Selasa, 21 Maret 2017

The Miracle of Snow

Angin berhembus kencang, menembus celah jaket yang dikenakan Ren. Langit diatasnya mulai keabuan, mungkin sebentar lagi hujan akan mengguyur kota London. Cuaca yang tak pernah bisa ditebak memang selalu membuat tempat ini misterius, ya misterius. Sama seperti…

“Ren!!” seru seorang perempuan di belakangnya. Ren menyerngitkan kening, sudah lama ia tak dipanggil dengan nama itu. “Kamu Ren, kan? Renald Nattariksa?” Tanya perempuan berkacamata hitam yang kini berdiri di hadapan Ren.

“Iya, tapi maaf Anda siapa?”

It’s me! Alea.” Jawab perempuan itu sambil melepas kacamata hitamnya, menyunggingkan senyum hangat.

Ren menatap senyum itu lama, senyum yang memunculkan lesung pipit di pipi kiri perempuan itu. Sudut bibir Ren tertarik ke atas. Ya! Dia ingat perempuan yang berdiri di hadapannya ini. Tak mungkin ia bisa melupakan senyum itu.
Alea tanpa sadar tersenyum, menunjukkan lesung pipit di pipi kirinya ketika membalik lembar demi lembar sketch book di tangannya. Sketsa demi sketsa dirinya tergambar dalam tiap lembar disana. Ia tahu ia cukup terkenal sekolah setelah memenangkan ajang pemilihan model beberapa waktu lalu, tapi ia tak pernah sekalipun merasa disukai seperti saat ini. Ia seakan melayang menatap wajahnya sendiri tergores dengan indahnya di lembar-lembar sketch book itu.

Alea menyentuh simbol salju di sketsa dirinya yang terakhir, sebuah gambar yang selalu ada di setiap sketsa di sketch book itu. Selalu digambar di bagian kiri bawah pada setiap sketsa itu. Tanpa nama. Tanpa inisial. Hanya simbol salju.

BRAAAK…

AAAAA!” seru Alea kaget, ketika tiba-tiba seseorang berjas hujan coklat memasuki lab Biologi tempatnya terjebak akibat hujan lebat yang mengguyur Jakarta.

Sorry!” ujar seseorang itu, ia terlihat sama kagetnya seperti Alea.

“Sumpah lo ngagetin gue banget, Ren!” seru Alea setelah mengenali seseorang itu sebagai Ren, teman satu kelasnya. “Lo cari apa?” tambah Alea, ketika ia melihat Ren memeriksa kolong setiap meja.

Sketch Book.

Sketch Book ini?” Tanya Alea takut-takut, menunjukkan sketch book yang sedari tadi dikaguminya.

Mata Ren melebar, menghampiri Alea yang berdiri kaku beberapa meter di depannya. “Lo lihat isinya?” tanyanya sambil menatap Alea dengan mata elangnya.

Alea menangguk.

“Gue suka gambar dan gue menganggap lo objek yang bagus buat gambaran gue. That’s all. Tolong jangan salah paham, karena bukan lo satu-satunya objek gue....”

What?” Potong Alea, ia tertawa sinis. “Objek lo bilang? THAT’S ALL? Oh my God! Yeah, thanks udah jelasin SEMUA. Gue memang hampir salah paham. Lo memang memilih objek yang bagus.” Lanjutnya, memberikan senyum kecil tanpa memunculkan lesung pipit di pipi kirinya. Memandang nanar mata Ren sekilas, lalu pergi meninggalkan Ren yang masih terpaku di tempatnya berdiri.
Ren memandangi Alea yang duduk di hadapannya, memegang cangkir caramel latte dengan eksta krim di tangannya. Lagi-lagi Ren tersenyum. Menyadari perempuan di hadapannya masih sama seperti yang ia kenal 7 tahun yang lalu.

“Waaah, memang bener ya kata orang. Minum latte waktu hujan itu sebuah nikmat Tuhan. Lo bener-bener mendustakan nikmat dengan minum pahit-pahit kaya begitu, Ren.” Ucap Alea setelah ia meminum kopinya, ia menunjuk cangkir Americano coffee milik Ren.

Ren tertawa. “Cuma cewek yang bilang gitu gue rasa, atau mungkin bahkan cuma lo?”

“Mungkin juga.” Jawab Alea, ia tertawa renyah.

So..?

So? ‘So’ what?”

Apa yang membuat lo di London?”

“Ada beberapa pemotretan gak jelas disini dan mungkin bakal ada undangan buat opening gallery. 
Ya, jika yang mulia Renald Nattariksa berkenan mengundang saya untuk hadir.”

Ren tertawa. “Suatu kehormatan dapat mengundang model kelas dunia di galeri jelek saya.”

“Gue tahu, lo akan jadi orang hebat setelah gue lihat sketsa lo hari itu.” Alea tersenyum kecil, senyum yang tak menunjukkan lesung pipit di pipi kirinya. Senyum yang kembali membuat jantung Ren seakan tertikam.
Alea berjalan perlahan dan berhenti di setiap lukisan yang terpampang di dinding. Memandangi dengan detail tiap-tiap lukisan yang terpampang di dinding Snow House. Sesekali ia tersenyum, tak dapat menyembunyikan perasaan meluap setiap ia memandang simbol salju di bawah kiri setiap lukisan-lukisan itu. Dirinya kembali melayang, walaupun tidak ada wajahnya yang tergantung pada dinding.

What do you think?” Tanya seseorang yang tiba-tiba berdiri di samping Alea.

Awesome. Rasanya seluruh uang yang gue punya nggak akan bisa buat beli satu pun lukisan disini.”

“Gue bisa kaya mendadak kalau seorang model internasional mau beli setiap lukisan gue.”

Hening. Alea dan Ren sama-sama memandangi lukisan di hadapan mereka dalam diam. Seakan hamparan salju yang terdapat di lukisan itu menghentikan waktu mereka.

“Kenapa snow?” Tanya Alea pelan, tanpa mengalihkan pandangannya dari lukisan dihadapannya.

“Karena itu mengingatkan gue akan cinta.”

“Cinta?” Tanya Alea bingung. “Why? Bukannya cinta punya simbol sendiri?” tambahnya.

“Rahasia.” Jawab Ren singkat, memberikan senyuman terindah yang sudah lama tidak dilihat Alea.  “Gue pergi dulu, ada yang perlu gue lakuin.” Tambahnya.

Alea mengangguk, lalu kembali berjalan memandangi lukisan-lukisan lain. Dan… Ia terhenti tepat di ujung ruangan. Menatap lukisan terbesar yang ada di Snow House. Tulisan “The Miracle of Snow” terpampang berkerkal-kerlip di atas lukisan itu.

Alea mendekati lukisan yang terbentang selebar tempat itu. Merasakan air matanya menetes ketika memandangi satu-satunya lukisan manusia di galeri lukisan Ren. Dirinya.

“Perlu 7 tahun buat memenuhi ekspresi di lukisan ini. 7 tahun yang sangat menyiksa karena gue nggak bisa melihat secara langsung ekspresi-ekspresi itu. 7 tahun paling menyebalkan karena gue masih nggak bisa memilih orang lain sebagai objek gue. 7 tahun yang nggak pernah berubah, sekalipun objek gue amat teramat jauh dari gue. Tapi tanpa 7 tahun itu, gue nggak akan pernah bisa menyadari semuanya. Menyadari bahwa I love my object to death.

Alea memandang laki-laki yang berdiri di sampingnya, laki-laki itu menyunggingkan senyum khasnya. Senyum yang selalu menghiasi mimpinya.

Alea tersenyum, menunjukkan lesung pipit di pipi kirinya. Senyum yang selalu dirindukan Ren.
Thank you.” Ucap Ren dan Alea bersamaan, lalu mereka tertawa.
And the winner is….. Alea Sastra Kharisma!!!” seru kedua MC acara ajang pemilihan model remaja yang diadakan oleh Miracle Agency.

Seorang gadis yang mengenakan gaun seputih salju tersenyum lebar menampakkan lesung pipit di pipi kirinya. Mahkota kemenangan menghiasi rambut panjangnya. Gadis itu tampak bersinar berdiri di atas panggung, menggetarkan hati laki-laki yang duduk dibagian depan panggung itu.

“Kayanya gue punya sakit jantung.”

“Lo bilang apa Ren? Gue nggak denger. Berisik banget disini.”
Monday, 8 February, 2016

9:22:02 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar