Bahasa walikan yang dimengerti oleh masyarakat ini yakni bahasa sapaan atau kosakata yang sering digunakan sehari-hari oleh masyarakat Malang.

2.2.5 Kosakata-kosakata yang Diketahui Ketiga Golongan Pengguna Bahasa Malangan

Setelah melakukan wawancara dengan beberapa narasumber (ketiga golongan pengguna bahasa malangan), penulis mendapatkan 10 kosakata yang sering diucapkan:
1.      Oyi             : Iyo (walikan dari kosakata yang berartikan “iya”)
2.      Sam            : Mas (walikan dari kosakata yang berartikan “kakak”)
3.      Uklam        : Mlaku (walikan dari kosakata yang berartikan “jalan”)
4.      Nakam       : Makan (walikan dari kosakata yang berartikan “makan”)
5.      Kipa           : Apik (walikan dari kosakata yang berartikan “bagus”)
6.      Ayas           : Saya (walikan dari kosakata yang berartikan “saya”)
7.      Ngalam      : Malang (walikan dari kosakata yang berartikan “Malang”)
8.      Ladub        : Budal (walikan dari kosakata yang berartikan “pergi”)
9.      Oskab         : Bakso (walikan dari kosakata yang berartikan “bakso”)
10.  Umak         : Kamu (walikan dari kosakata yang berartikan “kamu”)
Kosakata-kosakata di atas merupakan kosakata yang diketahui oleh semua golongan pengguna bahasa malangan.




BAB III
SIMPULAN

Bahasa Malang yang lebih dikenal dengan bahasa walikan atau osob kawilan merupakan bahasa yang sangat unik, karena memiliki ciri khas yang unik tidak hanya dalam ragam lisan melainkan dari ragam tulis juga.
Kosakata-kosakata yang terdapat dalam bahasa walikan adalah kosakata yang dipakai sehari-hari dalam ranah tidak formal. Bahasa ini lebih banyak digunakan oleh anak-anak muda.
Keunikan bahasa walikan selain dari pembolak-balikan kata juga dapat dilihat dari berbagai tatabahasa yang tidak tertulis yang disepakati bersama. Bahasa malangan yang menggabungkan antara bahasa Jawa, Indonesia, dan Arab memberikan kesan yang semakin unik terhadap masyarakat Malang.
Masyarakat pengguna bahasa walikan dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yakni masyarakat asli, masyarakat pendatang, dan masyarakat akrab.



 

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Wakit. 2014. Etnolinguistik: Teori, Metode, dan Aplikasinya. Surakarta: UNS Press.
Alwasilah, C. A. 1987. Linguistik Suatu: Pengantar. Bandung: Angkasa Bandung.
Cahyo, D. 2012. Ngalamers Harus Tahu Sejarah Boso Walikandalam  
http://halomalang.com diakses pada tangggal 14 April 2017.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Harimurti, Kridalaksana. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lassta, Adi. 2011. “Cara Memakai KAMUS OSOB NGALAM” dalam “http://osobngalam.blogspot.co.id/2011/03/cara-memakai-kamus-osob-ngalam.html diakses pada tangggal 14 April 2017.
Pateda, Mansoer. 1988. Linguistik (Sebuah Pengantar). Bandung: Angkasa Bandung.
Putra, Shri Ahimsa. 1997. Etnolinguistik Beberapa Bentuk Kajian. Makalah Disajikan dalam Temu Ilmiah Bahasa dan Sastra tanggal 26 hingga 27 Maret. Yogyakarta.
Verhaar, JWM. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar