Senin, 13 Maret 2017

Review Novel: Dealova | Dyan Nuranindya


Judul: Dealova
Penulis: Dyan Nuranindya
Genre: Teenlit
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ke-: 13 (Maret, 2006)
Tebal: 304 halaman
Dimensi: 20 cm
ISBN: 979-22-0760-0
Tanggal baca: 10-11 Maret 2017
My Rating: 3/5

Hallo hallo~~
Wah siapa sih disini yang nggak pernah ngerti kata “dealova"? saya rasa sih pada tau semua, kata “dealova” memang sempet famous pada tahun hmmmm entahlah, saya sendiri nggak tau haha. Yang pasti saya tau kalau dealova itu judul film terus judul lagunya Once yang asli enak banget, aku ingin menjadi mimpi indah di dalam tidurmu🎶, dan tentu saya juga tau kalo dealova adalah novel. Saya emang apa banget ya, baru baca novel itu sekarang setelah lebih dari satu dekade novel itu terbit haha (cetakan pertama 2004). Telat banget asli!!

Oke, cerita ini sejujurnya roman picisan remaja bangetlah, ya haha. Berkisah mengenai Farhika Candida Feryaldi alias Karra—well, sejujurnya saya gagal paham gimana cara si penulis menjadikan nama panggilan dan nama panjangnya gak ada nyambungnya. Saya sempet mantengin nama panjang si heroine ini dan menyambungkan ke nama panggilan and I get nothing .-.
Si Karra ini adalah kapten basket yang tentunya suka sama basket, cewek yang “berbeda” dari cewek pada umumnya, cuek bebek sama yang namanya the most wanted school yang digilai sahabatnya, Finta. Si Karra ini bertemu dengan dua cool guy dalam waktu yang lumayan bersamaan. First cool guy is sahabat dan teman satu band kakaknya, Iraz bernama Abel dan second cool guy is anak baru di sekolahnya yang hobi mengajak duel basket bernama Dira (hmmm apa cuma saya yang merasa kedua nama ini seperti nama cewek? .-.)
Si Abel adalah cowok yang sama seperti kakak Karra, care her so much or too much?, selalu ada untuknya, selalu mau membantunya, dan tentunya cowok ini jatuh cinta dengan adik sahabatnya itu. Cinta diam-diam yang awalnya nggak sadar karena menganggap rasa itu rasa sayang sama adik.
Si Dara adalah musuh bebuyutan Karra awalnya, tiap ketemu selalu mengajak cewek itu duel basket, tapi diam-diam cowok ini care sama Karra, dia diceritakan gendong Karra ke rumahnya waktu cewek itu pingsan, adu mulut dengan Karra sometimes dan ya tentunya cowok ini yang berhasil mengambil hati si Karra.
Kisah ini nggak berhenti dengan Karra dan Dira jadian, masih berlanjut (dan sejujurnya menurut saya maksa banget, sih haha). Kisah selanjutnya si Karra jadi cewek yang agak ‘menye-menye’ ketika dia berhubungan dengan Dira. Suka nangis setiap habis ketemu Dira, ya begitulah. Apalagi dia ditinggal sama si Iraz, sang kakak yang biasanya selalu ada untuknya. Sosok Iraz digantikan oleh sosok Abel yang memang sedari awal sudah dibuat untuk selalu ada untuk Karra, hanya saja setelah si Iraz pergi ke New York frekuensinya semakin meningkat.
5 bulan kemudian. 5 bulan setelah si Iraz pergi. 5 bulan hubungan Karra dan Dira. Karra mulai frustasi karena dia tidak menemukan Dira sampai tiba-tiba suatu pagi orang tua Dira menjemput Karra dari rumahnya. Cewek itu diajak ke rumah Dira, disana ia melihat kamar Dira yang memang “Dira banget” dan kamar yang banyak banget foto Karra, bertemu dengan adik Dira. Selanjutnya, mereka (Karra, orang tua dan adik Dira) pergi ke rumah sakit.
Dira mengidap penyakit kelainan paru-paru atau kanker paru-paru? (jujur, saya agak gak paham karena memang ceritanya tidak fokus masalah menceritakan penyakit Dira .-.), dan jeng jeng jeng umurnya tinggal sedikit.
Then, Dira meninggal. Meninggalkan Karra dengan kenangan manis (duileh >.<). Abel masih ada untuknya, semakin ada, semakin dekat, semakin semakin semakin. Dan tentuuu ending-nya si Karra bersama dengan Abel. Perasaan adik-kakak yang awalnya mereka rasakan musnah menjadi kisah-kasih romantis(?) haha

Well, hmmm sebuah review tentu gak full tanpa ‘nyacat’, ya? Haha. Oke, mari baca catatan nyacat saya untuk novel keramat ini.
Pertama, saya benar-benar tidak suka cara penulis membuat karakter yang ada di novel ini. Semuanya too much menurut saya. Ganteng, banyak fans, kaya.
-         Karra—the heroine, terlalu berbeda. Ya, mungkin memang niatnya agar kita hanya fokus melihat dia, menjadikan dia sosok yang memang pantas jadi heroine tapi ya masalah selera bagi saya dia benar-benar too much. Seakan nggak punya kekurangan apa-apa.
-         Abel—first cool guy. Seakan dia nggak pernah punya salah, baik kepada semua orang orang tapi yang saya tangkep dia hanya jatuh cinta dengan Karra. Please, orang baik ke semua orang harusnya kalau dibuat sedikit berbeda sifat baiknya ke orang yang dia sayang dan tidak mungkin akan lebih bagus. Oke, pegang-pegangan’ antara dia dan Karra mungkin jadi membeda tapi ya intinya dia terlalu baik.
-         Dira—second cool guy. Too cold. Emang sih diakhir diperlihatkan sisi manisnya tapi kok hmmm menurut saya maksa ya kejutannya.
-          Iraz—the older brother. Sister complex addicted .-. oke fine-lah diceritakan dia sayang setengah mati dengan adik semata wayangnya tapi jadinya nggak natural. Kakak laki-laki yang sebenarnya kalau sampai seperti Iraz pasti aneh banget.
Oke, nyacat karakter sudah dan hmm masih ada lagi. Kedua, saya ingin mencacat hal-hal yang sesungguhnya impossible-nya sedikit keterlaluan haha.
-         Pg.122, Iraz pindah ke New York kek pindah ke kampung .-. asli ini ceritanya kaya maksa banget gitu. Tiba-tiba langsung besok pindah dan nggak bilangin adeknya terlebih dahulu dengan alasan tidak mau membuat cemas, tapi serius kalau ini sih jahat banget. Mana alasan nggak bisa ditunda karena tiket pesawat sama sudah didaftarkan di kampus sana. Daftar kampus di mid-semester emang segampang buka rekening? Eh, buka rekening aja ribet.
-         Pg.130, “…Iraz masih sempat melambaikan tangannya kepada Karra dan Ibel”. Omooo plis, pesawat dan Anda bisa melambaikan tangan? Seriously, sejak kapan ke bandara bisa nganter sampai depan pesawat????? Okelah ini dibuat pada masa SMP sama penulisnya, tapi ini bener-bener nggak masuk akal banget. Kalau pesawat ini diganti bus, kereta, mobil, dan kapal masih okelah. Tapi pesawaaaat? Ah, serius saya speechless.
-         Saat mereka ke Bali. Namanya sudah Pak Ketut, sudah Bali bangetlah ya, tapi si Pak Ketut manggilnya “Mas Abel”. Rasanya saya ingin tertawa. Pak Ketut tinggal di jawa, kah?
-         No contact dengan Iraz selama dia di New York, asli maksa banget. Mereka diceritakan borjuis semua, tapi masa email kagak punya? Yaampuuuun!!
-         Then, adiknya Dira yang diajak ke Bali. Ceritanya dia umur 6 tahun tapi dia masih minta gendong? Aduh, manja banget ya kamu, dek >.<
-         Last, hal yang bikin saya ketawa sesungguhnya dan sebenernya nggak parah sih, cuma bikin saya ketawa aja haha. Pg.280-281, “serpihan beling”. Oke men beling, mbok ya pakai “serpihan kaca” haha

Oke, setelah mencacat agaknya saya nggak enak jadi saya juga harus membicarakan kelebihan dari novel ini tentunya.
Pertama, untuk ukuran yang buat anak SMP (pada masa itu) ceritanya bagus. Bahkan, sekarang setelah saya baca ceritanya memang bagus.
Kedua, hmmm kembali ke pertama haha. Eh, tulis kata-kata favorit saya aja deh untuk kelebihan yang kedua. Saya menemukan 4 kata-kata hmm kalimat ding lebih tepatnya. Sebuah quote yang secara luar biasa diucapkan 3 cool guy di novel ini haha.
-         “Gue mau lo menang”.—Dira, pg.76.
-         “Gue nggak pernah benci sama lo dan gue nggak akan benci sama elo”.—Iraz, pg.102.
-         If you can’t have the one you love, love the one you have”.—Iraz, pg.122 (kayanya saya pernah baca quote ini, tapi dimana yaa?)
-         “ngeliat elo senyum aja gue udah seneng banget”—Abel, pg.296.
Ketiga, silahkan baca ulang kelebihan pertama dan kedua saja haha. Saya tidak menemukan keapikan atau kespesifikasi lebih untuk hal-hal bagus di novel ini. Kan saya sudah bilang strory-nya bagus jadi mau bilang apa lagi saya, ya? Haha

Yaaah hmmm, saya memang salah umur waktu membaca novel ini ya. Jika saya baca 7 tahun yang lalu mungkin saya akan bilang novel ini ketjeh badai tapi berhubung saya bacanya diumur saya yang emang masih muda tapi udah kepala dua, ya novel ini kaya bener-bener maksa dalam segala hal haha. Tapi saya benar-benar salut dengan kak Dyan, yang waktu nulis ini masih muda ngets tapi bisa bikin novel ini buming abis. Pasti kakak bangga banget sama novel ini. Untuk novel ke-5 kakak yang aku baca (selain series kos-kosan Soda), aku tidak merasa kecewa kok setelah membacanya (well, hmm sedikit sih haha).

Okay, that’s al~~
See ya on the next review~~
Thanks ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar